Bab 15 Once More (Ending)

299 4 0
                                    

"Kalau gitu cium aku dulu biar bisa bangun lagi."

Ingga segera mengangkat kepalanya dan melihat ke arah depan di mana wajah Alan terlihat sedang menatap ke arahnya sambil tersenyum penuh makna.

Ingga hanya bisa terdiam dan terpaku menatap ke arah Alan yang masih dalam keadaan terbaring di ranjang rumah sakit.

"Jadi kamu bohong kalau kamu udah.. Kamu tahu gimana takutnya aku, huh?"

Ingga baru sadar kalau di sana sudah tidak ada lagi dokter dan perawat yang ia lihat sebelumnya. Karena merasa dibohongi, ia pun berniat beranjak dari ruangan itu. Tapi Alan berhasil meraih pergelangan tangannya menariknya sehingga Ingga pun tidak jadi beranjak pergi dan malah memeluk Alan yang sedang terbaring sambil setengahnya lagi duduk karena kasur tempatnya saat ini berbaring agak sedikit membentuk sudut.

Ingga tidak bergerak sedikitpun dari posisinya itu. Tiba-tiba saja terdengar suara tangisannya yang membuat Alan pun segera mendekapnya.

"Maaf, Ingga."

Flashback

"Kamu yakin, Lan?"

"Aku sudah janji dengan Ingga kalau aku akan menikahinya apapun caranya. Dan aku rasa cara ini cukup ampuh."

"Iya, ampuh. Kalau kamu masih hidup. Kalau nggak gimana? Kamu harus pikirin Ingga juga."

"Karena aku memikirkannya makanya aku melakukan hal ini."

"..." Bio menatap lekat ke arah Alan. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikiran Alan saat ini.

"Kamu ingatkan apa yang harus kamu lakukan? Setelah mobil itu menabrakku, 5 menit kemudian ambulance harus sudah datang menjemputku."

Sambil menggelengkan kepalanya lemah, ia berkata "Baiklah."

***

Ingga sedang menyuapi Alan sambil duduk di samping kasur Alan di rumah sakit.

"Kamu belum cerita kamun tahu darimana aku bisa ada di apartemen Arin, sekretarisku."

"Arya yang kasi tahu. Tapi itu juga dia cuma ngasih petunjuknya aja. Nggak langsung bilang kalau kamu tinggal di sana."

"Terus?"

"Dia bilang orang suruhannya lihat adik kamu Nindia pernah beberapa kali bolak-balik ke sebuah apartemen. Nggak tau apartemen siapa. Tapi pergi-pergi sendiri diantar supir. Trus pulang-pulang selalu malam dan di jemput sama sopirnya lagi. Makanya aku ikutin dia. Terus pas aku Cuma mau mastiin siapa yang tinggal di dalam aparetemen itu, tiba-tiba aja kamu muncul dari dalam. Yah dan selanjutnya kamu tahulah yang terjadi."

"Dasar!" Ingga memukul paha Alan dengan sebelah tangan kanannya karena ia duduk menyamping ke arah kiri.

"Aw! Sakit tahu." Alan mengaduh.

"Makanya jangan suka main-main."

Ingga mengaduk-aduk makanan Alan sambil menyiapkan makanan yang ada di piring untuk menyuapi Alan. Tapi karena sadar diperhatikan oleh Alan, Ingga jadi salah tingkah dan hanya mengaduk-aduk makanan tersebut dengan tak menentu.

"Ingga."

"Eh?" Ingga mendongakkan kepalanya dan langsung menangkap tatapan dari Alan terhadapnya.

Alan menepuk bagian kasur yang tersisa di sisinya untuk memberi arahan kepada Ingga untuk duduk di sana.

Ingga yang mengerti maksud dari apa yang dilakukan oleh Alan langsung mengangkat tubuhnya dan duduk di sisinya Alan.

Alan segera mengambil piring dan sendok yang ada di tanga Ingga dan meletakkannya di meja di sebelahnya. Setelah itu, segera ia raih tangan Ingga dan menggenggamnya dengan kedua tangannya.

"Mama udah cerita semuanya. Mulai dari kalian yang diusir gara-gara kedekatan kita sampai kenapa karir kamu yang secemerlang sekarang. Aku benar-benar minta maaf Ingga. Harusnya aku cari tahu dulu kebenarannya sebelum nghakimin kamu. Harusnya aku percaya sama kamu dan nggak pernah berpikir untuk melukai perasaan kamu. Harusnya aku bisa lebih dewasa dan menahan diri juga untuk..."

"Untuk apa?" Ingga membesarkan matanya seakan-akan menantang Alan untuk melanjutkan kalimatnya. Tapi Alan hanya menyeringai lucu dan mencoba mengalihkan topik pembicaraan mereka.

"Tapi aku nggak habis pikir, segitu cintanyakah kamu sama aku sampai harus mengalahkan kesuksesanku?"

"Alaaaaan!!!"

***


Blown Away (Fin)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora