27. Penangkapan

93 18 4
                                    

Selamat membaca
Typo bertebaran 🙏

Berita terkini datang dari seorang CEO Compeny Grup Awan Rifaldi tersorot kamera keluar dari apartemen diseret oleh polisi. Menurut kesaksian ternyata seorang Awan Rifaldi merupakan pelaku tabrak lari dari anak bungsu Pemilik Perusahaan Rifai Grup yang terjadi 15 tahun yang lalu. Kebenaran ini baru terungkap setelah Raja Mahesa ---

Tut

"Pah, Mah" teriak Inayah melempar remot tv.

Kedua paruh baya yang di panggil masuk tergesa-gesa dalam ruang rawat Inayah.

"Ada apa, nak?" tanya Ibu Ani cepat

Inayah menatap orang tuanya menuntut "Mana Kak Raja?"

Orang tua Inayah saling pandang
"Kami juga tidak tahu, nak. Kami baru saja akan ke kantor polisi setelah melihat berita tadi" jelas Pak Ali.

"Tidak perlu, pah. Hal yang di lakukan kak Raja sudah benar. Dia tadi datang ke sini sebentar lalu pergi ke kantor polisi menyerahkan dirinya" suara Mirna masuk dalam ruangan menyahuti pembicaraan keluarganya.

Mendengar perkataan Mirna semakin dibuat heran " Iya kak raja masuk ke sini tadi pas kamu tidur, Naya dan papa mama pergi ke kantin tadi" Mirna menceritakan semua yang di ketahuinya.

Inayah menangis "kenapa baru sekarang kak, kenapa? Setelah anakku pergi. Hiks" tangis Inayah semakin kencang.

Mirna memeluk adiknya. Sebagai calon ibu ia sangat mengerti. Mirna juga menyampaikan permintaan maaf Raja.

"Allah gak adil kak. Hiks. Hiks" teriak Inayah tidak jelas. Melepas pelukan Mirna secara paksa.

"KELUAR" teriak Inayah emosinya tidak stabil sekarang.

Ibu Ani sudah menangis melihat keadaan anaknya. Jilbab acak-acakan, mata bengkak lengkap dengan lingkaran hitam yang masih berderai air mata. Ibu Ani tak sanggup melihat anaknya rapuh memilih berlari keluar di susul pak Ali. Mirna segera memanggil dokter.

Tinggallah Inayah sendiri melempar barang sana sini. Ruangan yang tadinya rapi sekarang seperti kapal pecah.

***

Qaffi melangkahkan kakinya masuk rumah sakit. Bertepatan dengan itu melihat dokter yang biasa menangani istrinya berlari bersama dengan 2 suster di belakangnya menuju rungan Inayah. Membuat Qaffi ikutan panik berlari secepat mungkin. Hal pertama yang ia lihat istrinya ditahan oleh 2 suster.

"Lepaskan istri saya"tegas Qaffi pada kedua suster melewati dokter yang siap menyuntik.

"Kami harus memberikan obat penenang, pak. Tolong minggir" cegah dokter itu.

Qaffi mengode suster itu. Memeluk Inayah yang memukul dadanya kencang.

"Pergi. Hiks.. aku mau ikut anakku..hiks" ujar Inayah ngelantur.

Setelah beberapa menit Inayah tidak lagi memberontak hanya isak tangis yang terdengar. Qaffi merasa semakin bersalah.
"Maaf" bisik Qaffi terus menerus di telinga Inayah.

Dokter hanya tersenyum melihat pemandangan di depannya.
"Kalau begitu kami permisi, sepertinya obat penenang yang ini lebih mampu dari pada obat penenang kami" canda dokter

Qaffi menanggapi dengan senyuman tipis.

"Sepertinya aku salah memanggil dokter"goda Mirna berdiri di ambang pintu tersenyum sekilas pada dokter yang dipanggilnya tadi.

Kali ini Qaffi lebih memilih diam tak menanggapi ucapan kakak iparnya. Membaringkan tubuh Inayah dengan hati-hati.
"Nay, maaf" ucap Qaffi mengabaikan keberadaan Mirna.

Inayah yang sudah lemas tidak berkata apa-apa lagi, meski menutup mata tak hentinya air matanya jatuh.
Sesekali Qaffi menghapus air mata itu, mengecup dahi istrinya.

"Qaffi, biarkan Inayah istirahat. Aku tunggu di depan ruangan ada yang perlu di bicarakan. Naya kakak pinjam suamimu dulu ya dek" ujar Mirna berlalu pergi.

Qaffi sekali lagi mencium dahi Inayah. "Nay, kakak pergi sebentar ya"

Tidak ada jawaban sama sekali. Dengan langkah berat Qaffi keluar.
"Ada apa, Mirna?" tanya Qaffi to the poin duduk tak jauh dari Mirna di ruang tunggu.

Mirna menatap tajam Qaffi "Sebenarnya apa yang kamu lakukan sampai Inayah masuk rumah sakit?"

Qaffi terdiam tidak bisa menjawab hanya merutuki kebodohannya jika mengingat hal itu.

"Qaffi, ingat Inayah sedang depresi kehilangan anaknya. Seharusnya kamu sebagai dokter lebih tahu dariku. Aku tidak yakin apa yang akan terjadi jika papaku tahu anak kesayanganya terluka karena menantunya" desis Mirna tajam "Beruntung aku tidak memarahimu di depan Inayah" lanjut Mirna mengelus perutnya sebentar.

"Aku akan memperbaiki semuanya, Mirna" tegas Qaffi

Mirna terkekeh meremehkan "Jangan kira aku tidak tahu Qaffi, apa yang terjadi dengan Inayah belakangan ini. Ihhhh rasanya aku ingin membunuhmu sekarang"

"Tapi kenapa kalian menyembunyikannya dariku Mirna, aku perlu tahu siapa pembunuh adikku sendiri" bela jengah selalu di salahkan.

"Karna inayah tidak ingin di anggap memfitnah orang lain tanpa bukti, harusnya kamu berterima kasih semua yang terjadi saat ini berkat Inayah. Ketahuilah Qaffi Inayah tidak ingin membuka luka lamamu jika membahas tentang Anni. Ilham, Naya, dan Afif mereka yang mencari bukti sedangkan aku tidak bisa ikut campur, kau tahu aku sedang mengandung bisa saja sewaktu-waktu KEGUGURAN. Lihatlah sekarang Raja sudah menyerahkan dirinya itu semua karena adik kesayangannya tidak ingin terus-terusan kamu sakiti Qaffi. Jangan tanya kenapa baru sekarang Raja menyerahkan dirinya itu semua Awan yang mengancamnya dengan membawa-bawa Raka Anak Raja"geram Mirna nafasnya memburu menjelaskan panjang lebar. Menekankan kata keguguran di dalam perkataannya.

Qaffi semakin di buat menyesal.
Penyesalan selalu datang di akhir bukan.

Ilham tiba-tiba datang merangkul Istrinya.
"Sorry, bro. Kotak yang di kirim di kantor lo itu gak benar. Semua itu Awan memanfaatkan keadaan, ia memanipulasi semua data hingga hanya Raja yang menjadi tersangka. Terserah, lo mau percaya apa nggak setidaknya gue sama istri gue udah berusaha. Kami permisi, pikirkan baik-baik sebelum bertindak. Assalamualaikum"

Ilham masih menuntun Mirna pergi tanpa menunggu jawaban dari Qaffi.

Terungkap
Menurut kalian yang salah siapa Qaffi apa Inayah?
Next gak?
Lagi gak mood jadi maaf kalau kurang greged🙏

Putri Jendela [TAMAT]Where stories live. Discover now