PART 18

582 80 11
                                    

Gian baru saja mengetikkan sesuatu di ponselnya ketika suara sang ibu berseru memanggil namanya. Ia bergegas mematikan ponsel tersebut kemudian langsung berjalan cepat menuju ke lantai bawah. Ia tau pasti ibunya sedang menunggu di ruang keluarga.

Sesampainya di sana, Gian melihat ibunya duduk di sofa. Di sampingnya ada Firda yang melipat kaki demi mendapat posisi nyaman. Anak itu sedang menikmati acara yang terpampang di televisi.

"Kenapa, Ma?" tanya Gian.

"Sini duduk dulu." Ibunya menepuk sofa di sisi lain yang masih kosong.

Gian duduk, "Kenapa? Nggak biasanya Mama manggil aku."

"Kamu masih nanya? Masa nggak tau sih apa yang mau Mama omongin?"

Gian menggeleng, "Emang Mama mau ngomong apa?"

"Mama mau tanya sih. Jadi yang waktu Mama mergokin kamu di lapangan basket indoor itu ternyata kamu lagi bolos ya sama Aileen?" tanya Faiza.

Ya, Faiza adalah ibunda dari Gian. Tidak banyak yang tau tentang ini di SMA 60, mungkin kalo dihitung hanya tiga orang saja. Gian pun enggan semua orang tau tentang ini. Bukan karena malu atau apa, tapi dia hanya tak mau dipandang berbeda oleh orang-orang sekitarnya jika mereka tau bahwa dia adalah anak dari guru BK SMA 60.

"Bukannya Mama udah tau? Kenapa nanya lagi?" Gian menjawab cuek.

Boleh saja orang yang didepannya ini adalah sang ibu, tapi jangan harap Gian akan bersikap manis ataupun manja. Karena Gian adalah Gian. Dia menunjukkan rasa kasih sayangnya dengan cara yang spesial.

"Tumben banget kamu bolos? Udah bosen sama belajar?" tanya Faiza. Kali ini ada nada tegas di setiap ucapannya.

"Waktu itu ada rapat, Ma. Aku bosen di kelas. Terus sekalian mau ngembaliin sesuatu ke si bodoh itu. Eh dia malah ngajakin bolos."

"Beneran kamu diajakin Aileen bolos? Nggak salah ya? Mama itu udah mengenal Aileen lebih lama daripada kamu. Mungkin kamu baru saja kenal dia karena kebetulan kalian sekelas. Tapi Mama kenal dia jauh sebelum itu."

Gian mengernyitkan dahinya bingung, "Jauh sebelum itu? Maksud Mama apa?"

"Mama pertama kali lihat Aileen waktu dia baru saja masuk SMA 60." Mata Faiza memandang depan dengan sorot menerawang, "Dia itu orang yang paling kuat menurut pendapat Mama. Tau nggak kenapa? Dia cuma punya satu teman si Visha itu. Mama juga sering denger bahwa dia terus-terusan diremehkan oleh orang lain. Tapi kamu tau? Dia hanya balas sama senyum atau bahkan balas makian seolah dia lebih kuat dari orang yang menggunjingnya."

"Lebih kuat?"

"Mama pernah memergoki dia menangis di taman belakang sekolah. Saat itu semua murid sedang belajar, dan dia sendiri disana. Dia terus mukul-mukul dadanya sendiri seolah ada beban berat di sana. Pada waktu yang sama, Mama pengen banget meluk dia. Tapi dia keburu berdiri lalu menghapus air matanya biar nggak ada yang tau kalo dia nangis. Dan saat dia lihat Mama ada di sana, dia kembali jadi Aileen yang biasa. Tersenyum cengengesan tanpa beban."

Gian mendengus keras, "Dia memang selemah itu."

"Menurut Mama itu bukan bentuk kelemahan," Wanita itu tersenyum lembut khas seorang ibu. "Justru itu adalah cara Aileen untuk menunjukkan bahwa dirinya kuat. Dia nggak pernah mau menangis di depan orang lain. Dia selalu menganggap bahwa bebannya adalah bebannya. Beban yang harus ia selesaikan sendiri tanpa bantuan orang lain. Entah sejak kapan, Mama selalu percaya sama dia."

"Jadi apa yang dia bilang itu nggak bohong berarti?"

Faiza mengerutkan keningnya bingung, "Emang apa yang Aileen bilang?"

Brokenheart Syndrome [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang