Kali ini Yoongi membiarkan Jinae bicara terlebih dahulu. Tampaknya gadis itu enggan untuk cepat-cepat menikah dengannya. Padahal Yoongi sendiri sudah tidak sabar.

Jinae terlihat berpikir sejenak. Jika mereka benar-benar menikah di awal musim dingin nanti, artinya itu sekitar dua bulan lagi. Menyiapkan pernikahan, memang bisa secepat itu?

"Apa tidak terlalu cepat?" kata Jinae ragu. Dia sendiri tidak yakin dengan apa yang dia ucapkan. "Memangnya bisa mempersiapkan pernikahan secepat itu, Ma?"

Mama Jinae tersenyum hangat. "Bisa, Sayang. Semua bisa diatur. Kau tidak perlu khawatir soal itu."

Yoongi pun menimpali, "Kalau kau mau kita menikah besok pun aku bisa siapkan semuanya, Ji. Mulai dari gaun sampai gedung. Kau mau kita menikah di mana memangnya? Ayo, sewa malam ini juga."

Tahu-tahu satu pukulan kecil mendarat di kepala Yoongi. Membuat mereka menahan senyumnya karena Yoonjung baru saja memukul kepala adiknya itu. "Jangan bercanda terus. Orang-orang di sini sedang serius."

Sambil memegangi kepalanya, Yoongi menyipit tajam. "Aku jauh lebih serius, Hyung."

"Wah, anak ini benar-benar," ucap Yoonjung tidak percaya. Dia pun menoleh ke arah Jinae yang saat ini sedang menatap Yoongi dengan jengkel. "Adik ipar, sebenarnya dia ini kenapa?"

Jinae mencebik. "Aku juga tidak mengerti, Oppa. Belakangan ini dia memang agak aneh."

"Itu karena aku mencintaimu. Aku tidak ingin kehilanganmu lagi, Ji," ucap Yoongi dengan tegas. Kali ini sukses membuat ruangan itu mendadak terasa hening.

Sialnya, Jinae malu sekali. Pipinya merona merah seperti buah stroberi. Kenapa Yoongi bisa mengatakan hal itu di depan keluarga mereka? Padahal Yoongi sendiri yang bilang jika dia tidak bisa mengungkapkan perasaannya di depan orang banyak, tapi nyatanya dia malah membuat Jinae nyaris pingsan karena tiba-tiba berkata begitu.

Melihat itu, Mama Yoongi pun berdeham pelan. "Mungkin dia tidak ingin membawamu ke dalam kamarnya secara diam-diam lagi, Jinae Sayang."

Perkataan itu berhasil membuat Jinae dan Yoongi membeku. Keduanya pun saling menatap satu sama lain dengan tatapan saling menyalahkan. Sampai akhirnya Mama Yoongi kembali melanjutkan ucapannya.

"Kami semua sudah tahu jika kemarin Jinae menginap di kamarmu, Yoongi. Jadi tidak usah main salah-salahan begitu. Yang jelas, jangan melakukan hal yang tidak seharusnya, oke? Kau harus sabar dulu. Jinae itu masih kuliah, pikirkan juga masa depannya."

Kali ini Jinae benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Wajahnya sudah merah seperti kepiting rebus yang baru saja diangkat dari dalam panci panas. Rasanya ia ingin menenggelamkan saja Min Yoongi. Kalau bukan karena ulahnya, mereka tidak akan tertangkap basah begini.

Mama Jinae pun ikut membuka suaranya. Sedang Papa Yoongi maupun Jinae, hanya pasrah membiarkan istri mereka memberikan petuah.

"Ingat, jangan sampai keterusan. Apalagi di apartemen kalian tidak ada yang mengawasi. Mama sempat berpikir, demi kebaikan kalian berdua, apa sebaiknya Jinae pindah saja, ya?"

Setelah berdebat panjang tentang Jinae yang harus pindah atau tidak, mereka pun akhirnya bisa kembali ke Seoul dengan hasil Jinae harus mengalah sebab Min Yoongi benar-benar keras kepala.

Pemuda itu berhasil meyakinkan kedua orang tua mereka jika Yoongi tidak akan berbuat yang tidak-tidak sebelum mereka sah menjadi sepasang suami isteri. Lagi pula, Yoongi bilang dia hanya akan kesusahan menjaga Jinae jika mereka pisah tempat tinggal.

Padahal Jinae yakin jika itu hanya akal-akalan Yoongi saja. Memangnya apa yang perlu dijaga? Jinae sudah besar dan dia bisa menjaga dirinya sendiri.

Fall in Love with Sweet DevilWhere stories live. Discover now