26.Because of Us

5.8K 783 81
                                    

"Bukankah menyerah sama dengan sebuah kekalahan? Tapi kenapa aku tak lagi perduli?"

*****************

Samudra terbangun dengan pening luar biasa di kepalanya. Tubuh itu juga terasa sangat lemas entah karena apa, perutnya perih mungkin karena ia tak sempat memakan apapun dari kemarin.

Si bungsu itu mendesah pelan kala menyadari dimana ia tertidur. Ya, dia masih berada di lantai, masih bersandar pada pintu masuk tanpa beranjak sama sekali.

Dengan sedikit kesulitan Samudra bangkit, berpegang pada apapun yang ada di sekitarnya sebelum kembali ambruk di atas sofa yang seukuran dengan tubuh mungilnya.

Samudra tak tahu apakah ia kembali tertidur, yang pasti netranya terbuka saat ada seseorang yang menekan password apartemen nya.

Anak itu mendudukkan diri dengan sedikit kepayahan bersamaan sosok Juan yang melangkah masuk dengan sebuah paper bag ditangannya.

Juan sedikit mengernyit kala melihat Samudra mengusap wajah dan surainya sedikit frustasi. Wajah anak itu sedikit pucat membuat Juan tentu saja merasa khawatir.

Jemari besar Juan hendak menyentuh wajah Samudra tapi langsung di tepis oleh anak itu. "Mau ngapain lo?"

"Lo sakit?"

Samudra menggeleng kemudian bangkit dari duduknya. "Gue cuci muka sama ganti baju dulu."

Juan hanya mengangguk sebagai jawaban, netranya menatap punggung rapuh itu menghilang di balik pintu kamar sebelum beralih pada meja makan yang dipenuhi oleh makanan.

Makanan yang sempat Samudra siapkan semalam dan tak tersentuh sampai pagi ini.

Juan menghela nafas panjang kemudian membersihkannya satu persatu. Setelah selesai, barulah Juan mengeluarkan dua kotak bekal berisi nasi goreng lengkap dengan sayur, telur ceplok dan juga sosis.

Sahabat Angkasa itu membuka almari pendingin dan mengeluarkan dua kotak susu dari sana. Jujur, Juan hanya merasa memiliki tanggung jawab untuk menjaga adik Angkasa sebagai sahabat dari kakak anak itu.

Ia khawatir pada Angkasa, meskipun ia yakin Ardi akan memperlakukan Angkasa dengan baik. Tapi tetap saja, mengingat fakta bagaimana Angkasa datang kesana tetap membuatnya khawatir.

Suara pintu kamar yang terbuka membuat netra Juan berfokus pada Samudra. Bahkan setelah membersihkan diri pun raut wajah Samudra tak terlihat lebih baik. Juan semakin yakin kalau anak itu memang tengah sakit saat ini.

"Dra, duduk dulu. Makan!" Itu bukan sebuah penawaran melainkan perintah.

Tapi Samudra bahkan tak banyak menolak, ia hanya memakai jaketnya kemudian duduk dan memakan sarapan dalam diam.

Dalam perjalanan menuju rumah Ardi juga terasa jauh lebih panjang daripada biasanya. Rasa gelisah yang akhir akhir ini selalu mengganggunya kembali terasa dominan. Bahkan saat mobil Juan sudah terhenti di depan gerbang tinggi rumah besar itu, Samudra masih bergeming. Membiarkan Juan mengetuk gerbangnya beberapa kali dan memanggil satpam.

Netra Samudra bergetar kala mendapati penjaga keamanan rumah mereka keluar, hanya membuka sedikit celah untuk mengeluarkan tubuhnya.

Samudra Sang Angkasa [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang