Bab 17 Kenyataan Pahit

32 1 0
                                    

Sudah tiga hari ini Sukma mulai bisa beraktifitas seperti dulu, berjalan manapakkan kakinya di tanah yang basah. Beruntung sekali ia bertemu dengan Bi Imah, perempuan baik hati meski hidup sebatang kara. Bi Imah menggantungkan hidupnya dengan bekerja sebagai buruh jemur ikan kering. Pendapatannya sangat minim dua puluh ribu dari pagi hingga senja menjeput petang.

Suaminya meninggal saat berlayar di laut dua tahun lalu, sampai sekarang mayat suami Bi Imah belum di temukan. Kedua anaknya merantau di kota Banten, sudah berkeluarga dan menetap di sana. Sudah berulang kali sang anak mengajak Bi Imah ke kota, baginya laut dan pantai adalah seluruh hidupnya.

"Neng, pulang! Senja itu pamali di pinggir pantai, nanti kerasukan Nyai Ratu penjaga pantai," ujar Bi Imah menggandeng tangan Sukma untuk pulang.

"Bi Imah ada-ada saja, lihatlah selendang jingga itu begitu memesona. Keindahan yang tercipta dari lukisan alam nyata,"  balas Sukma.

Bi Imah hanya mengangguk lalu mengajak Sukma masuk ke dalam rumah, ia menyuruhnya duduk di ruang tamu. Bi Imah menyerahkan tas Sukma, beserta semua isi di dalamnya. Ponsel, charger, dompet, uang, ktp, kartu atm, sim, stnk mobil.

"Neng, itu barang milikmu, Bi Imah hanya mengeringkan saja waktu itu. Uang juga masih dalam jumlah sama ketika ditemukan empat juta limaratus, itu hp basah bibi jemur juga tapi gak nyala ya," ujar Bi Imah polos.

"Ini untuk Bi Imah, biar saya coba nyalakan ponsel saya," balas Sukma.

"Bi Imah ga mau uang Neng Sukma, bibi nolong karena Allah, tulus ikhlas," tolaknya.

"Bi Imah, Sukma tidak tahu bagaimana caranya berterima kasih kepadamu, jika tak ada bibi pasti Sukma sudah mati," lirih Sukma yang kemudian menangis sesegukan.

Perempuan yang baru di kenalnya, namun memberikan banyak pelajaran hidup. Rajin sholat, rajin bekerja, tidak pernah mengeluh, hatinya bersih tanpa pamrih apapun. Bahkan tidak mau menjadi beban kedua anaknya. Andai semua orang seperti Bi Imah, pasti bumi ini akan tentram dan damai.

"Sudah jangan menangis lagi, coba nyalakan Hpnya pasti rindu dengan pacar ya," goda Bi Imah, "Mas Raka namanya, yang Neng sebut saat pertama kali bangun,"

Begitu mendengar nama Raka di sebut, semua ingatan Sukma berputar seperti rekaman film. Lima belas hari yang lalu saat ia berjanji bertemu dengan Raka di Dermaga Tanjung Priuk. Sukma tidak menaruh curiga pada note yang di selipkan di pintu apartemennya, ia pun membaca note tersebut.

Temui aku di dermaga Tanjung Priok, pukul sembilan malam

Karena ingin memberikan kejutan pada Raka, ia sengaja mematikan ponselnya sedari pagi. Sukma tetap bekerja, namun berpesan pada semua orang jika Raka mencarinya katakan saja tidak bekerja karena sakit. Ia pun mandi di rumah Bu Sarah, mengganti baju serta berbuka disana. Pukul delapan malam Sukma berpamitan, ia sengaja naik taksi biar Raka kebingungan mencari dirinya.

"Stop disini, pak" ucap Sukma lalu membayar tagihan taksi tersebut.

Sukma berjalan menuju dermaga, tempat yang dulu pernah di kunjunginya bersama Raka. Itu pun sudah lama sekali, saat mereka masih kuliah bersama. Dermaga nampak begitu indah, banyak kapal yang bersandar. Gemerlap lampu menambah ceria suasana, Sukma tidak sabar untuk bertemu dengan Raka.

"Wow anak pelakor ternyata tak sepintar yang kuduga, bodoh! Masuk kandang singa tapi tak merasa," ejek Ayu.

"Apa maksud kamu?" tanya Sukma yang tak menyadari jika dirinya berada dalam bahaya besar.

"Tangkap dan ikat dia, bawa ke kapal yang sudah kusewa," perintah Ayu pada dua orang bodyguardnya. Sukma berlari menghindar, sekuat apapun dirinya berlari percuma. Disini adalah sudut sepi dari dermaga ini, tak akan ada orang yang melihat atau pun mendengar teriakannnya. Apalagi hari sudah beranjak malam. Sukma hanya bisa pasrah saat tertangkap ank buah Ayu.

"Ayu lepaskan, apa sih yang kamu inginkan," pinta Sukma.

"Kematianmu, kamu adalah orang yang merusak keluargaku. Ayahku lebih memilih ibumu, Raka dan Ardi pun memilihmu," tangis Ayu namun beberapa saat kemudian ia tertawa terbahak-bahak, "jangan takut aku akan berikan kematian yang menyenangkan,"

Sukma pun di bawa ke kapal kemudia mereka berenam dengan nahkoda dan satu anak buahnya berlayar entah kemana. Tali yang mengikat tubuh Sukma di lepas, mereka pun memulai pesta di dalam kapal. Berbagai macam jenis minuman keras tersedia di sana,  music mengalun dengan keras. Ayu mengguyur tubuh Sukma dengan  minuman tersebut, kemudian menarik baju sukma hingga robek.

"Gaes, nikmati dulu gadis itu, puas cincang biar di makan ikan di laut," perintah Ayu.

Para anak buah Ayu mulai mendekati Sukma, menjamah tubuh mulusnya. Sukma tak lebih dari jalang yang di jamah oleh beberapa orang. Isak tangisnya tak ada yang iba, ia kotor dan begitu hina. Semua baju terlepas sudah dari tubuhnya, menyisakan dalaman saja. Seorang pria tiba-tiba memeluknya erat seperti singa lapar yang hendak menghabisi mangsanya.

Melihat semua orang lengah dan mulai mabuk, Sukma memendang keras kemaluan lelaki itu. Dia keluar dari kapal, Ayu berteriak manggil namanya. Tanpa pikir panjang, ia pun segera terjun ke dalam laut. Yang ada dalam pikiran Sukma saat itu ia lebih baik mati di makan hiu dari pada mati karena di nodai.

"Ya Allah, ampuni hambamu yang kotor ini," ujar Sukma kemudian luruhlah air matanya.

"Neng kenapa? Nyalakan itu hpnya biar bisa menghubungi keluarga," usul Bi Imah.

"Aku mengingat semuanya, Bi Imah," ujar Sukma.

Sukma menceritakan semua hal yang terjadi pada dirinya, tentang Ardi dan juga Raka. Perihal Bundanya yang di tuduh pelakor dan semua masalah yang datang silih berganti.

"Pasrahkan semua pada, Allah karena ia adalah dzat yang maha menolong. Tekunkan ibadahmu, serahkan semua kepadaNya. Insyaallah akan datang beribu kemudahan,"

=============
Endang Violetta

Part 17 meluncur gaes, makin penasaran gak?

Rahasia Cinta Sukma (Completed)Where stories live. Discover now