2.6 Sebuah Alasan Dan Penjelasan

21 6 0
                                    

'Cinta itu tidaklah rumit. Sikap kitalah yang memperumit cinta itu sendiri.'

***

Akhirnya Jungkook bisa merebahkan tubuhnya di atas kasur dengan nyaman. Ia memejamkan mata lalu menarik nafas perlahan. Jungkook harus mengistirahatkan pikiran, jiwa dan raganya. Berhenti mempertanyakan alasan Jiran menangis. Berhenti merasa sesak setiap kali mengingat kedekatan Jiran dengan Taehyung. Ini bukan pertama kalinya ia patah hati. Ia seharusnya sudah tahu bagaimana cara mengatasi rasa sakitnya.

Namun saat Jungkook mulai rileks, ketukan di pintu membuat ia membuka mata sejenak lantas menutupnya lagi. Jungkook menarik bantal di sisi kirinya lalu ia benamkan bantal itu di telinganya. Tapi orang yang mengetuk tak menyerah, kini terdengar pintu terbuka membuat Jungkook mendesah sebal karenanya.

"Kamu udah pulang ternyata. Bisa turun sebentar? Ayah mau bicara soal yang kemarin. Mungkin itu terlalu mendadak buat kamu. Biar kita bicarain dengan kepala dingin sekarang." suara itu menggema di seluruh penjuru kamar. Jungkook hanya menghela nafas malas, kepala dingin? Ah, kepala Jungkook rasanya sudah hangus tinggal arang sekarang.

Tapi tak elak Jungkook kini mendudukan tubuhnya. Ia menatap tak berselera sang Ayah yang kini terdiam kikuk. Lantas setelah memastikan Jungkook berdiri, ayahnya melangkah keluar lebih dulu dengan kecanggungan yang tersirat jelas dari geraknya.

Itu dikarenakan kemarin malam saat Jungkook pulang ke rumah. Ia pikir ayahnya akan lembur seperti biasa. Maka dari itu, Jungkook berjalan santai meskipun pulang tengah malam. Tapi begitu Jungkook membuka pintu, alangkah terkejutnya ia saat mendapati pemandangan di hadapannya.

Ayahnya tengah bermesraan dengan seorang wanita. Pakaian keduanya sudah berantakan membuat Jungkook menelan ludah. Sedang ayahnya dan wanita itu tak kalah terkejut mendapati Jungkook yang kini berdiri mematung. Menyaksikan sesuatu yang tak seharusnya.

Sejak itu sikap ayahnya selalu kikuk. Entah karena malu atau merasa bersalah. Jungkook tidak yakin.

Jungkook kini menggerakan tubuhnya mengikuti sang ayah. Ia berjalan ke taman belakang rumah. Dan kini keduanya duduk di kursi sambil menghadap ke sebuah tanaman milik mendiang ibunya.

Sebelum ayahnya memulai percakapan, ia meneguk terlebih dahulu kopi di sampingnya. Tangannya terlihat bergerak tidak nyaman, rupanya ayah Jungkook masih tak tahu harus bagaimana menjelaskan kejadian itu pada putranya.

"Ayah gak usah gak enak gitu, aku gak papa kalau seandainya emang Ayah mau nikah lagi." kata Jungkook memulai percakapan.

Ayahnya melirik mendengar penuturan mengejutkan tersebut lantas berdehem pelan, "Ayah tahu gak ada yang bisa gantiin posisi Ibu di hati kamu. Tapi ayah udah mulai tua, kamupun udah makin dewasa. Ayah mau keluarga kita kembali utuh. Mungkin sepuluh tahun ini waktu yang cukup untuk membasuh luka kamu. Ayah harap, kamu mengerti." tutur ayahnya dengan nada yang masih terdengar kaku namun berusaha selembut mungkin. Bisa Jungkook bayangkan ayahnya berlatih mengucapkan itu sebelum menghadapinya.

Jungkook hanya menghembuskan nafas. Mengusir perasaan yang perlahan menggelayuti, "Waktu sepuluh tahun ini gak cukup buat aku nerima semuanya. Tapi hidup ini harus terus jalan kan? Kalau emang itu yang buat ayah bahagia, aku gak masalah. Toh sepuluh tahun ini ayah juga menderita." balas Jungkook berusaha mengatakannya dengan tenang.

Ini untuk pertama kalinya mereka adu suara namun tidak dengan amarah. Untuk pertama kalinya mereka mengatakan apa yang mereka rasakan dengan tenang dan berusaha memahami satu sama lain. Jungkook sendiri paham betul akan hal itu, selama sepuluh tahun ini ayahnya tak pernah sekalipun dekat lagi dengan perempuan. Barangkali itu adalah hukuman yang ia ciptakan untuk menebus segala penyesalannya.

Jeda × Jungkook BTS [Tamat] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang