duapuluh tiga

1.4K 128 4
                                    

Matanya hanya memandang seseorang yang tengah berbaring disamping jendela. Ia hanya bisa memandang dalam jarak seperti ini, rasa bersalah akan seseorang itu terus ada dalam dirinya. Matanya tertutup damai diatas ranjang rumah sakit. Selang infuse yang terus memberinya cairan menamcap disalah satu tangannya. Tetesan airmata mulai keluar dari bendungannya.  Menunduk agar orang disampingnya tak tahu bagaimana rapuhnya dirinya sekarang. Dekapan orang disampingnya selalu menjadi kekuatannya.

"Menangislah, aku ada disini"
Ucapan yang lembut membuat candu ditelinganya.

Dekapan itu selalu membuat benteng pertahanannya runtuh, hingga isakan mulai keluar tanpa tahu malu, dan air mata yang membasahi  dengan terus menerus. Usapan lembut ia rasakan dirambutnya, dia tahu bagaimana meluluhkan ego seseorang.

"Kamu mau kesana?"
Gelengan kepala cukup untuk menjawab pertanyaan itu.

"Lisa, ayo kita pergi"

"will you be alright jen?"
Tangannya menyeka airmatanya sendiri, menghapus apa yang terjadi tadi. Tersenyum memperlihatkan pipi chubbynya pada lisa agar itu terlihat seperti jawaban bahwa ia akan baik baik saja. Gemas melihat tingkah kekasihnya itu membutnya mengelus pelan pucuk kepala jenie.

Kembali kedalam mobil. Tak ada canggung kali ini, lisa yang fokus terhadap jalan didepannya sedangkan jennie, matanya terus melihat keluar jendela dengan tangannya menggenggam tangan lisa. Kadang lucu saat ia pertama kali bertemu dengan lisa, perempuan itu memang membuat hidupnya berbeda sekarang. Ia lebih berasa hidupnya selalu dijaga oleh malaikat, malaikat yang selalu melindunginya dari mimpi buruk dan selalu membuatnya nyaman dan tenang hanya dengan sentuhan lembut dan bisikannya. Apapun perbuatan lisa terhadapnya, membuatnya lupa akan masalah yang menimpanya saat ini. Entah dia harus bersyukur atau apa, yang jelas ia sekarang bahagia mendapatkan lisa menjadi seseorang disampingnya.

Rem lisa pijak perlahan hingga membuat mobilnya berhenti. Ini bahkan belum sampai kekampus mereka.

"Aku ga mau kamu merasa kehilangan seseorang lagi"
Senyum yang tipis namun sangat terlihat tulus seperti membaca pertanyaan diotak jennie.

Mereka keluar dari mobil, baru beberapa langkah saat mereka ambil. Dua orang keluar dari rumah itu. Kedua orang utu keluar dengan wajah yang berbeda saat terakhir kali keduanya bertemu. Senyum mereka terukir bahkan yang melihatnya juga ikut tersenyum.

"Rose,kenapa kamu dirumah jisoo?"
Mereka adalah rose dan jisoo. Mereka terlihat nyaman dan bahagia dengan satu sama lain.

"Oh, Alice. Kenapa kamu kesini?"

"Kita mau ngajak jisoo bareng"
Jawab jennie.

"Emm, tapi gue bareng rose berangkatnya"
Kini jisoo membuka suaranya, memberi penjelasan yang cukup singkat untuk lisa dan jennie.

Lisa dan jennie memutuskan untuk pergi lebih dahulu ya, karena mereka juga tidak ingin mengganggu pasangan baru, mereka menganggapnya seperti itu. Tak ada rasa marah saat jisoo menolak ajakan mereka, hanya rasa senang melihatnya bisa tersenyum kembali. Lisa pikir rose telah menemukan orang yang tepat, dan jennie pikir jisoo sudah menganggapnya sebagai sahabat lagi.

Pinggiran kota yang sunyi, hanya ada pohon pohon menjulang tinggi yang membuat mata segar memandang. Kicauan burung menyambut mereka dengan nyanyian khasnya. Semua sudah berkumpul ditempat yang sudah ditentukan. Dosen pembimbing sudah meberitahukan agar mereka cepat membuat tenda karena hari sudah hampir malam, dan juga mengintrupsikan agar satu tenda berisi lima anak.

Jennie, lisa, jisoo, nayeon dan seulgi, mereka berlima satu tenda. Tapi hanya empat orang yang sangat berisik saat mendirikan tenda. Sudah pasti lisa tak akan mengikuti kericuhan itu, ia hanya membaca buku panduan dan memasangnya sesuai yang tertulis dibuku. Dua puluh lima menit sudah berlalu dan kini tenda mereka sudah tegak berdiri.

The Secret Psyco (Tamat)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon