"Syila gak papa kok bun... Syila... Syila..." Kata Syila sambil meremas jari-jari tangannya. Ada kekhawatiran disana.

"Hey... liat sini? Kamu kenapa? Jangan coba-coba bohong sama saya? Katakan apa yang kamu rasain?" Kataku membawa matanya untuk menatapku. Syila masih mencoba untuk membuang pandangannya. Selalu begini.

"Syila... denger. Berapa kali saya mesti bilang kalau kita bakal hadapi semua ini bareng-bareng. Kamu kenapa? Apa yang kamu rasain? Jawab saya?" Kataku penuh penekanan. Aku gak peduli ada keluarganya disini. Sebulan mengenal Syila membuatku tau gadis ini terlalu banyak menyembunyikan perasaannya sendiri. Dan aku tak pernah suka itu.

"Syila takut..." Kata Syila sambil menangis. Allahurabbi... langsung aku bawa Syila dalam pelukanku.

"Apa yang kamu takutkan? Kan ada saya disini? Ada ayah, bunda sama bang Dhia' juga." Tanyaku melembut. Kalau sudah menangis seperti ini Syila hanya bisa dihadapi dengan cara lembut.

"Syila takut orangtua kakak gak akan mau menerima Syila... Syila... Syila..." Jadi karena ini.

"Denger... mereka menerima kamu. Mereka sangat ingin ketemu kamu. Nanti, pelan-pelan kita kenalan sama mereka ya. Lewat telpon aja dulu. Kalau kamu sudah benar-benar siap kita ke Blitar. Ya?" Kataku mencoba meyakinkan Syila. Aku gak ngerti apa yang sedang ada dipikirkan istriku diotak kecilnya ini. Benar-benar menguji kesabaranku

"Tapi..."

"Jangan pernah ada tapi diantara kita Syila."

"Duh bahasamu Ka... puitis banget kayak ayah kalau lagi ngerayu bunda yang lagi ngambek." Celetuk Bang Dhia' tiba-tiba. Ini orang ya, kadang-kadang.

"Bang... gak ngerti sikon banget. Liat tuh adek kamu jadi malu." Kata Bunda saat melihat Syila yang tiba-tiba menyembunyikan wajahnya didadaku. Katanya malu kenapa malah makin nempel gini?

"Ya habisnya abang gerah liat mereka. Dunia berasa milik berdua aja."

"Udah-udah... bun jadi belanja bulanan gak? Udah siang nih." Ingat ayah. Bunda sama ayah memang mau belanja bulanan tadi katanya.

"Ya Allah bunda sampek lupa saking asyiknya liat penganten baru mesra-mesraan. Yaudah yuk."

"Eh abang ikut dong bun, masak abang ditinggal bareng pengantin baru gini?"

"Kamu mau ngapain ikut? Tumben? Biasanya disuruh nganterin bunda aja ogah-ogahan." Sahut bunda

"Ya daripada liat mereka terus."

"Hahahaha... Syila mau ikut." Kata Syila tiba-tiba. Eh dia yakin?

"Kamu yakin?" Tanyaku meyakinkan

"Adek dirumah aja ya? Nanti biar bunda yang beliin."

"Adek juga mau belajar beradaptasi sama banyak orang bun... boleh ya? Kan ada Kak Azka yang jagain adek." Kata Syila dengan wajah melasnya. Dasar istriku ini, paling tau gimana ngerayu.

"Gitu ya, mentang-mentang sekarang udah punya suami dikit-dikit Kak Azka apa-apa Kak Azka. Abang sama ayah dilupain." Celetuk Bang Dhia' sambil memeluk istriku tiba-tiba. Membuat Syila tersentak. Meskipun Syila sudah bisa membiasakan diri dengan kebaradaaan Bang Dhia' dirumah ini, tetapi Syila terkadang masih takut dengan sentuhan-sentuhan dari abangnya.

"Eh maaf dek... abang suka lupa." Kata Bang Dhia' lagi saat melihat reaksi Syila.

"Abang gak salah kok... adek hanya perlu banyak membiasakan diri sama sentuhan-sentuhan Bang Dhia' yang suka tiba-tiba." Kata Syila mencoba mengatasi ketakutannya. Aku tersenyum sambil menggenggam tangannya. Meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja.

The Calyx - Story Of Azka & Arsyila (Telah Terbit)Where stories live. Discover now