🌺 39 🌺

576 28 16
                                    

5 tahun kemudian....

Kinan berjalan keluar dari ruang imigrasi, dengan kacamata berwarna cokelat tua miliknya, setelah mengurus beberapa urusan. Ia melirik jam ditangannya.

"Sudah aku bilang, aku akan sampai pukul satu siang ini.  Kenapa dia tidak menjemputku. Keterlaluan."

Kinan menghentakkan kakinya dan berdecak kesal. Ia mengedarkan pandangannya ke sekitar, dan menangkap sosok yang sedang berlari ke arahnya.

"Maaf.. haahh.. hah... Aku tidak tahu ternyata ini adalah kau." Alvin menghampirinya dengan napas yang tersengal-sengal

Kinan melepaskan kacamatanya. "Memangnya aku sangat berbeda sampai kau tidak bisa mengenaliku Alvin?"

"Aku lupa kalau kau mewarnai rambutmu menjadi cokelat terang seperti ini. Kalau di video call tidak terlalu kelihatan. Kau juga memakai kacamata," jelas Alvin yang kini sudah menegakkan tubuhnya.

"Ya sudah tidak usah dibahas. Ayo pulang," gerutu Kinan.

"Kau tidak mau memelukku? 5 tahun kau pergi dan sekarang kau tidak mau memelukku? Padahal aku meninggalkan urusanku di kantor hanya untuk menjemputmu," Ujar Alvin merajuk.

"Hahahaha. Kau sungguh menggemaskan. Aku rindu padamu tentu saja." Kinan memeluk Alvin. Alvin pun membalas pelukan itu sangat erat. Meluapkan rasa rindunya.

"Ayo pulang. Ibumu pasti rindu padamu. Aku juga harus balik ke kantor. Menjadi CEO itu sungguh membuatku pusing."

Mereka berjalan menuju ke parkiran. Banyak orang-orang yang memperhatikan Kinan. Kini namanya sudah dikenal Indonesia karena membawa nama baik negaranya.

Kinan harus banyak tersenyum karena banyak orang yang memanggilnya hanya sekedar menyapanya. Namun langkah mereka terhenti karena seseorang menghampiri mereka.

"Halo kak Kinan!"

"Iya. Kau siapa?" Tanya Kinan ramah. Tapi ia memang tidak mengenali gadis remaja itu.

"Aku penggemarmu. Namaku Sinta. Aku selalu menonton pertunjukkan ballet kakak selama satu tahun ini, walaupun hanya dari internet."

"Astaga. Terima kasih anak cantik. Kau menyukai ballet juga?"

"Tentu saja. Aku bermimpi seperti kakak, menjadi sepuluh penari ballet terbaik dunia."

Alvin menahan senyumnya yang hampir merekah lebar. Ia sangat bangga dengan gadis yang dicintainya.

Setelah Sinta gadis remaja itu meminta foto dengan Kinan dan pamit meninggalkan mereka, Alvin merangkul pinggang Kinan dan melanjutkan perjalanan.

"Siapa yang menyangka, cinta pertamaku ini sudah menjadi orang yang terkenal?"

"Siapa juga yang menyangka sekarang kau memimpin perusahaan ayahmu?"

Senyum pun merekah diantara mereka berdua.

Sesampainya di rumah, ternyata Kinan disambut oleh semua sahabatnya yang dengan sengaja mengambil cuti dari kerjanya hanya untuk menyambut Kinan.

"Welcome home Kinan! Sungguh aku bangga luar biasa padamu." Peluk Naya erat.

"Bisa saja kau ini! Hahaha. Aku tidak menyangka saat kau mengabarkan padaku, kau bertunangan dengan Dimas." Kinan melepaskan pelukannya.

"Aku lebih tidak menyangka lagi saat Metha dan Bara bertunangan juga. Dulu saja jijik, tapi ujung-ujunganya bertunangan, dasar." Naya melirik Metha yang kini sedang terkekeh di sampingnya.

"Kinan, 5 tahun kau tinggal di Amerika, rambutmu berubah menjadi cokelat? Kau sudah persis seperti orang sana," kata Metha sambil menyipitkan matanya.

Memory Of First Love [Completed] ✓Where stories live. Discover now