SEMUA AKAN BAIK-BAIK SAJA

Start from the beginning
                                    

“Insyaallah.” Kataku saat dia menghapus airmataku.

“Diantara kami bertiga, Inalah yang paling banyak dicoba. Saat kami berusia 2 tahun Ina ikut bersma papa Rizal dan juga Mama Sania sebagai pancingan. Saat kami baru menginjak 5 tahun, dokter memvonis Ina menderita penyakit leukemia stadium 2. Hal itu tentu saja membuat kami semua terpuruk. Terutama bunda. Aku, Raqi dan Ina belum tau apa itu leukemia. Kami hanya tau Ina sering mimisan saat disekolah, dan sering mengeluhkan sakit pada tulang belakangnya. Hingga akhirnya ayah memutuskan untuk membawa Ina ke Jerman untuk melakukan pengobatan. Selama lima tahun Ina melakukan pengobatan disana ditemenin ayah sama bunda. Setelah Ina dinyatakan sembuh mereka baru pulang dan Ina dia kembali bersekolah di Surabaya bersama Mama dan Papa setelah melalui ujian penyetaraan. Menurut dokter udara disini gak baik untuk masa pemulihan Ina. itulah kenapa sampai SMP dia ada di Surabaya.” Cerita kak Azka membuatku terkejut. Aku hanya mampu menggenggam tangannya tanpa berani mengatakan apapun.

“Selama Ina gak bersama kami, aku dan Raqi merasa hidup kami tidak lengkap. Itulah sebabnya aku khawatir banget sama keadaan Ina. sebelum ini dia gak pernah sakit lagi. kalaupun sakit mungkin hanya sakit biasa. Aku dan Raqi selalu memastikan Ina tidak sampai kecapekan karena hal itu bisa menyebabkan daya imunnya menurun. Dan hal itu bisa jadi memicu kambuh lagi penyakitnya. Selama ini Ina gak pernah mengeluhkan sakit apapun sama kami. Makanya aku terkejut banget kemarin. Aku takut Syil… aku takut dia gak akan pernah bersama kami lagi. dia permata kami semua. Dia adik yang sangat kuat. Dia tidak pernah mengeluhkan apapun pada kami. Bahkan saat dokter mengatakan dia mengalami kemandulan primerpun dia tidak mengeluh sedikitpun. Meskipun kami semua tau hal itu sangat memukulnya.”

“Kemandulan primer?” tanyaku memastikan. Apa ini? kenapa ujian yang Allah berikan pada mbak Ina begitu besar. Kemandulan primer.

“Iya… Ina gak pernah mengalami menstruasi sampai usia 15 tahun. Akhirnya bunda membawa Ina ke dokter untuk diperiksa. Menurut dokter, kemoterapi yang dijalani Ina dulu menyebabkan kegagalan ovarium memproduksi sel telur.” Kata Kak Azka. Aku melihat sorot kesedihan disana. Aku hanya bisa memeluknya untuk menguatkannya.

“Itulah kenapa sedari dulu setiap ada seorang ikhwan yang mencoba mendekatinya, mengkhitbahnya selalu dia tolak. Termasuk bang Dhia’. Ina terlalu takut mengecewakan mereka jika mereka tau bagaimana keadaan Ina yang sebenarnya. Dia takut mereka yang datang mengkhitbahnya akan meninggalkannya jika mereka tau yang sebenarnya. Padahal aku sangat tau, Ina sangat ingin bisa menyempurnakan separuh agamanya.”

“Suatu hari nanti… pasti ada seorang ikhwan yang mau menerima Mbak Ina dengan semua kelebihan dan kekurangannya. Percaya deh. Allah tidak akan mungkin membiarkan hamba-Nya terus berlarut dalam kesedihannya. La Tahzan Innallaha Ma’ana. Dia akan datang di saat yang tepat, diwaktu yang tepat, ditempat yang tepat dan dikeadaan yang tepat pula.” Kataku menguatkan.

“Iya sayang. makasih ya. kamu benar… rasanya lega sekali setelah cerita sama kamu. rasanya bebanku selama ini berkurang setelah aku cerita sama kamu. aku bersyukur Allah kirimkan kamu untuk menyempurnakan kekuranganku. Aku mencintaimu.”

“Sama-sama kak. itulah gunanya Allah menciptakan kita berpasang-pasangan. Sekarang kita sholat ya. kita minta sama Allah semoga mbak Ina diberi kesembuhan dari penyakitnya. Dan diberikan yang terbaik untuknya.”

“Hmm sayang…” katanya saat aku hendak berdiri.

“Kenapa kak?”

“Boleh peluk lagi?”

“Enggak. daritadi kan udah meluk terus kak. ayo ah sholat. Udah ketinggalan lho ini.”

“Hehehe… bentar aja sayang.” katanya manja

The Calyx - Story Of Azka & Arsyila (Telah Terbit)Where stories live. Discover now