BGM / chevy; if i could ride a bike
🌿
HITAM legam warna rambut Mikasa.
Menari-nari mengikuti gerak langkahnya. Senyuman di bibir gadis berusia---sepuluh tahun itu sangat ceria. Wajahnya putih bersih berhiaskan mata hazel kemerahan yang indah. Dibingkai oleh bulu mata lentik dan bibir merah merona. Dia tertawa berlari ke sana ke mari mengikuti langkah kaki Levi kakaknya yang berusia---18 tahun, disertai Eren lelaki berusia sama ikut berlarian bersama mereka.
Taman bermain di dekat pekarangan rumah Ackerman terasa sunyi. Di sekelilingnya terdapat pohon pinus dan hamparan bunga dandelion berwarna putih. Angin memprovokasi udara menjadi semakin sejuk berhembus membuat desau dan gemerisik daun maple terlepas dari pohonnya, berterbangan mengitari sekitaran taman. Daun-daun yang gugur membuat karpet oranye kekuningan di tanah.
Mereka bermain dengan riang. Kala itu Levi dan Eren baru saja pulang dari sekolah, terbukti dari tubuh mereka yang masih mengenakan seragam musim dingin. Levi dan Eren sekarang---duduk di bangku kelas 3 SMA. Mereka juga belajar di sekolah yang sama. Di kota kecil tersebut hanya ada dua sekolah menengah atas sebab penduduknya yang sepi. Di tahun ketiga mereka, Levi dan Eren sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian perguruan tinggi yang akan dimulai pada musim dingin tahun ini.
"Sudah hentikan Levi. Kau tidak lihat dia hampir menangis?" tegur Eren sambil memandangi bocah SD tersebut. Gadis itu belum mau menyerah, terus mengejar langkah Levi dan Eren dengan kaki kecilnya. Levi menjulangkan tangan pajangnya tinggi-tinggi ke udara, seraya memegangi boneka beruang kesukaan Mikasa yang agak lusuh. Dia membuat nada mengejek ke arah Mikasa. "Kembalikan!" teriak sang pemilik boneka. Napas Mikasa kecil tersenggal-senggal membuat rambut pendeknya berayun.
"Tidak mau! Ayo ambil kalau kau bisa, hahaha," tukas Levi tertawa renyah, baginya menjahili Mikasa adalah hal menyenangkan. Eren yang juga ikut tertawa melihat gemasnya raut Mikasa yang tengah dijahili oleh sang kakak. Gadis itu nyaris putus asa dan ingin menangis karena Levi benar-benar menjengkelkan. Mikasa marah dan segera mempercepat larinya, sedangkan Eren yang sengaja memperlambat langkah justru dibiarkan tertangkap oleh gadis kecil itu. Saat Mikasa mendapatkan Eren, seketika dia menarik sedikit ujung seragam Eren. Kemudian memukul-mukuli tubuh Eren dengan sepenuh tenaga. Dia melampiaskan pukulannya itu hingga Eren pasrah.
"Ampun tuan putri, hentikan." Eren berusaha melindungi dirinya dengan menyilangkan tangan, sambil tertawa terpingkal-pingkal hingga dia ingin mengeluarkan air mata. Perutnya terasa tergelitik geli.
Hap!
Eren tiba-tiba memeluk gadis kecil itu secepat kilat, membuat Mikasa tidak dapat bergerak. Wajah Mikasa tetap merajuk, bibirnya berkerut seperti buah plum kering.
"Jangan menangis ... Nanti kuambilkan boneka itu untukmu. Hm?" tawar Eren dengan senyuman dan tatapan yang amat teduh, seteduh sore itu disiram lembayung kian membuat semuanya berubah menjadi oranye.
YOU ARE READING
Forbidden Color
FanfictionDalam surat wasiat Carla. Wanita tengah baya itu menginginkan putranya Eren untuk menikahi Mikasa, gadis yang memilki rentang usia cukup jauh dengan Eren. Tidak ada alasan untuk Eren menikahi Mikasa, lantaran Mikasa sudah dianggap sebagai adik kandu...