Lebih baik seperti ini

51 10 2
                                    


Jadilah pembaca yang bijak yaa 🥰

******






       Malam harinya, Haisha awalnya tidak mau mengaji, tapi Asma dan Ranti menjemputnya. Karena ada sesuatu yang penting. Jadi, Haisha terpaksa pegi ke masjid. Dia mengenakan kacamata gaya untuk menutupi matanya yang sedikit bengkak.


"Ca, kamu rabun?" celetuk Ranti yang menyadari Haisha memakai kacamata.
Asma jadi menoleh pada Haisha.

"Eh engga kok, aku lagi sakit mata. Jadinya pake kacamata heheh," jawab Haisha berbohong. Dia merutuki dirinya sendiri karena sudah berbohong. Mau bagaimana lagi? Toh Haisha tak ingin memberitahu mereka. Bisa gawat nantinya,  Haisha takut jadi perbincangan.



"Kirain min matanya kayak Asma hehhe," kekeh Ranti.



Sesampainya dimasjid, Haisha mematung didepan masjid. Matanya kembali memanas, dia tidak salah lihat, ada Fachri disana yang sedang mengobrol dengan Harris. Bukankah dia sudah bilang ingin fokus? Lalu kenapa datang kembali? Saat hati Haisha sedang hancur.



"Eh kok bengong, ayo masuk. Pada nungguin tau," kata Ranti.
Dengan langkah yang berat, Haisha memasuki masjid. Sekuat tenaga dia menahan tangisannya.


Sikap Fachri menampilkan seolah dirinya tidak tahu apa-apa. Fan tak ada yang terjadi. Haisha tahu pasti, dia juga sudah diberitahu oleh wanita tadi siang mungkin.
Haisha duduk paling ujung sebelah kiri, berhadapan dengan Harris. Sengaja sebetulnya, Haisha sedang menghindari Fachri.




"Assalamu'alaikum warrohmatullahi wabarokatuh. Sebelumnya kakak mintamaaf mengumpulkan semuanya, waktu kakak pamitan sama kalian itu ada yang lupa heheh ... maaf ya. Jadi mumpung diizinkan, kakak dateng kesini mau ngasih kalian kenang-kenangan. Maaf ya heheh ... kakak insyaallah bakal kesini sesekali main kok. Ini ada nama kalian masing-masing kok," kata Fachri sambil menyodorkan beberapa lembar kertas yang sudah igambar sedemikian rupa oleh kaligrafi nama murid ngajinya.


"Wa'alaikumussalam warrohmatullahi wabarokatuh." Jawab semuanya. Termasuk Haisha, hanya saja, suaranya sangat pelan. Mungkin bibirmya saja yang bergerak.


"Ada kesan pesan gak buat kakak? Selama kakak ngajar gitu," ujar Fachri.

Haisha sudah tidak tahan lagi. Dia bangkit dari duduknya dan berkata, "maaf kak izin ke toilet."

Padahal, matanya sudah tak kuasa lagi menahan tangis. Melihat Fachri yang seolah tak tahu apa-apa membuat dada Haisha semakin sesak.
Haisha pergi ke depan toilet perempuan. Dia menangis sepuasnya di sana. Bahkan lukisan kaligrafinya ia tinggalkan di dalam masjid.
Haisha terduduk dilantai sambil memeluk kedua lututnya dan menyembunyikan wajahnya diantara lipatan kedua tangannya.


Haisha menangis cukup lama di sana, membuat yang lain jadi khawatir.

"Apa Haisha sakit? Kok lama ya?" tanya Ranti.


"Coba kamu cek Ranti," perintah Harris.


"Biar kakak aja," cegah Fachri. Ranti dan murid ngaji yang lain merasa bingung. Apakah sesuatu telah terjadi diantara keduanya?


"Yasudah, awas ingat batasan!" Harris memperingati Fachri.


"Iyaa ane tau kok."

