BIDADARI MASAK GITU

1K 86 11
                                    

Mengenal banyak orang dengan mudah bukan hal mudah untukku, berbeda halnya dengan Zia sahabatku yang memang gampang sekali bergaul. Aku membutuhkan waktu yang sangat lama untuk bisa akrab dengan orang baru. Bahkan aku membutuhkan waktu satu tahun untuk memutuskan bersahabat dengan Zia dan Izard dulu. Tapi sekali aku dekat dengan seseorang, aku akan berusaha menjadi kawan yang paling setia.

Kedekatanku, Zia dan Izard memang tidak bisa dianggap sepele. Persahabatan kami seakan menyatukan tiga keluarga. Bahkan aku tanpa sengaja juga akrab dengan Mas Rayyan, kakak kandung Zia sekaligus sahabat Bang Dhia' kakakku. Sikap dewasa Mas Rayyan membuatku nyaman bila berada didekat laki-laki yang beberapa bulan lalu telah menyelesaikan kuliahnya di Jerman. Bahkan sering Zia merasa kesal karena Mas Rayyan lebih dekat dengan ku daripada dirinya.

Tapi meskipun begitu, toh Zia tak pernah benar-benar marah dan benci kepada ku maupun Mas Rayyan. Kami tetap saling berbagi satu sama lain. Zia orang yang sangat supel dengan orang lain. Cara dia bergaul dengan orang-orang baru terkadang membuatku iri dengannya. Aku tidak pernah bisa semudah itu. Tapi itulah kami, aku merasa Zia sangat bisa menyeimbangi semua kekuranganku. Bahkan tidak jarang dia mengenalkan teman-teman barunya kepadaku. Mengajakku ikut gabung bersama mereka meskipun tetap sih aku ya aku, bukan orang yang mudah bergaul dengan orang baru.

Sama halnya dengan sahabatku satu lagi. Bagiku Izard sosok sahabat dengan paket super komplit. Kadang dia bisa menjadi sosok Zia yang sangat cerewet, kadang juga dia akan menjadi sosok Bang Dhia' yang super duper nyebelin, kadang juga dia akan menjadi sosok mas Ahwas yang sangat perhatian padaku dan Zia, tak jarang Izard akan menjadi sosok mas Rayyan yang sangat bijak menghadapi semua masalah yang ada. Tapi Izard tetaplah Izard. Dia akan menjadi pribadi yang sangat cuek dengan sekitarnya. Lengkap bukan?

Hari ini, kami berada di bandara Internasional Juanda untuk mengantar kepergian mas Rayyan kembali ke Jerman untuk melanjutkan Studi S2nya disana. Aku, Zia, Bang Dhia' dan kedua orangtua mas Rayyan telah berada di Juanda. Dan lagi-lagi Zia mendumel karena keterlambatan Izard.

"Umi dulu kebanyakan manjain Izard kayaknya. Jadi kebiasaan ngaretkan anaknya. Gak ada disiplin-disiplinnya sama sekali." Omel Zia yang dibalas gelengan kepala oleh Umi Qori, Ibunya.

"Kok jadi umi yang disalahin? Izard kan emang masih ada urusan sayang tadi. Dia juga udah dijalan sekarang. Macet mungkin." Kata umi Qori menjelaskan kepada Zia.

"Take Off jam berapa sih mas?" tanyaku tanpa memperdulikan ocehan Zia.

"15 menit lagi Syil."

"Mas Rayyan udah pamit bunda sama ayah belum?" tanya Umi Qori mengingatkan. Mas Rayyan tersenyum lalu mengangguk menjawab pertanyaan uminya. Bunda dan ayah yang Umi Qori maksud ini adalah orangtua dari Izard yang merupakan kakak angkat dari Abi Ali, ayah Zia dan mas Rayyan. Kata Zia, sedari kecil mas Rayyan memang sangat dekat dengan Bunda Rania berbanding terbalik dengan Izard yang lebih dekat dengan Umi Qori. Aku tidak begitu mengenal mereka tapi beberapa kali kami pernah bertemu. Dan aku bisa melihat bagaimana dekatnya dua keluarga tersebut.

"Udah umi sayang. Kemarin waktu Mas ke Blitar kan sekalian pamit. Mas yang sengaja nolak mereka buat ngantar mas ke Bandara mi. Kasian masak jauh-jauh ke Surabaya cuma buat nganterin Rayyan. Lagian kan udah diwakilin si tukang ngaret." Kata Mas Rayyan saat Izard datang. Izard tak memperdulikan sindiran mas Rayyan. Memilih menyalami umi kesayangannya dan Abinya.

"Gak usah nyindir-nyindir deh mas. Belum telat juga kan. Situ juga belum terbang ini." Kata Izard membela diri. Dasar Izard, tidak pernah mau disalahkan dalam keadaan apapun.

"Makanya jangan kebiasaan ngaret Zard." Kini Bang Dhia' mulai bersuara. Aku hanya menjadi pendengar setia saja disini. Sesekali tersenyum melihat tingkah bocah orang-orang didepanku.

The Calyx - Story Of Azka & Arsyila (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang