Momen Langka

109 14 0
                                    

Sehari setelah upacara 17 Agustus adalah hari perlombaan antar sekolah menengah atas satu Kota se Jakarta Pusat dan tahun ini Pelita Bangsa yang akan menjadi tuan rumah. Karena alasan itu juga akhir-akhir ini Arsen dkk sudah jarang berkumpul satu sama lain, terlebih pengurus OSIS seperti Lena.

Selain Lena, murid-muid aktif eskul seperti Cece di Cheers, Jessie di Cheers dan Band, Devan di Band, Arsen dan yang lainnya di olahraga membuat mereka kian jarang berkumpul lagi. Paling karena yang sekelas saja yang sering ketemu, sisanya cuma paling ketemu kalau pulang sekolah atau bahkan nggak ketemu seharian. Ya iyalah, Pelita Bangsa tuh gede banget, muridnya ratusan ditambah banyak gedung sama bangunan disini, jadi kalau yang namanya kebetulan ketemu tuh peluangnya dikit banget.

"Lo nanti pulang sama Satya lagi? Atau sama siapa?" tanya Cece yang berada di ruang cheers bersama Jessie dan anak-anak lain.

"Dijemput Ayah gue, lagian mereka juga pasti pada sibuk." balas Jessie menyedot segelas jus alpukat yang memang tadi dibelikan Satya sebelum pemuda itu ke kelas mengurus masalah perlombaan.

"Alah, paling juga mereka abis lomba ngelayap cari cecan, apalagi Jojo." kata Cece mencebik mengingat kelakuan teman-teman kelasnya. "Awas aja si Depan menel-menel ke cewek lain."

"Tahun ini supporternya juga dibatesin, keknya takut kek tahun lalu juga."

"Biasalah, mereka kan suka mancing. Apalagi sekarang di PB, pasti banyak yang nantang Arsen tuh. Jangan sampek aja tuh bocah kesulut emosi pas tanding."

Jessie hanya bergumam menanggapi. Kalau dipikir-pikir emang bener sih kalau waktu lomba-lomba gini tuh rawan banget tawuran. "Gue cabut bentar, bilang Amel gue nanti nyusul."

"Mau kemana?"

"Biasalah."



**********



Jessie dengan seragam cheersnya yang pendek melewati koridor bangunan barat tempat ruangan basket berada, ini masih pagi dan anak basket kemungkinan masih ada rapat kecil sebelum pertandingan.

Belum sampai dia ke ruangan basket, dari pintu ruangan basket sosok pemuda tampan bernama Joshua muncul dengan tangan membawa kantung plastik berisi sampah makanan.

"Jo!!"

"Lah, Jes? Ngapain?" tanya Jojo kemudian menghampiri Jessie.

"Panggilin Arsen dong."

"Gak mau nyari gue aja?" tanya Jojo yang malah menaik-turunkan alisnya menggoda Jessie.

"Gue tendang muka Lo ya!!"

"HAHAHAHA, masa gitu aja ngamuk. Yaudah tunggu sini dulu." kata Jojo yang akhirnya masuk dan memanggil Arsen.



"Ngapain?" Arsen keluar dan langsung menghampiri Jessie yang melotot mendengar pemuda itu seakan tidak mau bertemu dengannya.


Jessie di tempatnya hanya mendecak kesal yang membuat Arsen tertawa ringan melihat gadis berponi rata itu cemberut. "Maksudnya, Lo tuh ngapain sih kesini pakai baju kurang bahan kek gitu? Gak ada yang panjangan dikit apa, sendirian lagi. Lo gak lihat daritadi pasti banyak yang mupeng lihat Lo jalan?"

"Ya namanya gue mau cheers Arsen!! Yakali pakai sarung kan gak lucu!!!" teriak Jessie kesal melihat Arsen senajis itu posesifnya.

"Ya gue gak mau lah Lo dilihatin kek gitu."

"Udah udah sih, jangan bikin gue emosi." kata Jessie akhirnya tidak mau berdebat lagi dengan pemuda itu. "Nih, jangan lupa dimakan vitaminnya sebelum tanding." katanya menyerahkan sebuah tas karton kecil yang sedari tadi dia sembunyikan di belakang tubuhnya.

