12.Kenapa?

4.3K 776 247
                                    

"Disaat kita mulai memikirkan alasan kenapa kita dilahirkan. Saat itulah rasa putus asa sudah mulai membuat kita menyerah"

************

Ardi langsung meraih tubuh Angkasa begitu sampai di tempat kejadian. Memapah putranya itu dengan begitu hati hati untuk masuk ke dalam mobil. Arini ada disana, sudah siap menyambut Angkasa dan menyandarkan sang putra pada dirinya.

"Tahan sebentar ya sayang" Ardi menutup pintu belakang mobil kemudian menatap Samudra yang masih diam di tempatnya.

"Pulang" ujar Ardi dengan suara dingin.

"Tapi Yah"

"Pulang Samudra!" Samudra mengangguk dua kali untuk mengiyakan.

Satpam rumah mereka turun dari mobil dan diberi amanah untuk membawa motir Angkasa pulang. Si bungsu itu hanya menatap kepergian mobil Ayah dan Bundanya dalam diam. Benar, semua sudah jauh berubah dari kehidupannya beberapa minggu yang lalu.

"Mari den" Samudra sedikit tersentak lalu mengangguk.

Berjalan gontai menuju motor miliknya yang rubuh ke aspal. Samudra sedikit merutuki diri, motor ini sudah benar benar tua bagaimana mungkin dia masih menjatuhkannya sembarangan.

Setelah memastikan tak ada lecet yang begitu buruk, Samudra menaikinya dengan kecepatan sedang menuju rumah. Rumahnya akan sepi malam ini, pikirannya terus berputar pada kejadian beberapa saat lalu.

Bagaimana keadaan Angkasa, apa kakaknya itu akan baik baik saja?

Samudra menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur dengan pandangan tertuju pada langit langit kamarnya yang tampak lebih hidup saat malam hari. Biasanya dengan seperti ini suasana hatinya akan menjadi jauh lebih baik. Ia juga akan jauh lebih tenang, tapi kenapa sekarang tidak?

Kepalanya berdenyut karena membayangkan berbagai macam kemungkinan yang terjadi pada Angkasa. Memikirkan bagaimana ia harus pergi ke sekolah besok tanpa mendengar semua perkataan orang orang. Dan memikirkan akan seperti apa respon Ayah dan Bundanya saat mereka pulang nanti.

Samudra gelisah. Netranya menatap ke arah nakas tempat tidurnya kemudian membuka tempat itu. Disana ada sebuah tabung transparan dengan beberapa butir obat di dalamnya.

Samudra mengambil satu butir kemudian meminumnya dengan segelas air. Rasa pahit mendominasi tenggorokannya untuk beberapa saat. Dahi Samudra mengernyit tak nyaman sampai rasa pahit itu benar benar sirna.

Ia merasa semua yang ia lakukan bukan hal yang benar. Tapi mau bagaimana lagi? Sedari awal Samudra tak pernah punya pilihan.

Pagi itu rumahnya masih sepi tentu saja, Ayah dan Bundanya masih berada di rumah sakit. Mungkin ia juga akan kesana sebelum berangkat ke sekolah.

Samudra mengendarai motornya dengan kecepatan sedang menuju Rumah Sakit yang berdekatan dengan sekolahnya.

"Permisi sus, Ruangan pasien atas nama Angkasa Prajuna Wijaya disebelah mana ya?"

Seorang suster yang duduk di balik meja resepsionis itu mengetikkan beberapa kata di komputernya untuk beberapa saat.  "Ruang Vip Mawar nomer 2. Nanti adeknya naik lift ke lantai 3, Ruangannya tepat di depan lift sebelah kanan"

Samudra Sang Angkasa [Complete]Where stories live. Discover now