MAGENTA 1

885 187 11
                                    

BGM / Liszt; consolation no

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

BGM / Liszt; consolation no.3 by Rousseau

🌿


MAGENTA warna kanopi yang menaungi Mikasa dan Jean dari hujan.

                                Terlepas dari acara penerimaan mahasiswa baru mereka sepakat untuk pulang bersama. Tak lain dengan alasan karna rumah mereka satu arah. Hujan tidak lebat. Tapi disebut gerimis juga bukan. Tadinya Mikasa hendak menerobos rebas tersebut, namun Jean melarang. "Kamu bisa sakit," katanya. Mikasa hanya membuang napas, dia patuh. Apa boleh buat mereka sama-sama tidak membawa payung.

                Sambil menunggu hujan reda. Mereka berdiri di pinggiran jalan, tepat di depan bangunan tailor. Jean sesekali melirik ke belakang, nampak sebuah manekin berbusana wanita menyapa. Lamat-lamat deretan mesin jahit terlihat, bersama desing mesin yang juga terdengar olehnya.

                Mikasa melipat tangan di dada. Dia terdiam memandang lurus ke arah jalan. Jean memasukan kedua tangan ke dalam saku. Dia masih tidak percaya akan pertemuan mereka---hingga fakta mengejutkan bahwa mereka tinggal di gedung yang sama. Begitu pun sebaliknya, Mikasa juga terkejut. Namun dia mencoba untuk terlihat biasa-biasa saja.

                Mikasa bergerak, mengaduk isi tas kecilnya. Mencari  sesuatu, Jean yang mengamati penasaran. Mikasa mengeluarkan ponsel berwarna rose gold dengan sepasang air-pods. Kemudian digantungkan benda itu ke telinganya, Mikasa memutuskan untuk memutar lagu sembari membunuh rasa bosan.

                "Apa yang kamu dengar?" Jean memalingkan wajah ke arah jalan.

                "Liszt, consolation no. 3," Mikasa masih terpaku ke layar ponsel. Jemarinya bergerak lincah.

                Mendengar itu, bibir Jean membuat simpul O terkagum-kagum. "Seleramu unik. Ternyata masih ada anak muda di abad 21 yang masih mendengarkannya."

                Sekejap Mikasa tersenyum jenaka. "Yang kamu maksud adalah seleraku kolot, begitu? Kamu meledekku?"

                "Haha ... Tidak. Bukan begitu maksudku," Jean terkekeh, ujaran Mikasa membuatnya terkesan sarkastik. "Aku tidak tahu banyak tentang musik klasik."

                "Aku suka Chopin. Aku juga mendengarkan Bach, Tchaikovsky, Schubert, Ludovico atau Ryuchi Sakamoto, maestro lokal yang tidak kalah brilian," Mikasa menjelaskan dengan tatapan masih kepada layar ponsel. Jean tetap terperangah. Lekuk indah di bibirnya melebar.

                "Yang kuingat hanya Mozart dan Beethoven saja. Kamu luar biasa." Mikasa sekilas melirik dengan tatapan tajam. Mengancam Jean untuk tidak kembali tertawa. "Sungguh. Itu pujian, aku sama sekali tidak meledekmu. Aku juga memiliki selera kuno. Aku menyimpan beberapa lagu The Beatles di ponselku."

Forbidden ColorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang