RED 2

795 136 19
                                    

BGM / Pink sweat$; your side

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

BGM / Pink sweat$; your side

🌿


SEBELUM Mikasa membuka pintu rumah.

Lagi-lagi Jean mencegah perempuan itu masuk, dia kesal, sebab Mikasa hanya diam sepanjang jalan serta membuat wajah tidak bersahabat. Intinya mereka sama-sama tidak suka sekarang. Hanya saja Mikasa memilih untuk diam, sedangkan Jean terus bersi keras angkat suara. Membuat kepala Mikasa berdenyut hebat, meremasnya sebagai tanda pelampiasan amarah.

"Kenapa kamu diam?"

"Jean ..." Mikasa merintih, memohon agar Jean berhenti bicara. Mikasa ingin menjerit, kepala Mikasa sakit---sakit sekali.

"Aku meminta kamu untuk memberitahu aku, kemana pun kamu pergi, dengan siapa kamu pergi, aku harus tahu."

Mikasa memutar matanya jengkel. Membuang napas kasar. Berkilat menatap Jean. "Kenapa harus---," suara Mikasa tercekat nyaris, menangis. "... Oke baik. Jika itu permintaanmu, kamu puas sekarang?!" kilah Mikasa dengan nada tinggi. Sampai-sampai pembuluh darah di lehernya mencuat. Suara mereka mungkin terdengar oleh orang di sekitar, andai saja mereka berada di depan loby mungkin sudah menjadi tontonan khalayak ramai.

"Aku akan memberitahumu semua yang ingin kamu ketahui, kemana pun aku pergi, dengan siapa aku pergi, alasan kenapa aku pergi, sedetil mungkin sesuai keinginanmu."

Cukup sudah Mikasa meredam kesabarannya. Mikasa mengiyakan bukan berarti setuju, lantaran dia terlampau lelah menanggapi Jean, tidak ada cara lain selain mengalah lebih dulu. Jika terus membantah, mereka akan terus bertikai entah sampai kapan. "Aku tidak mengerti kenapa kamu membahas hal tidak penting seperti ini. Jangan membuatku semakin menguras energi, Jean. Masalahku yang lain saja belum selesai, kamu malah memperparah keadaan dan menambah beban pikiranku. Apa kamu tidak mengerti?"

Jean berdecih. Amarahnya ikut meradang enggan menerima jawaban Mikasa."Tidak penting katamu? Huh? Itu penting bagiku, kamu tahu?!"

"Kenapa?" Mikasa menepiskan pergelangan tangannya dari genggaman Jean, kemudian menatap sinis. Lelaki itu membuat tatapan sama, hingga pandangan mereka saling bertumbuk bersi tegang.

"Itu karena aku ingin kamu tetap aman. Memastikan kamu baik-baik saja. Apa pun tentangmu, itu penting bagiku."

"Hanya itu? Ayo lah Jean, jawabanmu tidak masuk akal."

Jean menyugar rambut, wajahnya memerah padam. "Kamu yang tidak mengerti aku, Mikasa. Kamu sedang menstruasi, ya? Padahal aku mengajakmu bicara baik-baik. Malah jadi bertengkar seperti ini. Kamu tempramen sekali."

"Terserah kau saja, Jean. Aku sangat lelah, biar kan aku beristirahat. Hn?"

Sebelum meninggalkan Jean, Mikasa membuat tatapan memohon bercampur putus asa. Begitu sebaliknya Jean juga sama, memohon untuk Mikasa tetap bersamanya, malam itu. Jean berangan, mereka bisa menyelesaikan masalah kemudian tertidur dalam suasana damai, serta tersenyum satu sama lain seperti biasanya. Kini angan itu mustahil terwujud, Jean sama kecewanya serta bersedih hati.

Forbidden ColorWhere stories live. Discover now