BROWN 1

428 88 19
                                    

🌿

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


🌿

BGM / Rosyln; St. Vincent & Bon iver



TENGAH hari tak tersaput awan, matahari terpancar begitu terik. Namun anehnya suasana di kediaman Historia terasa dingin serta sunyi. Angin berhembus menggerakan tumbuhan yang mengitari pekarangan rumah Historia. Dia tengah duduk menghadap jendela besar, sembari memandangi satu dua pohon eucalyptus. Sesaat dia meraih ponselnya mengarahkannya ke telinga.

Wajah Historia mengeras seperti habis berpikir. Dia menarik napas dalam-dalam sebelum bicara, sementara satu lengannya lagi bersedekap dibawah dada. Denyut nadi perempuan itu bergemuruh, ketika menunggu telepon itu diangkat.

"Halo?" sahut seseorang nampak kaget. Lantaran sudah cukup lama mereka tidak saling bicara. Jantung Historia nyaris berhenti sejenak.

"Eren," bibir Hisroia bergetar, sekaligus semringah sebab mendengar suara yang dia sadari, begitu istimewa.

"Ada apa menghubungiku tiba-tiba?"

"Aku ingin bicara," tukasnya serius enggan mengulur waktu.

"Sejujurnya aku sedang sibuk, bisa lain waktu kita bicarakan?"

"Tidak! Tidak Eren, sebentar saja tolong dengar kan aku. Aku tidak meminta banyak waktumu. Aku hanya ingin memberimu kabar penting, bahwa ..."

Suara Historia terjeda, membuat Eren berkerut. "Apa?" Historia sebenarnya ragu, namun keberanian yang sudah dia kumpulkan sendari tadi, tidak ingin menjadi sia-sia. Historia mendesah, kemudian berkedip lambat.

"Ayahmu jatuh sakit, sebaiknya kamu segera pulang."

Eren menohok. "Apa maksudmu? Kamu mau berlagak seperti mereka? Sudah lah, mau berbicara apa pun kamu tidak akan bisa membawaku kembali ke tempat itu."

"Eren! aku serius!"

"Aku tidak akan pulang Historia, jangan membahas itu lagi."

Demi Tuhan, Historia berubah jengah. Benteng pertahanan dalam hati Eren mustahil untuk Historia porakporandakan. Mengikis secara perlahan saja tidak bisa, apa lagi harus menembusnya dengan satu kali perlawanan. Tapi Historia tidak mau menyerah, dia harus tetap mencoba meyakinkan orang itu.

"Baik lah, anggap saja ini yang terakhir kalinya aku membujukmu. Eren ..."

Sejenak Eren terdiam kendati sebenarnya dia tidak ingin.

"Sampai kapan kau melarikan diri? Mengulur-ngulur waktu? Sampai kapan kamu akan menjadi pecundang?"

Eren tak memberikan jawaban. Dia hanya menelan saliva kasar.

"Jangan libatkan orang-orang yang tidak bersalah atas rasa bencimu sekarang. Kamu boleh membenci siapa pun termasuk aku, tapi tidak ayahmu. Beliau jatuh sakit karena dirimu. Sudah besar masih saja membuat ulah dan membuat orang tua menjadi cemas. Jangan memberi mereka beban. Masalahmu tidak ada sangkut pautnya dengan mereka.

Forbidden ColorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang