30. Cerai

109 22 13
                                    

Spesial Ramadan

Qaffi menepati janjinya mendatangi rumah mertuanya tepat pukul 8 malam. Hanya dengan secuil harapan bisa meluluhkan hati Pak Ali

"Bismillah" seru Qaffi dalam hati
Sebelum mengetuk pintu

Tok..tok..tok

"Assalamualaikum, mah"

Ibu Ani tersenyum melihat kegigihan menantunya
"Waalaikumsalam, duduk dulu nak"

Qaffi mendudukkan dirinya dikursi teras
"Apa papa di dalam?" tanya Qaffi

"Iyya, kamu tunggu di sini ya. Maaf mama gak bisa menyuruhmu masuk, nak. Ini perintah papamu" sendu Ibu Ani.

"Tidak apa-apa, aku mengerti. Mah" tenang Qaffi

"Kamu tunggu sebentar mama akan panggil papa kamu" ucap Ibu Ani sebelum pergi.

***

"Pah di depan ada Qaffi menunggu" suara Ibu Ani mengalihkan perhatian Inayah dari makan malamnya.

"Anak itu" desis Pak Ali "Biarkan dia aku akan menemuinya setelah pekerjaanku selesai" tegas Pak Ali " Ohiya jangan ada yang menyuruhnya masuk, dan kamu Naya masuk ke kamar" perintah Pak Ali sebelum pergi.

"Iya, pah" Inayah lebih memilih menurut daripada berdebat.

Ibu Ani menelus pundak putrinya "Qaffi sehat, nak. Mama salut kegigihanya" ucap Ibu Ani

Inayah mengerutkan kening "Mah aku tidak bertanya"

"Itu yang ingin kamu tahu bukan,jangan mengelak. Mama sering mendengarmu mengigau nama Qaffi" sahut Ibu Ani.

Inayah terdiam semenjak kejadian itu setiap malam mimpi buruk.
"Aku kekamar mah"

Ibu Ani menatap sendu kepergian Inayah.

***

Cukup lama Ibu Ani tidak muncul begitupun dengan Pak Ali. Sekitar 2 jam Qaffi masih ditempat duduk yang sama tidak bergerak sedikitpun. Terlalu asik dalam lamunan Qaffi baru tersadar pada saat decitan kursi digeser sedikit kasar di dekat Qaffi.

"Eh, assalamualaikum, pah" sapa Qaffi menyambut kedatangan pak Ali

"Waalaikumsalam. Kamu lagi kamu lagi, saya sudah bosan mengusirmu. Kalaupun kamu sering ke sini, itu tidak mengubah apapun" tajam Pak Ali.

Qaffi tidak mengambil hati perkataan mertuanya sebelum berucap "Kedatangan aku ke sini ingin meminta maaf atas semua yang terjadi" nada Qaffi terdengar sungguh-sungguh penuh penyesalan.

Pak Ali terkekeh sebentar sejurus seperti tersirat ejekan "Hehehe. Apa kamu kira dengan maaf bisa mengobati hati anak saya, mengembalikan cucu saya? Tidak semudah itu"

Qaffi menggeleng

"Sejauh ini apa kamu sudah tahu kesalahanmu?" lanjut Pak Ali

"Maaf pah, aku tahu sudah sangat menyakiti Inayah baik fisik dan batin-

"Intinya" potong Pak Ali cepat

"Aku sudah membentak Inayah, melarang dia menyentuhku, pergi dari rumah, tidak memberi kabar sama sekali, lalai dari tanggung jawab sebagai suami untuk menjaga Inayah, dan...."jeda Qaffi sebentar" menjadi penyebab anak kami meninggal" suara Qaffi bergetar mata memerah menahan tangis. Jika mengingat buah hatinya akan selalu seperti ini.

"Saya tidak pernah sekalipun melakukan seperti itu pada putri saya Qaffi. Semarah-marah saya, saya berusaha mengendalikannya. Ayah mana yang tega anaknya di perlakukan seperti itu sama orang lain? Apa kamu masih ingat saya pernah mengamanahkan kamu untuk menjaga putri saya baik-baik. Perlu kamu tahu Qaffi. Meskipun anak saya semuanya sudah berkeluarga, saya tidak akan lepas tanggung jawab begitu saja"tutur Pak Ali mengingat semua hasil penyelidikannya bermula ketika merasakan kejanggalan dari sifat Inayah, Qaffi yang tidak pernah muncul, sampai pak Ali harus turun tangan. Semua itu tidak ia beritahukan pada Ibu Ani, ia tidak ingin istrinya terlalu kecewa pada menantu kesayangan yang selalu dibanggakan.

Qaffi semakin menunduk mendengar penuturan mertuanya "Pah, apapun akan aku lakukan demi mendapatkan maaf papa, menebus kesalahanku pada putri papa. Tolong bantu aku" mohon Qaffi.

"Kamu yakin ingin melakukan apapun?" tanya Pak Ali memastikan

Perasaan Qaffi merasa mulai tidak enak. "Iya, pah" jawab Qaffi sedikit ragu

"Saya tidak akan bertele-tele hanya dua pilihan yang pertama, kamu tidak boleh bertemu Inayah sama sekali, meskipun kamu masih berstatus suaminya, tapi kamu tenang saja Qaffi, kamu masih bisa bertemu Inayah setelah saya sudah tidak ada di dunia ini" tegas Pak Ali

Astagfirullah
"Pilihan macam apa ini?" pikir Qaffi beristigfar dalam hati. Berusaha tidak terpancing emosi.

"Pilihan kedua apa, pah?" tanya Qaffi balik

"Kamu bisa bertemu dengan Inayah dengan izin saya tentunya, tapi..." Pak Ali menggantung kalimatnya

Qaffi memperbaiki posisi duduknya yang terasa sangat tidak nyaman, menegakkan punggungnya, menyiapkan pendengaran dengan baik "Apa, pah?" tanya Qaffi lagi.

"Ceraikan dia"

*
*
*
READERS
Pendapat kalian untuk Qaffi?
Pendapat kalian untuk Pak Ali?
Untuk keduanya juga boleh

Sengaja Partnye pendek 😅
Vote dan koment je' biar semangat ki juga menulis 😂
Follow ki je' juga dm kalau mau di follback. Aku gak sombong kok
Apa lagi makan orang. Gak mungkin kan?

Oh iyya
Minal aidin walfaidzin
Mohon maaf lahir batin ya
Bagi umat muslim🙏🙏

Dari cewek mager sibuk denger bunyi yang diciptain hujan beradu dengan atap rumah 💧🌨

Cuplikan part berikutnya:
"Putri Inayah, aku menceraikan kamu" ucap Qaffi

Putri Jendela [TAMAT]Where stories live. Discover now