FELDGRAU 1

1K 194 23
                                    

🌿

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


🌿

BGM / Adele; someone like you

"Kamu juga menyusulnya? Butuh sapu tangan? Atau kamu mau aku berlari ke sana untuk mengacaukan adegan romantis mereka?"

Muncul suara Jean dari balik tubuh Historia. Nada bicaranya tajam bercampur jenaka. Tapi Jean tidak bergurau, apa lagi saat melihat ekspresi Historia. Secara kebetulan atau memang sengaja, perempuan berambut pirang itu tengah menonton Eren serta Mikasa di tepi danau.

***

MIKASA mendengar lamat-lamat suara Jean di sekitarnya. Refleks, dia menoleh cepat ke sumber suara. Perempuan itu semakin menohok, bukan hanya Jean tapi juga Historia ada di sana. Cepat-cepat Mikasa menghindari tubuh Eren. Kemudian Mikasa menunduk membuang muka. Yang dia rasakan sekarang, takut ... takut sekali.

Mikasa berjalan setengah terhuyung, sebisa mungkin dia melangkah segera menjauhi danau, yang kini berubah warna menjadi hijau tua. Danau yang tadi nampak indah, kini suram. Jean mendekat tepi danau, berdiri di atas jembatan kecil dia hendak menyambut perempuan itu. Dengan tatapan penuh afeksi, Jean merengkuh pundak Mikasa.

"Kamu basah kuyup, ayo kembali ke villa."

Mikasa yang masih merunduk terdiam, berusaha menalar perkataan Jean.

"Kenapa kamu ada di sini?"

"Mencarimu," Jean membalas singkat, dia mengambil sepasang sandal Mikasa, dan diarahkan tepat ke hadapan sang pemilik. Tanpa menunggu Jean memberi perintah, Mikasa paham, dia segera memakainya.

Eren masih menatap Mikasa tanpa henti, dan sosok Historia dengan wajah yang mengeras secara bergantian. Eren menyugar rambut, pikirannya membuncah. Menghela napas kasar sebelum menyusul Mikasa ke daratan. Tahu Eren mendekat, Jean kembali menajam.

"Sebaiknya Anda juga kembali ke villa, sepertinya nyonya Agatha sedang mencari Anda." Setelah itu Jean mengajak Mikasa untuk berjalan lebih dulu meninggalkan danau. Sambil terus merengkuh pundak Mikasa dengan lembut. Bahkan sesekali Jean mengusap lecap di rambut Mikasa. Perempuan itu patuh berjalan tanpa berani menatap siapa pun.

Historia bersedekap, dia berdecih, membuang napas kasar, matanya menyalak, ingin memaki. Tapi tidak bisa, dia hanya sanggup menatap langit-langit yang mendadak menjadi kelabu.

"Sejak kapan kamu berdiri di sana?" tanya Eren dengan nada datar. Rautnya sama sekali tidak menunjukankan rasa bersalah, itu yang membuat Historia kian kecewa.

"Maaf jika aku menganggu. Harusnya aku memberikanmu ruang privasi," sergah Historia membuat ekspresi sangat dalam, lalu memandang netra Eren dengan serius. "Aku penasaran sejak dulu, dan aku bertanya ini kepadamu berkali-kali, sampai rasanya aku sangat muak," Historia menarik napas dalam-dalam seolah kerongkongannya tercekat. Menyiksa. "Kamu menyukai gadis itu? Kamu menyukainya, bukan?"

Forbidden ColorWhere stories live. Discover now