22. AFORISME

10.3K 1K 173
                                    

22. AFORISME

“Karena gue lagi ada meeting. Lo jadi ambil kesempatan buat jalan sama Aarav, hah?!” tuduh Zayn.

Sesuai dengan prediksi Prasasti. Zayn pasti marah setelah melihat Prasasti diantar pulang oleh Aarav. Prasasti juga tidak mengira jika Zayn sudah berada di rumahnya sebelum ia tiba.

“Kenapa lo pulang telat lagi? Because you're still doing schoolwork? Alasan klasik!” ujar Zayn sudah tidak percaya dengan alasan-alasan Prasasti selalu pulang terlambat.

“Gue tadi lagi ada masalah jadi pulang telat,” tutur Prasasti, sekali lagi Prasasti tidak ingin menceritakan masalah di sekolah tadi pada Zayn. Terlebih lagi ini berkaitan dengan Gretha. Prasasti tidak ingin kebencian Gretha padanya terus bertambah.

“Apa harus ada Aarav di setiap masalah lo di sekolah?” tanya Zayn.

“Karena cuma Aarav yang mau bantu gue di sekolah,” jawab Prasasti. Setelah masa lalu keluarga Prasasti terbongkar, orang-orang di sekolah semakin menjauhi Prasasti.

Bullshit! Itu cuma alasan lo biar bisa deket sama Aarav! Do you think I'm stupid?”

“Lo pikir setelah semua orang di sekolah tahu tentang kejahatan bokap gue mereka nggak bakal jauhin gue, Zayn? Bahkan mereka nggak mau ngomong sama gue! Kalau bukan karena Aarav, gue nggak tau gimana nasib gue di sekolah!”

Zayn tiba-tiba mencengkram kuat kedua lengan atas Prasasti. Menatap Prasasti tajam. Mendengar Prasasti terus memuji Aarav didepannya, membuat darah Zayn mendidih.

“Lo tahu kenapa gue nggak pernah suka lo deket sama Aarav? Karena gue nggak suka sama orang yang selalu bantu lo! Lo pantas dijauhin semua orang!” ucap Zayn tidak peduli Prasasti meringis sakit karena cengkraman Zayn terlalu kuat.

****

“Kak Salwa!” panggil Prasasti, mencari-cari keberadaan Salwa di dalam kamar. Setelah Prasasti menekan saklar lampu, lampu pun menyala. Menampilkan barang-barang di kamar yang sangat berantakan.

“Kak?! Kak Salwa dimana?” panggil Prasasti, mulai khwatir.

Rasa khawatir Prasasti menghilang ketika mendapati Salwa tengah berada di balkon kamar. Prasasti tersenyum lega, dihampirinya Salwa yang berdiri membelakanginya. Angin di balkon memang sangat sejuk, pantas saja Salwa saat ini menikmati angin di balkon.

“Kak Salwa ngapain di balkon malem-malem? Anginnya dingin, kalau lama-lama disitu nanti Kakak bisa sakit,” ujar Prasasti selalu mengkhawatirkan kesehatan Salwa.

Salwa masih tidak menjawab ataupun menoleh pada Prasasti di belakangnya. Setiap kali Salwa mendiamkannya, ada kesedihan yang Prasasti rasakan. Mengingat dulu dirinya dan Salwa tumbuh dan selalu berbagi cerita bersama. Prasasti merindukan semua itu. Ada harapan yang selalu Prasasti tunggu, yaitu kesembuhan Salwa.

“Kak ayo kita makan. Tadi bi Surti udah masak makanan kesukaan Kak Salwa,” ajak Prasasti, berusaha membujuk Salwa.

“Kak Salwa?” Prasasti menyentuh bahu kanan Salwa namun langsung ditepis olehnya. Salwa berbalik, menghadap pada Prasasti.

“Pergi! Jangan sentuh saya!” usir Salwa berusaha menjauh dari Prasasti.

“Tapi kata bi Surti, Kak Salwa belum makan dari pagi. Ayo kita makan Kak,” ajak Prasasti lagi, cemas jika Salwa kenapa-kenapa akibat telat makan.

Aarav's (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang