Perpustakaan

26 15 1
                                    

Jika memang aku tidak berhak untuk mendapatkan senyum itu, setidaknya teruslah tersenyum bahkan ketika aku sedang menatapmu dalam diam.

〰〰〰〰〰

Samar-samar aku melihat Arya dkk. sedang berkumpul di kantin. Aku memilih untuk menunduk dan melanjutkan jalanku. ‘Kenapa rasanya deg-degan gini sih?’ lagi-lagi aku membatin karenanya.

Tidak banyak yang tau tentang aku mulai akrab dengan Arya kecuali Nandini dan Berlian. Aku sengaja tidak memberitahu teman lainnya karena aku tau Rani pun menyukai Arya. Huft, berat memang mengagumi seseorang yang ternyata teman sendiri pun sama-sama menyukai. Meskipun aku menyukai Arya sejak kelas 10, dan meskipun aku baru tau Rani juga menyukainya, tetap saja aku tak enak padanya. Berperasaan sekali aku ini hehe..

🌻🌻🌻🌻🌻

Hari demi hari berganti, kedekatan ku dengan Arya semakin terdengar di penjuru sekolah. Termasuk Rani yang selama ini aku selalu rahasiakan.

"Tadi gua ketemu Arya Lin," ucap Rani.

"Kemana dia?" tanyaku.

"Kantin sih kayanya, abis pada solat."

"Alhamdulillah," ucapku tenang.

Tak lama aku melihat Arya dkk. melewati koridor samping kelas. Aku menahan nafas untuk mengurungkan aksi teriak. Arya melirik, begitupun dengan aku yang menatapnya lurus. Saat sudah tak terlihat, refleks aku teriak yang membuat Rani dkk. menatapku heran.

"HUAAAA SENENG," ucapku.

"Bisa bikin gila ya si Arya doang." Berlian bersuara.

"Ih gila ganteng banget ga sih?" kataku heboh.

"Engga." ucap Berlian dan Nandini.

"Ooh Arya tuh yang itu, cakep ko Lin. Bisa lah," ucap Putri.

"Bisa apaan heh?!"

"Bisa di jadiin pacar” ucapan Putri yang membuatku langsung tediam.

‘Mana mungkin Arya mau denganku.’ batinku meringis.

Bel masuk berbunyi, yang membuatku harus melawan rasa penat sekaligus semangat karena bertemu dengan mata pelajaran yang aku suka. Tapi, sepertinya dewi fortuna sedang berada di pihak anak cowo di barisan ku.

“Yes!!!” sorak mereka senang.

“Noh kan apa gue bilang, itu guru gaada dan gaakan masuk. Sekaligus ngga ngasih tugas.” ucap ketua kelas yang sepertinya sedang berdebat dengan kawan semeja nya.

Aku membalikkan badan ke belakang dan mengajak Nandini yang sedang di kursi Berlian untuk membantu mengembalikan buku paket perpustakaan yang sempat dipersiapkan sebelum pembelajaran di mulai. Karena tidak ada tugas, dan selesai mata pelajaran matematika adalah waktu pulang, maka kita akan mengembalikan buku itu sekarang juga.

“Ikut Lin.” ucap Rani.

“Iya ayo sekalian bantu bawain biar ga berat.” ucapku menimpali.

“Gua rasa bawa buku ini, satu bukunya aja udah ada satu kilo lebih. Iya ga si?” ucap Aryani yang dibenarkan oleh Nandini.

Ya karena memang buku paket ini lumayan tebal, namun lebih tebal lagi buku paket fisika dan biologi. Huft-,

🌻🌻🌻🌻🌻

Aku mengendap di ambang pintu perpustakaan karena melihat penuhnya kursi perpustakaan. ‘Tumben. Numpang ngadem doang kan lu pada?’ batinku suudzon.

Rani menyikut lenganku membuatku membelalak kala sedang melamun. “Cogan noh.” tunjuknya dengan tatapan dan dagu.

“Cih. Mata lo Ran,” ucapku sumringah kala melihat.. Ya siapa lagi jika bukan Arya?

“Masuk Lin, nulis sana.” pinta Nandini.

“Tau ih, sana mumpung ada Arya noh.” ucap Berlian.

“Ish malu tau. Sana lo Ran, gua di luar aja udah.” ucapku antusias dan menyerahkan buku yang ku bawa agar berpindah diposisi Rani.

“Gak ada adab lo Lin, sumpah.” ucap Rani kesal.

Sedangkan aku dan yang lain hanya terkekeh karena tingkahku sendiri. Begitulah jika sudah berkomunikasi dengan orang se-gesrek Rani. Tapi dia menyenangkan dan sekaligus menjengkelkan.

Setelah mereka masuk, aku tetap memilih di luar dan diam-diam menatap Arya yang sedang berbincang dengan wanita disertai senyum yang mengembang. ‘Aku ingin senyum itu untukku.’ batinku lagi-lagi sendu.

°
°
°
°
°

Kalo kalian diposisi Arlin, mending masuk atau tetap di luar sih? Coba kasi author alasan ya!!

Salam paksa author nekat! Next terus yak!!

Aku, Cinta & Gengsi (SELESAI)Where stories live. Discover now