Tres

2K 295 108
                                    

Rosé memejamkan matanya, merasakan teriknya mentari yang menerobos melalui celah-celah daun pohon maple yang sangat lebat

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

Rosé memejamkan matanya, merasakan teriknya mentari yang menerobos melalui celah-celah daun pohon maple yang sangat lebat. Nyatanya, ia sama sekali belum memiliki teman di rumah barunya itu. Rasa canggung seolah memerangkapnya hingga ia tak dapat bergaul dengan teman-temannya. Maka, anak itu memutuskan untuk menyendiri di bawah pohon maple. Mungkin mulai sekarang ia harus terbiasa berkawan dengan yang namanya sepi. Toh siapa juga yang ingin berteman dengan anak cacat sepertinya?.

Rosé membuka matanya kala merasakan beberapa kerikil mengenai wajah juga tubuhnya. Ia mendapati beberapa anak laki-laki yang melemparinya dengan kerikil sambil tertawa-tawa seolah Rosé merupakan badut pesta ulang tahun. Rosé diam, mencoba menutupi wajanya dengan tangan tetapi kerikil-kerikil itu malah beralih menyerah bagian tubuhnya.

"Hentikan!" teriaknya pada akhirnya.

Para anak laki-laki itu memang berhenti melempari Rosé dengan krikil, namun binar jahil di mata mereka sama sekali belum hilang. Mereka pun mendekati Rosé membuat anak itu ketakutan bukan main. Salah satu dari mereka ada yang menyentuh kakinya namun Rosé dengan cepat menepis tangan anak itu.

"Apa yang kalian lakukan!" bentaknya.

"Hei, lihat teman-teman dia bisa marah ternyata" ucap anak laki-laki yang memegang kaki Rosé yang langsung di sambut tawa oleh teman-temannya.

"Pergilah, jangan ganggu aku"

"Heh, anak lumpuh, kau memerintah kami?. Selain ibu Yoona dan dua suster menyebalkan tak ada yang boleh memerintah kami" Anak yang jauh lebih gempal berbicara sambil mengetuk-ngetuk dahi Rosé kencang.

Mata Rosé berkaca-kaca, ia belum pernah di perlakukan buruk oleh orang lain. Bahkan semarah apapun Mamah padanya, beliau tak pernah melakukan kontak fisik yang meyakitkan seperti itu. Belum lagi kata lumpuh yang tercetuskan dari mulut anak itu membuatnya makin merasa tak berdaya, membuatnya membenci dirinya sendiri yang tak berguna.

"Hei, lihat-lihat, anak itu mau menangis, dasar cengeng" ucap anak lainnya sambil mengacak rambut Rosé dengan kencang.

"B-berhenti, j-jangan ganggu aku" ucap Rosé mencoba menahan isak tangisnya.

"Hei, kalian" suara lain yang berasal dari atas pohon membuat Rosé juga para anak laki-laki itu mendongak, menemukan seorang anak perempuan yang tengah bergantung terbalik di dahan pohon dengan kaki sebagai penahannya, anak itu terlihat bersidekap dada dengan wajah jengkel yang kentara, "Bukankah dia sudah meminta kalian untuk tak menganggunya?. Kalian tuli yah?"

Si anak gempal mendengus, "Apa urusanmu? Dasar anak monyet"

Emosi perempuan itu jelas terpancing. Ia pun membenarkan posisinya agar duduk dan dengan mudahnya melompat turun dari dahan pohon yang membuat Rosé memekik terkejut. Perempuan itu pun menepuk-nepuk bagian bokongnya yang kotor lantas mengambil ikat rambut yang berada di pergelangan tangan kirinya dan mengikat rambut sebahunya. Sorot mata bulatnya terlihat begitu tajam, mampu membuat para anak laki-laki itu mundur selangkah.

MI CASAOù les histoires vivent. Découvrez maintenant