08.Sudut Pandang

4.9K 788 68
                                    

"Seseorang pernah berada dalam posisi yang benar, tergantung dari sisi mana kalian melihat masalahnya"

*************

Angkasa setengah tertidur kala suara pintu rumah yang terbuka dengan sedikit kasar menjadi alasan kenapa ia terbangun. Ia memang seorang light sleeper yang tak akan pernah mendapatkan tidur tenang meskipun hanya ada seekor cicak bersamanya.

Angkasa melihat Ayahnya melangkah dengan begitu cepat menuju ke arah Kamar sementara Bundanya mengejar dengan raut khawatir dibelakangnya. Apa lagi sekarang? Itulah yang ada di pikiran Angkasa saat ini.

Ditatapnya Samudra yang benar benar sudah terlelap kemudian menaikkan anak itu ke punggungnya. Ia harus membantu Ayah dan Bundanya untuk saling berbicara dengan kepala dingin, dan Samudra tak boleh ada disana.

Angkasa mendorong pintu kamar sang adik dengan kakinya kemudian melangkah masuk dan membaringkan Samudra dengan perlahan. Anak itu bergumsm kecil tak begitu jelas namun terlihat menggemaskan.

Setelah menyelimuti tubuh yang lebih muda sampai sebatas dada, Angkasa berlari cepat menuruni tangga. Membuka pintu kamar Ayah dan Bundanya tanpa permisi dan mendapati keduanya tengah saling menatap dengan pandangan tajam.

"Udah Yah, Bun" Angkasa berujar lirih sembari mendorong tubuh Ardi dan Arini untuk mundur.

"Semua masalah bisa diomongin baik baik. Angkasa capek denger Ayah sama Bunda berantem terus. Suaranya kedengeran sampe mana mana, mau di denger sama Mudra juga?"

Angkasa menatap ke adah Ayahnya yang berkali kali mencoba menghela nafas. "Ayah, tahan dulu emosi Ayah. Bicarain pelan pelan apa keinginan Ayah. Ayah dan Bunda bisa sama sama cari solusi buat nutupin hutangnya Bunda"

Setelahnya Angkasa menatap sang Ibunda. "Turutin aja apa kata Ayah Bun, jangan terlalu memaksakan sesuatu yang udah jelas jelas bukan jalannya Bunda"

Tanpa ada kata lagi Angkasa berbalik, keluad dari kamar Ayah dan Bundanya kemudian menyambar jaket milik Juan yang ia pinjamkan pada Samudra pagi ini. Jaket itu sudah kering, dan kembali ia gunakan.

Angkasa menaiki motornya menelusuri jalanan yang sudah mulai sepi. Ia tak sempat melihat jam berapa saat pergi tadi dan baru tersadar kalau sekarang sudah lewat tengah malam.

Tepat di depan gerbang rumah Juan, Angkasa menghubungi sahabatnya itu. Ia tau Juan belum tidur.

"Kampret lo Jun. Kalah ni gue"

"Buka gerbang gue di depan"

"Ngaapin anjir. Lo lupa cara baca jam apa gimana"

Juan mengomel tapi Angkasa bisa mendengar suara langkah kaki laki laki itu tengah bergegas. Tak lama gerbang rumah Juna terbuka, menunjukkan sosoknya dalam balutan boxer berwarna hitam dan kaos putih polos yang sedikit kebesaran.

Angkasa mendorong motornya masuk, takut akan mengganggu Ayah dan Ibu Juan yang mungkin berada di rumah.

"Mama sama papa lagi ke rumah Bude. Santai aja" ujar Juan saat Angkasa sudah memarkirkan motornya di teras rumah.

"Bangsat kenapa nggak ngomong dari tadi?"

"Oh apa saudara Angkasa yang terhormat baru saja berkata kasar" ledeknya sembari menusuk nusuk lengan Angkasa dengan jarinya.

Samudra Sang Angkasa [Complete]Where stories live. Discover now