"Mulut mu itu manis sekali ketika berucap" ia mendengus namun diikuti senyuman tipis. Tipiiiss sekali sampai aku hampir merasa kalau aku salah lihat.

"Tapi Papa.. sebenarnya aku punya satu permintaan," tayaku ragu-ragu.

"Katakan."

"Aku tahu Papa yang mengatur segara urusan rumah tangga istana dan juga disibukkan dengan urusan militer hingga luar negeri."

"hm.. lalu?"

"Tapi wewenang mengatur istana sebenarnya ada pada permaisuri atau ratu. Dan di istana ini kita tidak memiliki sosok itu dan hanya ada satu putri di kekaisaran ini." Dan itu adalah aku

"..."

"Karena itu bagaimana kalau Athy mulai belajar untuk mengurus rumah tangga istana ... itu yang ku pikir." 

"Tidak."

"eh?"

Hei bisakah kau tidak langsung menolaknya dan pura-pura berpikir dulu? Hatiku sedikit sakit kalau menolaknya sespontan itu!

"Bo-boleh Athy tahu alasannya?"

"Kau masih kecil"

"Umurku 15 tahun."

"Masih kecil."

Ugh.. aku tidak bisa membantahnya. Tidak dengan aura mengerikan yang keluar dari dirinya. 

"Ta-tapi kan ... suatu saat aku juga akan memerintah Kekaisaran. Bukankah lebih baik kalau aku sudah mulai belajar dari sekarang?"

"Itu masih lama."

"Benar, tentu saja aku selalu berdoa untuk Papa ku ini berumur panjang. Tapi bukan itu maksudku..."

Papa menghela napas panjang kemudian menatap cangkir teh nya yang sudah mulai dingin.

"Kau masih terlalu muda. Tidak perlu ikut memikirkan hal-hal seperti itu. Banyak hal yang bisa kau lakukan dibandingkan duduk di balik meja dan mengurus hal-hal yang tidak penting. Biar aku yang melakukannya."

Ucapannya seakan mengatakan apa yang selama ini ingin dia dengar. 

Dari yang kutahu Claude sang kaisar bukanlah sosok pangeran yang diinginkan kekaisaran. dia belajar dan berjuang sendirian, menjatuhkan kekuasaan kakaknya sendiri dan menjadi kaisar. Hal yang ia katakan tadi mungkin sebagai penebusannya untukku. Dia tidak ingin aku merasakan beratnya tanggung jawab seperti yang telah ia lalui.

Aku tahu itu, tapi ...

"Aku sudah tidak ingin melihat Papa ku berjuang sendirian."

Aku bangkit dari kursi ku, berjalan pelan ke bangkunya dan mengambil tangan hangat miliknya. Tangan besar yang selalu mengelus kepalaku ini terasa begitu besar dan hangat. Aku menggenggamnya dengan erat. 

"Aku ingin papa tahu, kalau Papa kini memiliki aku yang bisa diandalkan. Bahwa Papa sudah tidak perlu mengemban tanggung jawab itu sendirian."

 "..."

"Aku tidak akan memaksa, tapi aku ingin Papa memikirkannya."

"Huu... kenapa putriku menjadi keras kepala begini?"

"hehe.."

"Kalau aku mengatakan iya, apa itu juga artinya kelas mu akan semakin bertambah? Kau hampir tidak ada bedanya dengan murid akademi yang tinggal di asrama."

"Aku akan mengunjungi Papa kapanpun aku luang. Aku janji."

"Hanya kelas, mengerti? Aku belum memberikanmu wewenang untuk itu. Kau hanya mendapatkan kelas untuk mempersiapkannya."

PRINCESS DIARY [SIBAP] NEW VERWhere stories live. Discover now