Teman Sebangku Baru

Start from the beginning
                                    

"Sora marahan ama Rei minggu lalu?" tanya Devan dan kujawab dengan anggukan kecil.

"Haaa ... gue udah mikir pasti gitu, wajar aja dia kesel. Oya! Bimbingan konseling hari ini abis istirahat. Lo ikutan?" tanya Devan lagi.

"Oh itu, ikutlah," jawabku dan melihat ke arah Devan.

"Kenapa? Lo gak?" tanyaku karena mendapati kegelisahan Devan.

"Malas aja ditanya masalah masa depan, tapi tetap ikut," jawab Devan kemudian melepas napas berat.

"Gue mau tidur aja lah," imbuhnya, kemudian mulai membaringkan kepala ke meja.

Aku menggeleng pelan melihat pemuda bermata cokelat ini, kemudian mengalihkan pandangan menuju pintu yang sudah mulai dimasuki beberapa orang murid. Di menit berikutnya kelas sudah penuh.

Teeet! Teeet!

Bel berbunyi, menurut informasi ketua kelas hari ini wali kelas akan masuk, lalu membagikan beberapa pengumuman untuk kami.

***

"Hai," ucapku dan melambai pelan ke arah Rei.

"Halo," jawab Rei dengan menggeser kursinya agar sendikit menjauh.

Aku merutuki nasibku yang begitu sial pagi ini, entah bagaimana aku bisa mendapatkan teman sebangku baru, yaitu, Rei.

Sebenarnya yang terjadi saat wali kelas masuk. Ada pengumuman yang mengubah takdir semua orang yang ada di ruangan ini.

"Karena di tahun kedua kalian gak sekelas, kemungkinan ada yang belum dekat satu sama lain, jadi kita ubah posisi duduk ya?"

"Yaaaah ...."

Perkataan sang guru berhasil membuat satu kelas mengeluh bersamaan, bahkan aku pun begitu, meski di dalam hati.

"Bukannya mau ganti temen sebangku itu udah telat, ya?" kata Devan dengan kesal.

"Ya mau gimana lagi," ucapku dan melihat ke arahnya.

"Huaaakkk! Gean gue bisa apa kalo gak ada lo! Gimana dengan tugas dan semua ulangan gue?" kata Devan yang berhasil membuat keributan.

"Huaaakkk! Rei, gue gak bisa diginiin, gue gak mau pindah!" Kali ini terdengar suara Sora yang jauh lebih keras.

"Devan, Soraya, kalian duduk berdua," titah wali kelas dan berhasil membuat mulut Devan terbuka lebar.

"Tidaaaaaaak!" kata Devan dengan penuh drama. 

Bletak!

"Aduh!" Devan meringis kesakitan, karena kepalanya berhasil terkena spidol yang dilempar dari depan sana.

"Sakit," ucapnya lagi dan memandang ke arah sang guru.

Aku terkikik geli melihat tingkah Devan, entah bagaimana dia selalu membuat masalah tiap harinya.

"Kalian duduk di depan sini," ucap sang wali kelas dengan menunjuk meja paling depan; berada tepat di depan meja guru.

"Sial banget idup lo," ejekku ke arah Devan dan tertawa riang.

"Bu, saya boleh duduk dengan Rei?"

Aku langsung menghentikan tawa begitu mendengar Dirga. Si ketua kelas meminta untuk duduk dengan Rei. Pandanganku beralih ke arah Rei, melihat reaksi gadis mungil itu, setelah mendengar ucapan Dirga.

"Kalo saya sama Gean boleh, Bu?"

"Ha?" Aku seketika terkejut karena Mitha, salah satu murid terpintar di kelas ini ingin duduk denganku? Apa ada yang salah dengan matanya?

Aku memandangnya yang tengah melihat ke arahku dengan tersenyum manis, jujur saja wajahnya sangat manis, bisa dibilang dia gadis paling ramah di kelas kami, sepertinya dia baik dan tidak masalah jika aku harus duduk dengannya, pikirku.

"Kalo gitu, Rei sama Gean," ucap wali kelas yang membuatku kebingungan.

"Dirga dan Mitha," imbuhnya lagi.

Lalu nama-nama mulai disebutkan beserta meja masing-masing, 10 menit kemudian semua murid mulai bangun dan berjalan menuju meja mereka. Aku dan Rei diminta agar duduk di belakang meja Sora dan Devan, sedangkan di sampingku, adalah meja Dirga dan Mitha.

"Ibu harap kalian senang dengan teman yang baru. Selamat belajar, ibu keluar dulu, untuk Devan dan Sora jumpai saya jam istirahat nanti di kantor," ucap wali kelas kemudian pergi dari sana.

***
"Hai, Rei. Mau ke kantin bareng?" ajak Dirga dengan senyum menawannya ke arah Rei. Genit, pikirku.

"Gue mau bareng Sora," jawab Rei dan menyimpan buku. Untuk beberapa alasan aku senang mendengarnya.

Aku yang berada di tengah mereka hanya diam seperti patung, sesekali memainkan jari ke meja. Jujur saja aku bingung, haruskah bangun, kemudian pergi? Namun, itu bukanlah hal yang sopan di saat Rei dan Dirga berbicara.

"Ge, mau ke kantin bareng?" Mitha mengajakku dengan cara sedikit mengintip dari badan Dirga.

"Hm, gue sama Devan," jawabku dan tersenyum, karena merasa tidak nyaman.

"Tapi Devan kan lagi dihukum," katanya yang berhasil, membuatku tersadar bahwa kursi di depanku sudah tidak ada orang.

"Sora juga, 'kan? Kalo gitu bareng gue aja ke kantinnya, gimana?" Kali ini Dirga membuka suara, berusaha membujuk Rei lagi. Pemaksa sekali dia, aku tidak suka.

"Kalo gitu gue bareng Gean," ucap Rei dan bangun dari duduknya, kemudian menarik lengan bajuku agar ikut dengannya.

Aku hanya bisa mengikuti langkah Rei dengan terus ditarik oleh gadis mungil ini. Sepertinya yang sial bukan hanya Devan, melainkan aku juga ikut tertimpa kesialan sekarang.

"Nih buat lo," ucap Rei dan memberikan plastik putih berisikan sesuatu, saat kami sudah berada di samping kelas.

"Apa ini?" tanyaku, kemudian membuka plastik tersebut.

"Makasih," ucapku dan tersenyum lebar, saat melihat isi bungkusan tersebut.

"Kalo gitu gue ke perpustakaan dulu, ya?" pamit Rei dan langsung pergi meninggalkanku.

Aku mengambil sekotak obat yang ada di dalam plastik yang ada di tangan. Ternyata selembar kertas berisi pesan juga ada di sana, tertempel rapi di atas kotak obat.

Kurangi makan yang manis, GWS.

Aku tersenyum membacanya, bahkan pesan tersebut terasa begitu mirip dengan cara bicara Rei, singkat dan jelas. Mungkin hari ini tidak sepenuhnya sial, batinku.

.

.

.

Hai hai mohon maaf author lama gak update karena beberapa masalah, jangan lupa vote, komen dan sharenya yak 😍

U R My ...? [Terbit✓]Where stories live. Discover now