Diadili

135 21 18
                                    

Arsen, Satya, Joni, dan juga Jun sedang duduk di atas meja dengan ekspresi datar menatap dingin pemuda tampan yang duduk di bangku bawah. Pemuda itu, Devan, hanya bisa diam merunduk saat sedang diadili begini.

"Elo serius sama dia?" tanya Satya membuka pengadilan dadakan itu masih dengan nada kalemnya.

Devan yang ditanya tak berani mendongak, kepalanya hanya mengangguk sekali. Membuat Arsen melengos kasar kemudian angkat bicara. "Enak bener ngomong serius tapi bikin dia nangis"

Satya yang mendengarnya langsung menoleh pada Arsen, dalam batinnya bertanya-tanya apakah seorang Arsen ini tidak sadar jika dirinya juga terlibat masalah yang sama dengan Devan? Cinta pada sahabat sendiri.

"Lo apain?" tanya Satya kembali dengan nada tenangnya. Memang sosok Bapak idaman yang tak langsung emosi seperti Arsen.

Devan sedikit mendongak, "Kemarin malam berantem kecil, terus paginya dia tahu gue nyamperin Adel." ucap Devan sedikit lemah takut takut malah mendapat bogeman.

Joni langsung turun dari meja, berdiri di samping Devan seakan melindungi. Dia tahu rasanya diadili oleh hakim-hakim sangar ini apalagi oleh Satya.

Karena walaupun bossgengnya Arsen, tapi Satya punya peran penting dalam geng mereka, dia seakan yang selalu menjaga agar tidak terpecah belah apalagi urusan love story antar sahabat sendiri. Dan satu lagi, Satya ini emosinya paling stabil bukan kayak Arsen yang gampang tersulut.

"Soal mantannya Cece?" tanya Arsen seakan menembak tepat tentang akar permasalahan sahabatnya ini.

Devan hanya mengangguk. Satya menegakkan badannya, lalu menghembuskan nafas kasar, kadang lelah sendiri mengurusi masalah percintaan sahabat-sahabatnya, padahal percintaannya sendiri masih abu-abu.

"Lo tau lah Pan, Cece cuma belum bisa move on secepat itu, ditambah si Angga juga kurang ajar masih coba deket-deket. Lo kalau mau Cece bebas dari Angga, jangan marahin Cece, datangin Angganya." kata Jun yang sedari tadi menyimak keadaan dan kini akhirnya angkat suara.

"Lo takut?" tanya Joni menembak langsung perasaan sahabatnya itu. Devan emang gengnya Arsen dkk, tapi kalau suruh one by one sama Angga dia masih mikir, tanpa Arsen dia bakal kalah kalau adu fisik sama Angga.

"Gue yang bakal nantang Angga kalau lo nggak berani." celetuk Arsen menatap tajam Devan.

"Nggak usah Sen, nggak perlu juga." kata Devan seakan pasrah dan tidak mau menambah masalah lagi. Mungkin dia harus bersabar saja walau itu sangat lama sampai Cece bisa bebas dari Angga.

Satya turun dari meja, kedua tangannya lalu dimasukkan kedalam saku celana, khas Dipendra Satya. "Datengin baik-baik, ajak ngomong baik-baik. Kalau nanti dia mulai pake fisik, kita yang bakal tamengin." kata Satya memberi saran.

"Kalau nggak gitu, dia bakal terus-terusan ganggu Cece." ucap Joni menambahi perkataan Satya.

Arsen melengos kasar, kini mengangkat satu kakinya ke meja dan satunya menggelantung kebawah. "Gue dari dulu mau tantangin tuh anak, kalau bukan yang lain nahan udah berantem dari dulu sama gue. Cece sahabat gue, dan gue nggak suka dia diganggu kayak gitu. Sekarang lo yang maju, buktiin lo mau ngelindungi Cece." kata Arsen dengan nada menahan geram mengingat betapa tidak tau dirinya Angga pada Cece sahabatnya.

"Kita tamengin." ucap Joni menepuk pundak Devan memberi dukungan.

"Tapi ingat, kompromi baik-baik, jangan emosi dulu. Jangan bikin lo ada di pihak salah. Kalau dia mulai fisik, biarin aja, itu urusan kita-kita sekalian nanti seret dia ke BK." kata Satya mengingatkan kembali, dalam otaknya sudah tersusun rencana untuk memberi pelajaran pada Angga.

District 9 : HighschoolDonde viven las historias. Descúbrelo ahora