Fachri keluar dari masjid, dia melangkahkan kakinya menuju ke toilet perempuan. Berhubung toile perempuannya ada di dalam, jadi Fachri memasuki area wudhunya. Dan betapa terkejutnya Fachri saat mendapati Haisha  sedang menangis didekat tempat wudhu. Sambil memeluk lututnya fan menyandarkan punggungnya didinding. Ditambah lagi, suara tangisannya terdemgar sangat memilukan.

Ingin rasanya Fachri memeluknya, tapi dia tersadar, Haisha bukan mahromnya.

"Kamu kenapa dek?"
Mendengar suara yang familiar, Haisha mendongakkan kepalanya. Dia mengusap kasar bekas air matanya. Setelah dirasa selesai, Haisha kembali menundukan kepalanya.


"Gak papa kak, aku lagi sedih aja," alibi Haisha.



"Dek, kakak tau ... maaf kakak gak bilang dulu. Kakak juga gak mau sebenernya. Cuman orang tua kakak maksa mau jodohin kakak, dan maksa buat nerima perjodohannya," papar Fachri dengan suara yang rendah.



"Oh iya kak, tabarakallah semoga dimudahkan sampai jenjang pernikahan," tukas Haisha sambil berdiri dan meninggalkan Fachri di dalam sana.


"Kamu nyerah gitu aja dek? Kakak suka sama kamu dari awal kakak ketemu kamu di angkot. Dek! Dengerin kakak dulu," kata-kata Fachri membuat Haisha kembali mengingat moment dimana waktu itu dia satu mobil dengan Fachri.



"Mau dengerin apalagi kak? Udah jelas kan? Dan aku gak mau jadi perusak perjodohan kakak. Aku lebih seneng kayak dulu lagi aja, saat kita gak ada   apa-apa. Mungkin lebih baik begini, aku nyerah kak, iya aku nyerah. Aku akan serahkan semuanya sama Allah. Semoga lancar kakak," kata Haisha sebelum benar-benar pergi, dan masuk ke dalam masjid.



"Semuanya maaf ya Haisha bikin khawatir, Kak Harris, dan temen-temen semuanya Haisha izin pulang duluan ya? Haisha lagi kurang enak badan. Gak papa kan?"



"Iyaa gak papa, semoga cepet sembuh," kata Harris mewakili semuanya.
Haisha mengambil lukisan kaligrafi buatan Fachri. Lalu mulai melenggang pergi jaub dari pandangan orang yang berada di dalam masjid.



"Ranti, Asma, kalian anterin Haisha ya, takutnya ada apa-apa dijalan kalo gak ditemenin," ujar Fachri dari dekat pintu masjid.


"Siap kak!" timpal keduanya dengan serempak.




Ranti dan Asma pun mengejar Haisha yang sudah jauh beberapa meter dari keduanya.
Mendengar suara berisik yang berlari menggunakan sandal jepit, membuat Haisha menghentikan langkahnya yang gontai.

"Huh ... huh ... Haisha tungguin. Kita temenin huh ..." kata Ranti dengan posisi membungkukan badan. Sambil berusaha memperbaiki nafasnya.



"E—eh padahal mah gak papa, aku bisa sendiri hehe ... lagian gak enak badan biasa kok," ucap Haisha.


"Gak! Pokoknya kita anterin sampe rumah kakak!" tegas Asma.


"Makasih ya, kalian tadi udah jemput, eh sekarang malah disuruh anterin ku pulang. Maaf bikin repot," tukas Haisha, pasalnya dia merasa tak enak hati pada keduanya.


"Gak papa kali Ca, ayo lanjut jalannya heheh," sambar Ranti.


"Ayo!"




.

.

.

.

Tbc


Yeayyyy aku double update heheh..

Gimana nih sama chapter ini?

Jangan lupa kasih ⭐
Dan kritsar 💬


Salam ukhuwah dari author ♥️

Magnificent Journey [COMPLETED]Where stories live. Discover now