"Yak, Baekho-ssi, mau tulang mana lagi yang aku remukan, hm?" Tanya perempuan itu sambil mengemeretakan tulang di tangannya sampai Rosé dibuat merinding dengan suara nyaring yang di hasilkan oleh anak perempuan itu.

"Dasar anak dari psikolog!. Sudah ayo teman-teman kita pergi saja dan kau anak lumpuh lihat saja nanti," si anak gempal—atau sekarang yang Rosé tahu bernama Baekho—terlihat kesal bukan main. Ia dan teman-temannya pun memutuskan untuk pergi meninggalkan Rosé dengan anak perempuan yang menolongnya.

"Yang benar itu, psikopat bukan psikolog dasar otak udang," gumam anak itu yang membuat Rosé mengernyit. Memangnya psikolog dan psikopat itu berbeda yah?.

Anak itu berbalik, memandang kearah Rosé membuat Rosé langsung kikuk di tempatnya, "Kau si anak baru itu kan? Mau berteman denganku?" tanyanya sambil tersenyum manis.

Rosé terdiam, matanya mengerjap beberapa kali sebab terlalu terkejut. Apakah fungsi telinganya juga telah rusak yah? Ia tak salah dengar bukan?. Anak yang menolongnya tadi mengajaknya untuk berteman?. Jika memang ia masih di alam mimpi demi apapun Rosé enggan untuk bangun.

"Tak mau? ya sudah," ucap anak itu mengedikkan bahunya dan hendak pergi.

"T-tunggu!" ucap Rosé dengan cepat.

Anak itu lantas kembali berbalik, ia langsung menghampiri Rosé dengan wajah sumringah, "Jadi kau mau berteman denganku?" tanyanya semangat.

"Eh? A-anu"

Anak itu tiba-tiba saja menjabat tangan Rosé erat, "Perkenalkan namaku Lisa, aku berumur tujuh tahun. Hobbyku adalah berkelahi dengan Baekho, memanjat dan tidur di atas pohon, menjahili Jisoo eonnie, emm apalagi yah hobbyku oh iya aku juga suka membuat Suster Yuri marah. Jadi siapa namamu?" ucap Lisa kelewat cepat.

"Ah, hallo namaku Park Roseanne, kau bisa memanggilku Rosé. Umurku juga tujuh tahun, senang berkenalan denganmu Lisa-ssi" ucap Rosé sambil tersenyum.

Lisa melepaskan gengamannya pada tangan Rosé, ia bersidekap dada dan mengerucutkan bibirnya, "Jangan kaku begitu, Rosé-ya. Mulai sekarang kan kita adalah teman"

"Ah, baiklah Lisa-ya" ucap Rosé.

"Mau aku kenalkan pada Jisoo eonnie tidak?. Dia dari kemarin ingin berkenalan denganmu loh" ucap Lisa. Matanya terlihat berkilat-kilat penuh semangat seolah ribuan kembang api tengah meledak di sana.

"Emm, tapi-"

"Sudah ayo" ucap Lisa dengan segera berjalan ke belakang kursi roda Rosé dan mengengam pegangan kursi roda, "Pegangan yah," lanjut Lisa yang menyebabkan Rosé mengerutkan dahinya.

"Pengangan ken-Yak Lisa jangan cepat-cepat! Aku masih mau hidup!" pekik Rosé, pasalnya Lisa membawa kursi rodanya kelewat kencang sampai-sampai rambut Rosé terkibar oleh angin. Rosé dengan segera mengengam erat kursi rodanya berharap ia tak akan terjatuh sementara Lisa yang berada di belakangnya terdengar tertawa kencang.

"Ayolah ini menyenangkan Rosé-ya!" pekik Lisa di sela tawanya.

Rosé melirik ke belakang, memandang wajah berseri Lisa. Ia pun mulai ikut tertawa, rasa takutnya perlahan luntur entah kemana. Ia merentangkan tangannya, membiarkan angin menerpa dirinya merasakan kebebasan yang melingkupi hatinya. Setidaknya di titik ini Rosé menyadari bahwa hatinya belum benar-benar mati.

-

"Lisa-ya, Jangan pernah mendorong kursi roda Rosé-ya seperti itu, kalian bisa celaka!"

Kesenangan Rosé dan Lisa terpaksa berhenti kala Suster Yuri secara mendadak berada di hadapan mereka dengan sendok sup yang ia angkat tinggi-tinggi sambil menjerit menyuruh mereka untuk berhenti. Untung saja Lisa dapat mengerem kursi roda Rosé tepat waktu, jika tidak dapat di pastikan wanita berkulit tan itu akan tertabrak dan itu jelas bukan hal yang baik bagi Lisa maupun Rosé.

MI CASAWhere stories live. Discover now