Venny menatap cowok tersebut, tuhan jika dia pangeran mimpi gue, tolong jangan bangunkan Venny, sungguh nikmat Tuhan mana yang kau dustakan, ciptaanmu sungguh sempurna.batin Venny bergejolak.

-----

"Lo kayaknya suka deh sama Venny!" ujar Arsen.

"Tahu apa Lo?"

"Tahu dong kan akhir akhir ini Lo sering tuh sama dia terus." ucapan Arsen membuat Brilian skakmat.

"Terserah!"

"Gue saranin, jadi orang jangan terlalu benci! Biasanya yang di benci bisa jadi yang gak bisa dilupakan." ucapan Arsen membuat hati seorang Brilian bergetar.

"Benar Lo! Karena setau gue benci adalah awal dari mencintai." timpal Rendy.

"Kayaknya seru." sahutan seseorang telah menarik perhatian ketiga remaja tersebut.

"Eh kak Angkasa." ucap kedua remaja itu tapi, tidak dengan Brilian dia hanya diam memperhatikan interaksi mereka.

"Gue gabung ya." izin Angkasa.

"Iya kak."

"Hai bri." sapa Renata kemudian duduk di samping Brilian.

"Cih, dasar!" sindir Angkasa tak suka.

"Pergi!" usir Brilian dia tak mau membuang buang tenaga buat cewek murahan kayak dia.

"Gak! Kok kamu jahat sih!" ucap Renata manja sambil bergelayut di lengan Brilian.

Brilian menghempaskan tangan Renata dari lengannya, jijik dia melihat sosok bermuka dua kayak gadis itu, tanpa pikir panjang dia langsung berdiri meninggalkan gadis itu serta teman temannya.

"Ih! Kok di tinggalin sih!" kesal gadis itu seraya menghentak hentakkan kakinya.

"Hahahaha." Angkasa, Arsen dan Rendy yang melihat kejadian tersebut hanya bisa tertawa sekeras mungkin.

"Nenek lampir! Siapa yang mau sama Lo!" seru Angkasa di susul oleh tawa mereka.

Renata meninggalkan ketiga remaja tersebut, ia merasa telah di permainkan oleh Brilian.

"Ada ada saja!"

"Oh ya tuh anak mau kemana?" tanya Angkasa.

"Gak tau kak, palingan di lapangan atau gak di rooftop." sahut Rendy seraya menyeruput jus jeruknya.

"Bodo amatlah sama tuh anak! Dia gak kira di culik juga." ucapan Arsen ada benarnya juga.

"Yaudah makan kuy!" seru Angkasa semangat.

Arsen dan Rendy hanya saling pandang, merasa ada yang aneh Angkasa menoleh ke arah mereka dan dia mengerti sekarang.

"Gue yang bayar." ucap Angkasa dia sudah tau tuh.

"Sip, yaudah gue yang pesenin." ujar Rendy kemudian mulai beranjak.

"Dasar anak jaman sekarang, taunya gratisan terus!" cibir Angkasa.

-----

Sore ini hujan deras membasahi bumi, seorang cowok tengah berdiri dibalkon kamarnya dengan secangkir teh hangat.

Brilian mengingat kembali perkataan Rendy di kantin tadi, ada sedikit rasa aneh saat mengingatnya entah dia tidak tau itu apa.

"Hey! Kamu kenapa?" tanya Dewi berjalan mendekati sang putra.

"Enggak Bun, cuman lagi mikirin sesuatu aja."

"Hayo, apa itu? Bunda pengin tau dong." goda Dewi.

"Bun, jatuh cinta itu gimana?" tanya Brilian.

"Oh, jadi kamu lagi jatuh cinta? Sama siapa?" ledek Dewi.

"Jawab Bun." pinta Brilian.

"Saat kamu dekat sama orang itu ada perasaan aneh seperti antara benci kecewa dan sedih tapi, saat dia gak ada kamu kayak merasa kesepian."

"Oh gitu Bun." Brilian mengangguk pertanda bahwa dirinya mengerti.

"Gitu aja gak tau, pasti ini efek kamu terlalu dingin sih! Jadikan semua orang jauhin kamu." sindir Dewi aneh deh putranya yang satu ini, orang diluar sana sudah merasakan jatuh cinta anaknya baru tau dan menanyakan pada dirinya.


"Yaudah bunda ke bawah dulu." pamit Dewi kemudian meninggalkan putranya tersebut.

"Kak, woy!" suara teriakan memenuhi indera pendengarannya.

"Apasih, mau ngapain Lo?" delik Brilian dengan sorot mata elangnya.

"Ih! Pelit!" ucap dara adik Brilian.

"Berhenti gak!" tegur Brilian.

"Ayolah kak, dengerin dulu." pinta gadis itu.

"Apaan?"

"Kakak kan cowok nih, biasanya cowok suka apa sih?" tanya gadis itu.

"Game."

"Selain itu kak." protes dara sambil memukul lengan sang kakak.

"Buku."

"Dia bukan kutu buku." ucap dara tak terima.

"Mana gue tau."

"Jam tangan." jawaban Brilian tepat sasaran.

"Nah iya, makasih ya kak, sayang deh." ucap gadis itu dengan senyuman bahagia.

"Buat siapa?"

"Ada deh!"

"Buat cowok Lo ya?" selidik Brilian.

"Ah sok tau Lo kak."

"Yaudah sana, lanjutin kegilaan kakak." ceplos dara seadanya.

Brilian menatap punggung sang adik seperti ada sosok lain dalam dirinya, bukan hantu ya melainkan seperti seorang Venny selalu ceria dan berteriak girang saat apa yang dia inginkan dia dapatkan padahal, hal yang di dapatkan itu hanya sesuatu yang sederhana.

Brilian tersenyum, tulus dari dalam hatinya.

-----

Sorry typo.

Jangan lupa vote and komen!

Terimakasih ❤️

24 Mei 2020

BrilianWhere stories live. Discover now