05.Dua Sisi

5K 842 81
                                    

"Semua orang hidup dengan banyak kepalsuan yang mereka ciptakan sendiri"

**********

Ini yang terakhir.

Kata kata itu benar benar dibuktikan oleh Angkasa pagi itu. Sebuah kebetulan yang jarang terjadi , Angkasa dan Samudra keluar dari kamar di waktu yang hampir bersamaan.

Si sulung nampak sudah rapi dengan celana jeans dan kemeja berwarna biru muda yang ia tata dibagian depan dan dibiarkan begitu saja dibagian belakangnya. Sementara si Bungsu tentu saja dengan seragam sekolah yang tak mungkin ia tanggalkan kecuali masa SMA nya sudah berakhir.

Angkasa tersenyum lebar sembari melambaikan tangannya pada sang adik yang hanya melengos tak peduli.

"Mudra, lo jalan kaki."

Langkah kaki mungil Samudra terhenti, netranya menatap tajam ke arah Angkasa yang nampak tak peduli. "Apa?"

"Lo gila ya?"

Angkasa menggelengkan kepalanya masih dengan senyuman yang kini terlihat menyebalkan.

"Bukan gila Dra. Namanya realistis, kampus gue sama lo beda arah. Gue mau tebengin Juan juga nanti."

Jemari Samudra menahan lengan kemeja yang digunakan Angkasa, cukup untuk menghentikan langkah kakaknya yang tengah bergegas menuruni tangga.

"Bukannya lo kemarin bilang mau damai?"

Yang lebih tua mengangguk. "Iya damai, kita udah nggak berantem lagi kan? Gue buru buru."

Dilepaskannya jemari mungil sang adik yang menahan lengan kemejanya sebelum kemudian berlari cepat melompati beberapa anak tangga yang tersisa.

Samudra menyusul dengan kaki yang setengah di hentakkan. Di meja makan, ia melihat Arini memeluk Angkasa sembari mengucapkan kata maaf yang mungkin berhubungan dengan masalah kemarin. Masalah yang masih menjadi rahasia bagi dirinya.

Angkasa mengucapkan kata tidak apa-apa sembari mengecup kedua pipi Ibunya sebagai tanda tak ada lagi rasa marah ataupun kecewa. Kakaknya itu benar benar menepati janjinya semalam.

"Wah, Bunda masak soto babat kesukaan Juna nih ceritanya?"

Arini mengangguk sembari mengusap helaian surai hitam Angkasa yang sudah tersisir rapi. "Biar kamu udahan marahnya."

"Ada untungnya juga ya Juna marah kemaren Bun." Arini memukul pelan bahu putranya itu sembari tertawa kecil.

Samudra melangkah kecil kemudian mendudukkan dirinya di kursi yang bersebrangan dengan Angkasa. Mangkuknya masih terbalik, pertanda bahwa sang Ibu belum menyiapkan makanan untuknya.

"Cio mau bunda ambilin apa?"

Si bungsu itu menatap ke arah meja makan tanpa minat. "Aku nggak suka soto babat Bun."

"Aduh sayang Bunda lupa masakin nasi goreng buat kamu. Makan roti aja ya? Bunda bikinin."

Samudra baru saja hendak mengangguk kala ponsel sang ibu bergetar. "Bentar ya sayang Bunda bales dulu ini penting."

Samudra Sang Angkasa [Complete]Where stories live. Discover now