38.(Jennie POV)

1K 118 5
                                    

Berada diruangan ini lagi dengan tanganku yang tertancap infus. Satu minggu lebih aku berada disini dengan lisa yang selalu menemaniku. Lisa menemaniku tapi, aku masih merasa hampa saat disampingnya. Tidak ada percakapan seperti dulu saat kami masih bersama, tidak ada kedekatan seperti dulu. Kami tidak lagi dipisahkan oleh jarak tapi, dipisahkan oleh hati masing masing. Hati yang sudah terbiasa untuk saling membenci satu sama lain. Ya, seharusnya aku membiasakan itu dengan cepat. Namun, ternyata sulit untukku lakukan.

Lisa hanya duduk diam menatap keluar jendela, dia hanya melakukan jiak aku meminta bantuannya. Semakin lama aku menatap wajahnya, semakin aku merindukan kehangatan disikapnya yang dingin. Aku kembali mengingat masa masa kuliah. Pertemuan pertama yang sangat mengejutkan saat lisa menyelamatkannya dari bola, lalu saat lisa memberikan tugasnya padaku agar aku tidak dimarahi dosen, dan saat aku memeluknya begitu erat itulah pertama kalinya aku menemukan kelembutan didalamnya. Entahlah, bibirku tiba tiba saja tersenyum saat mengingat itu. Tapi, apakah aku masih boleh mengingat saat saat paling bahagia dihidupku dengannya?

Suara pintu dibuka menyadarkanku untuk kembali kedunia nyata. Tentu saja yang masuk itu adalah dokter yang biasa memeriksaku setiap hari. Dokter bilang besok aku dibolehkan untuk pulang. Rasa senang tentu saja datang namun, apa setelah ini lisa akan pergi? Ketakutanku saat ini memang tak beralasan.

"Aku akan pergi kerumah kamu"
Pamitnya kepadaku, tapi untuk apa lisa kerumahku?.
"Aku akan membersihkannya"
Lisa masih bisa membaca pikiranku hanya dengan tatapanku.

"Jangan pergi"
Entah kenapa aku mencegahnya pergi, ketakutanku akan semakin bertambah saat lisa tidak ada dipenglihatanku. Sebut saja aku egois untuk saat ini.

Lisa menuruti apa yang aku katakan. Dia kini duduk disamping ranjangku dengan tangannya mengambil semangkok sup hangat, lalu menyuapiku. Lisa masih memperhatikanku tapi, rasanya tak seperti dulu. Sikapnya dingin. Apa aku yang telah mengubah sikapnya hingga seperti ini? Aku bahkan sudah lupa dengan luka yang lisa buat, luka yang sangat sulit menghilang, dan kini aku tidak lagi merasakan sakit dari luka itu. Tapi, aku merasakan lisa akan mengukir luka secara perlahan dihatiku. Apa yang lisa akan lakukan itu adalah hasil perbuatanku sendiri bukan?

Aku yang mencoba mengusirnya dari pikiranku sendiri. Tapi ternyata aku juga menginginkannya kembali.

Langit sudah berubah menjadi jingga, waltu berjalan begitu cepat bahkan saat aku hanya memandangi wajah lisa. Seharian aku tidak keluar. Lisa sedang tidur diatas sofa, aku tidak ingin membangunkannya hanya untuk menemaniku keluar mencari udara segar. Aku lebih memilih untuk keluar sendiri, mungkin menikmati langit jingga dapat membuat pikiranku jernih.

"Kenapa ga bangunin aku?"
Aku tidak sadar kalau lisa sudah berdiri disampingku.

"Cuma mau keluar"
Jawabku, sebenarnya aku tak tega melihatnya selalu memperhatikanku, karena saat itu pula aku merasa menjadi manusia paling jahat yang membiarkan orang lain berjuang tanpa tahu kapan perjuangannya berakhir.

Aku hanya melanjutkan kakiku melangkah, dan lisapun ikut mengikutiku meskipun lisa membuat jarak antara dirinya denganku. Sikapnya yang seperti menjauhiku, namun dengan sedikit perhatiannya aku tidak bisa berbuat apa apa. Bahkan hatiku menerima semua perhatian lisa.

Kami duduk dibangku taman. Dan kembali tidak ada percakapan, hanya lisa yang menikmati langit jingga dan aku menikmati pahatan wajah seorang lalisa. Getaran didalam hatiku kembali aku rasakan, ini seperti perasaanku kembali sedikit demi sedikit. Seharusnya dulu aku bersyukur pernah menjadi bagian dari hidupnya. Seharusnya aku memeluknya saat lisa memintaku untuk kembali. Dan seharusnya penyesalan itu tidak ada.

"Jangan pergi"
Aku menggenggam tangannya, berharap disana ada kehangatan yang tersimpan.

"Aku sedang mencobanya, aku sedang mencoba menjadi orang jahat yang kamu minta"
Seperti ribuan benda tajam menusuk tepat didadaku. Satu kalimat yang tak bisa membunuhku tapi, sangat menyiksaku saat keluar dari mulutnya.

The Secret Psyco (Tamat)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora