Chapter 32. Misha & Dendamnya

39.7K 1.1K 55
                                    

Misha terus menangis sejak kehilangan bayinya beberapa hari yang lalu, dan yang paling membuatnya sedih lagi adalah. Avram lebih memilih wanita itu, dibandingkan dengan dirinya.

Misha tahu kalau Avram tidak akan pernah mencintainya, dan pria itu juga tidak pernah menghargai usahanya selama ini. Avram sama sekali tidak tahu bagaimana rasa sakit hati yang selama ini Misha rasakan, pria itu hanya bisa menyakiti dan terus menyakitinya saja.

"Tidak usah menangis, karena sudah jelas kalau janin mu sudah keguguran. Jadi apapun keputusan Avram harus kamu penuhi, termasuk perceraian." Ucap Zoya pada menantunya.

"Ma, aku tidak bisa bercerai dengan mas Avram. Mama tahu sendiri kalau aku sangat mencintainya, tolong jangan pisahkan aku dengan mas Avram ma." Mohon Misha pada Zoya.

Zoya pergi meninggalkan Misha sendirian dirumahnya, lagi-lagi tidak ada yang menemani Misha. Dan tidak ada yang menguatkan Misha, padahal wanita itu masih butuh dukungan dari orang-orang sekitar.

Misha lelah untuk menangis, dia juga lelah selalu mengemis cinta dan perhatian kepada Avram. Dengan kemarahan yang bercampur sakit hati, Misha akhirnya membereskan semua pakaian. Dia memasukkan semua pakaiannya ke dalam koper yang akan dia bawa pulang, ke rumah orang tuanya.

Misha sudah muak dengan rasa sakit yang Avram berikan padanya, dan sekarang Misha ingin memberi pria itu pelajaran. Apakah dengan Misha pergi dari rumah, Avram akan mencarinya atau justru pria itu malah tidak peduli.

Setelah membereskan barang-barangnya, Misha segera meninggalkan rumahnya. Dia tidak peduli dengan sikapnya yang seperti ini, toh sikap Avram lebih parah darinya.

Misha menunggu taksi di depan jalan raya, tidak lama dari itu taksi datang. Dan Misha segera naik, lalu memberikan alamat orang tuanya pada sopir taksi tersebut. Sepanjang perjalanan tidak ada air mata yang keluar, hanya saja hati Misha terasa sesak. Dia tidak tahu kenapa jalan hidupnya seperti ini, padahal Misha hanya butuh sedikit cinta dari Avram. Tapi jika cara penolakan Avram seperti ini, apa uanog bisa Misha harapkan lagi dari pria itu.

Setelah beberapa menit perjalanan, akhirnya sopir taksi itu berhenti tepat di depan rumah orang tua Misha. Dan Misha segera turun, tanpa mengucapkan apapun.

Misha mengetuk pintu rumah orang tuanya, tidak lama dari itu Efa membukakan pintu untuk Misha. Misha langsung memeluk mamanya sambil menangis, dan mamanya segera membawa Misha ke dalam.

"Kamu kenapa sayang?" Tanya Efa pada Misha.

"Aku udah gak kuat ma, Avram selalu mengacuhkan aku. Dan dia sama sekali tidak pernah menghargai aku, aku bingung harus gimana ma." Isak Misha, mengadu pada mamanya.

"Ini juga gara-gara kamu Misha, bukannya mama sudah bilang sejak kamu minta menikah dengan Avram dulu. Avram tidak mencintai kamu, jadi dia tidak akan pernah bisa menghargai kamu nak. Lebih baik kamu bercerai saja dengannya, karena rumah tangga kamu sudah tidak pantas dipertahankan lagi." Ucap mama Misha, memberikan nasihat.

"Tapi ma, Misha masih sangat mencintai Avram. Dia pria yang selama ini membuat Misha bahagia, meskipun dia selalu menyakiti Misha." Ujar Misha.

"Kamu harus bisa bahagia tanpa Avram, ingat rasa sakit yang pria itu berikan pada mu Misha. Justru kamu harus membalas dendam padanya, dan juga istri yang Avram punya saat ini." Ujar mama Misha terus menghasut anaknya.

"Jika kamu tidak bahagia, makan wanita itu tidak boleh bahagia. Jika kamu kehilangan anakmu, dia juga harus kehilangan anaknya. Buka mata kamu selebar-lebarnya, balaskan semua rasa sakit yang Avram berikan kepada mu Misha." Ucap Efa menggebu-gebu.

Misha memikirkan semua ucapan Efa, mamanya benar. Misha tidak boleh terus merasakan sakit seperti ini, dia harus membalas dendam pada wanita yang beraninya merebut suaminya. Misha juga tidak akan membiarkan mereka bahagia, sedangkan dirinya menderita.

"Mama benar, Misha harus menghancurkan hidup wanita itu. Misha sendirian yang akan menghancurkan dan menyaksikan kehancurannya, cepat atau lambat semuanya akan berakhir." Ujar Misha.

Efa tersenyum melihat anaknya yang mudah dihasut, bukan maksud Efa untuk mengajarkan anaknya yang tidak benar. Tapi ini demi kebaikan anaknya, karena Efa tidak mau Misha terus-terusan bersedih.

"Lebih baik kamu bereskan barang-barang kamu, mama mau kamu tinggal di sini saja. Tidak usah kembali pada pria biadab seperti Avram, mama tidak sudi kamu tinggal bersama dia."

"Iya ma, terimakasih mama selalu untuk Misha. Mama satu-satunya orang yang peduli sama Misha." Ujar Misha sambil memeluk Efa.

Lalu Misha membawa barang-barangnya masuk ke dalam kamar, kamar yang sudah lama Misha tinggalkan. Dan sekarang Misha kembali ke kamar ini, untuk menetap kembali di sini.

≠≠≠≠

Pagi hari yang cerah menemani Misha dan Efa yang sedang sarapan, keduanya sarapan dengan tenang. Misha menikmati nasi goreng Efa yang menurutnya sangat lezat, karena sudah lama Misha tidak merasakan masakan mamanya.

"Misha, apa rencana kamu untuk menghancurkan mereka?" Tanya Efa.

"Misha sudah merencanakannya dengan matang, mama tinggal tunggu saja tanggal mainnya." Ujar Misha dengan senyum sinis nya.

"Baiklah, tapi ingat! Jangan sampai kamu ikut terluka dalam hal ini, karena mama tidak mau kamu terluka." Ucap Efa mewanti-wanti anaknya.

"Iya ma, Misha ngerti kok. Sekarang Misha pamit dulu ya ma, ada hal penting yang harus Misha selesaikan." Ujar Misha, lalu pergi meninggalkan Efa yang masih duduk di meja makan.

Misha pergi mengunjungi rumah mertuanya, yang sebentar lagi akan menjadi mantan mertua. Dengan menggunakan taksi seperti biasa, Misha sudah berada di depan pintu rumah mewah milik Zoya.

Dengan tingkah sombongnya, Misha memasuki rumah itu tanpa permisi. Dan langsung menuju tempat mertuanya biasa bersantai, Misha bisa melihat Zoya yang sedang meminum teh. Sambil menikmati udara di pagi hari ini.

"Selamat pagi ma." Sapa Misha.

"Untuk apa kamu datang ke sini?" Tanya Zoya, tanpa basa-basi.

"Tentu saja aku ingin memberikan kabar gembira pada mama, aku ingin mengatakan kalau aku dan Avram. Akan segera bercerai." Ucap Misha penuh penekanan di setiap katanya.

"Bagus kalau gitu, pulanglah. Saya akan menyuruh Avram untuk mengirimkan surat cerai ke rumahmu." Usir Zoya pada Misha.

"Oke, selamat tinggal mama Zoya. Dan saksikan kehancuran cucu mu sebentar lagi." Ucap Misha yang masih bisa terdengar oleh Zoya.

Zoya merasa memiliki firasat buruk, apalagi saat Misha mengatakan ingin menghancurkan cucunya. Zoya memang tidak mengenal baik istri dan anak Avram saat ini, tapi Zoya tidak ingin rumah tangga Avram yang sekarang berantakan gara-gara Misha.

Sedangkan Misha sepanjang perjalanan menuju rumahnya terus tertawa seperti orang gila, dia sangat puas bisa mengancam Zoya. Dan rasanya dia juga ingin cepat-cepat membuat Avram hancur.

≠≠≠≠

Part ini khusus Misha, gak papa kan hehehe😂

Bukan Istri Pilihan (SELESAI)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora