•Part 17 || Tentang Fara

25.7K 1.9K 13
                                    


'Tok..Tok..Tok.."

Sudah tak terhitung berapa kali Alvin mendengar ketukan pintu ruangannya, dan Alvin sudah bosan untuk mempersilahkan masuk, tapi tak juga kunjung masuk. Akhirnya memilih mengabaikan dan melanjutkan pekerjaannya.

'Brakkkk'

Alvin terperanjat saat tiba-tiba pintu terbuka dengan sekali hentakan keras. Dan munculah satu sosok, yang tak diharapkan kedatangannya pada jam-jam seperti ini. Apalagi dengan sebelah tangannya yang membawa beberapa kantong plastik, dan sebelah tangannya lagi membawa empat kotak pizza. Dan sudah di pastikan apa maksud dan tujuannya datang kesini.

"Atas dasar perusakan sarana dan prasana gaji lo bisa dipotong."

"Ckck. Gak mikirin soal gaji. Tinggal mengadahkan tangan dihadapan bokap, ATM penuh."
Bima mengangkuhkan dirinya, jelas lah dirinya tidak memikirkan gaji toh perusahaan ini miliknya. Lebih tepat lagi milik Ayah nya.

"Sombong."

Alvin mencibir, dirinya lupa barusan dia memperingati siapa. Bima Putra Wardana, putra sulung dari Arya Wardana sekaligus pemilik Wardana Group, salah satu perusahaan properti terbesar di Indonesia.
Tepat tempat dirinya saat ini mencari nafkah.

Bukan Bima namanya jika tidak berbeda, saat saudara-saudaranya yang lain berlomba dan bersaing untuk mendapat posisi teratas di perusahaan. Berbeda dengan Bima yang memilih menjabat sebagai Kepala Seksi Desain, yang jelas Alvin memiliki posisi lebih atas dibanding nya.

Bima tidak pernah mengkhawatirkan soal posisinya, toh perusahaan Wardana Group akan jatuh ketangannya juga nanti, saat sang Ayah sudah pensiun. 

Ada alasan mengapa dirinya tidak menduduki jabatan tinggi di perusahaan. Itu karena kesalahannya sendiri dulu, saat Alvin sahabatnya belajar dengan giat dan gigih di masa kuliah, berbeda dengan dirinya yang lebih memilih menikmati masa mudanya dengan main-main, mengesampingkan urusan sekolah dan belajar.

Bahkan memilih satu jurusan yang sama dengan Alvin, itu bukanlah keinginan tersendiri, itu hanyalah untuk memenuhi kemauan orang tuanya. Dan Alvin lah yang ditunjuk sebagai panutannya oleh sang Ayah. Selama ini Alvin selalu menjadi bahan perbandingan, apalagi dalam sisi kecerdasan. Tak ayal, Ayah nya itu tidak main-main dalam mengangkat jabatan Alvin, toh itu sebanding dengan kemampuannya yang telah terbukti.

Apakah Bima, merasa iri ? Tentu tidak. Dirinya pun sadar diri.
Ilmu yang dimilikinya tidak sepadan dengan Alvin. Sudah sepantasnya Alvin menduduki jabatan Project Manager di perusahaan ini, karena skill dan kemampuan Alvin tak usah diragukan lagi.
Maka dari itu dirinya memilih untuk menata karir dari tahap bawah, sekaligus untuk mengasah kemampuan dan melatih dirinya untuk menjadi Direktur Utama, pengganti sang Ayah nanti.

"Salah lo, gue ketuk pintu gak dibuka. Mau langsung masuk bilang gak sopan. Gue gak kesini entar lo neleponin, alesan gak ada temen ghibah, padahal kangen sama gue. Mau lo tuh apasih?"
Bima kembali bersuara setelah menyimpan semua barang bawaannya di meja kerja Alvin, yang tentu membuat sang empunya mendelik tajam.

"Gak ada ya gue gitu Bim. Disini lo yang lebih salah, karena selalu datang bukan di waktu yang tepat."
Alvin menentang keras pernyataan Bima.

"Emang kapan gue bener dimata lo Vin?"
Bima mendrama suasana yang hanya mendapat delikan tajam dari Alvin.

"Lagian gak baik gimana coba gue? Bawain lo makanan, saat lo sibuk kerja sampai lupa udah waktunya istirahat."

"Tapi gak harus bawa makanan sebanyak itu juga kali. Kita kan cuman berdua, yang ada mubadzir."
Alvin menggelengkan kepala, melihat banyaknya makanan yang Bima bawa.

Perfect With You [END]Where stories live. Discover now