Senyuman Arsen langsung mengembang. Jarang sekali Jessie tuh bersikap gak gengsian, biasanya gengsinya terlalu tinggi untuk melakukan hal seperti ini. "Nah gitu dong, dikasih sendiri ke orangnya. Masa dititipin ke Jojo mulu."

Jessie memutar bola matanya malas, ya gengsi juga akalu dia bersikap manis di depan Arsen, bukan image Jessie banget. "Sen."

"Hm?"

"Nanti ati-ati. Awas aja Lo mancing keributan." kata Jessie sedikit mengancam, sementara Arsen didepannya malah maju dan mengacak rambut Jessie gemas. Dan Jessie pun tak menolak diperlakukan seperti itu.

"Kagak elah, kali ini PB jadi tuan rumah. Gue gak mau malu-maluin sekolah lagi." kata Arsen tersenyum lebar dihadapan Jessie.

"Tapi mereka tuh kadang mancing elo Sen!!"


"Udah sih, kalem kok gue nanti." Arsen menurunkan tangannya dari pucuk kepala Jessie, kemudian beralih merangkul pundak gadis itu dan berbalik mengajaknya kembali ke ruang cheers. "Asal elo disana aja, semangatin gue."


Mereka berdua tidak sama-sama menolak kali ini. Jessie bahkan sudah tidak peduli dengan Arsen yang merangkulnya di sepanjang perjalanan ke ruang cheers. Jessie terlalu larut pada kekhawatirannya, begitupun dengan Arsen yang sangat menikmati momen langka ini.


*******


"Gue kadang mikir." celetuk Bagas yang kini sedang berada di kantin bersama Rania. Harusnya Bagas itu ada di ruang futsal persiapan sebelum tanding, dan Rania harusnya ke ruang OSIS buat bantu persiapan panitia cek peserta lomba. Tapi keduanya malah berkahir di kantin ketika tak sengaja bertemu di samping lapangan voli dekat kantin tadi.

"Elo? Bisa mikir?" tanya Rania dengan nada mengejek khasnya.

Sementara Bagas hanya mengumpat, kemudian melanjutkan perkataannya. "Kan lombanya itu olahraga, banyak di lapangan, terus ngapain kita ngehias kelas?"


"Ya biar bagus bego. Masa iya nanti anak sekolah Lin lihat kelas kita mirip kandang buaya."


Sekali lagi Bagas mengumpat. Memang harus kuat mental bagi para lelaki di kelas 11 IPS 2 untuk berhadapan dengan para cewek di kelas itu. Pasalnya, di kelas itu, ceweknya nggak ada yang kalem. Sekalinya gak banyak tingkah kayak Joana tapi malah galak banget najis, Monica yang keliatannya kalem gitu ternyata kerjaannya joget dance di kelas, atau yang kayak Ane sama Sana deh, emang gak segalak Jessie apa Rania, atau gak hobi pukul kayak Joana apa Cece, tapi mereka berdua itu lemotnya ya ampun kek otaknya cuma buat pajangan doang, cant relate intinya.


"Elo nggak dicariin Pak Win malah ngelayap disini?" tanya Rania kini.


"Ya dicariin. Tapi bosen juga elah di ruang futsal. Mending langsung tanding." kata Bagas tak sabar untuk segera dilakukan lomba, pasalnya daritadi mereka hanya berdiam di ruangan tanpa boleh latihan di lapangan.


"Ya elo mau tanding sama siapa?"


Bagas yang tersadar bahwa sekolah lain belum ada yang datang segera meringis. "Lagian kenapa sih dilarang latihan di lapangan."


"Ya biar lapangannya gak berantakan. Kalian kan kalau main bikin rusuh dimana-mana."

"Elo keknya nanti harus di ruang OSIS apa di kelas aja deh, mulut Lo mengundang hujatan daritadi." kata Bagas yang kesal selalu disulut emosi oleh ketua kelasnya itu. "Udah, gue mau balik aja."


"Ehhh ikuttt!" teriak Rania berdiri segera mengejar Bagas.

"Lah, elo mau ikut jadi tim futsal?"

"Kagak lah bego."

"Terus? Kan ruang OSIS disana, jauh dari rung futsal."

"Diem aja kenapa sih!!"

"OHHH ELO ADA NAKSIR ANAK FUTSAL YA MAKANYA NGIN--IYA IYA DIEM NIHH!!"

District 9 : HighschoolWhere stories live. Discover now