"Tidak. Kita sudah sepakat untuk tidak membahas itu lagi."

"Beri aku penjelasan atau berkata iya sebagai pengakuan. Eren, aku bersamamu sudah bertahun-tahun. Tidak perlu kamu ragukan lagi atas penilaianku ini, sebab aku yakin, aku tidak mungkin salah."

"Sudah lah. Ayo pergi," Eren menarik lengan Historia, namun Historia menepis.

"Eren! Sesulit itu kah jujur kepada dirimu sendiri? Aku tahu kamu menyukainya sejak dulu. Aku sudah menyadari itu, aku hampir gila Eren ... Karna kamu selalu menyangkalnya. Ibarat aku mengintrogasi seseorang yang telah kehilangan kemampuan bicara. Kamu tidak bisu, atau penyandang disabilitas, sesulit itu kah menyuarakan isi hatimu? Bisa kah terbuka kepadaku?"

"Aku tidak ingin membahasnya."

"Kenapa?! Jelaskan kepadaku, kenapa? Kamu takut aku akan mengakhiri hubungan omong kosong ini?"

"Dengar, aku sedang mencari hati yang baru untuk melupakannya. Aku sudah beri tahu ini kepadamu, dan hanya kamu yang bisa membantuku, Historia Reiss."

"Tidak masalah jika kamu menjadikanku sebagai pelarian. Tapi yang aku tidak terima, kamu enggan mengakui perasaanmu sendiri. Aku tidak masalah perihal kamu menyakitiku, justru aku sadar sejak awal, dan membentengi diriku dari perasaan tidak yang nyaman ini. Hubungan kita hanya omong kosong, dan tidak layak untuk dipertahankan. Hubungan ini tidak berguna, hati manusia tidak bisa dikendalikan. Buktinya apa yang tadi aku saksikan. Sebanyak itu kah kerinduanmu padanya? Sampai kamu tidak menyadari keberadaanku? Sadar kah kamu terlalu fokus kepadanya? Aku mengerti perasaanmu yang meluap itu, tidak perlu kamu sembunyikan, perlihatkankan saja dengan jelas, bahwa kamu ingin menciumnya, memeluknya, dan gembira atas jejak merah dilehermu itu. Kamu pikir aku tidak tahu?

"Jadi kupikir sebaiknya kita bicarakan sekarang, ini waktu yang tepat. Kamu akan berdalih setelah kejadian tadi? Aku harap ya. Kamu sudah kehabisan alasan? Aku harap tidak ... Izinkan aku untuk mengambil keputusan. Sebab aku bukan ilalang yang sedang kamu injak. Aku memiliki perasaan, dan aku memiliki indera yang sempurna untuk membela. Eren ... aku lelah, mari kita hentikan sandiwara ini. Jika kamu tidak mampu berkata jujur, biar aku yang akan memberitahu Mikasa, apa sejatinya perasaanmu---dia adalah cinta yang tidak pernah hilang meski kamu menghilangkannya,"---setelah Historia melisan panjang. Eren termenung, bibirnya seketika kelu.

***

Agatha terperangah melihat kondisi Mikasa yang basah kuyup, rambutnya tak tertata, bajunya pun terlihat compang camping. Jean hanya tersenyum agar tidak membuat Agatha khawatir, apa lagi saat Mikasa menunjukan wajah murung. Jean segera menuturkan jika Mikasa baik-baik saja. Setelah itu Agatha membiarkan Jean menuntun Mikasa berjalan ke arah lantai dua, tanpa bertanya lebih banyak. Tidak lupa Agatha mengingatkan, bahwa mereka harus bersiap untuk pesta barbecue malam ini.

"Kamu melihatnya?" sekian lama berdiam, suara yang Jean tunggu akhirnya terdengar.

"Lihat apa?" bibir Jean melengkung, memapah Mikasa menaiki anak tangga. Mereka berbicara dengan suara perlahan.

"Kejadian di danau."

Jean berdeham panjang. "Ya."

"Kamu tidak ingin mengatakan apa pun?"

"Aku tidak akan berkata apa pun. Dari pada salah bicara lebih baik diam, bukan begitu? Lagi pula, aku tidak menuntutmu untuk menceritakannya. Jangan cerita jika tidak mau."

Sekilas Mikasa tersenyum tipis. "Andai semua orang sepertimu, ya?"

"Memangnya kenapa orang sepertiku?"

Mikasa menggeleng masih dengan senyum, yang kini kian mengembang. "Tidak. Lupakan."

"Setelah aku mengantarkanmu ke kamar, lekas mandi kemudian cepat turun untuk membantu para orang tua menyiapkan makan malam. Aku tunggu di bawah." Jean melepaskan tangannya yang merangkum tubuh Mikasa, tepat di ambang pintu kamar. Perempuan itu mengangguk. Saat Jean hendak berbalik, namun tiba-tiba dia menyetop pergerakannya.

"Oh ya, setelah pesta barbecue, aku ingin memperlihatkanmu sesuatu," Jean membuat tatapan meyakinkan. Salah satu telunjuknya sampai mengacung ke arah Mikasa. Perempuan itu meng-iyakan masih sambil tersenyum, bahkan tertawa ringan.

"Aku menantikannya. Awas saja membuatku kecewa."

"Aku yakin kamu akan suka."

"Iya-iya cepat pergi, aku harus mandi." Mikasa mendorong tubuh Jean dari ambang pintu kayu yang dilapisi pernis. Jean pergi sambil memiringkan kepala, melongok ke belakang, memastikan perempuan itu masuk ke dalam kamar dengan benar.

 Jean pergi sambil memiringkan kepala, melongok ke belakang, memastikan perempuan itu masuk ke dalam kamar dengan benar

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Buat yang ngebom FC selamat! Author tergerak untuk nulis.

Hallo 🖤 long time no see ya

Author kudu nulis disela-sela kesibukan author, dan tekanan author selama dua bulan ini. Kayak sih ya ... Author bakal sibuk sampai April. Author enggak janji bisa update rutin Maret ini.

Awal April author harus pindahan doomisili huhu author bakal pindah ke Palu - Sulawesi Tengah. Karna ngikut suami. See you soon

Makasih banget buat yang udah nungguin FC terus 🖤🖤🤗🤗

Forbidden ColorWhere stories live. Discover now