FAKTA TENTANG AZKA

Mulai dari awal
                                    

" Iya aku tau kok. lagian bukan kamu aja yang salah, aku juga ceroboh tadi. Maaf ya. Hpmu biar aku yang benerin." Katanya menawarkan. Dia benar-benar beda dengan Kak Azka meski wajahnya sangat mirip.

"Hey kamu ngelamun lagi? Hobi ngelamun ya?" tanyanya membuyarkan lamunanku lagi.

"Hehehe... enggak. kamu mirip aja dengan seseorang." Kataku jujur.

"Mirip seseorang? Siapa? Hmm banyak yang bilang sih aku mirip Ilham Nur Karim." Katanya PeDe. Ilham Nur Karim? Emang sih sekilas dia mirip dengan Ilham Qori bersuara indah dengan wajah tampan rupawannya itu. Tapi hanya sekilas. Karena menurutku dia jauh lebih mirip kak Azka.

"Hmm sedikit. Tapi ada yang jauh lebih mirip sama kakak."

"Siapa emang?" tanya nya penasaran

"Azka Shagufta Rafasya Abdullah. Kamu sangat mirip dengan kak Azka." Kataku polos yang dibalas dengan tawanya yang menggelegar. Hey apanya yang lucu?

"Kenapa? Ada yang lucu kah?" tanyaku bingung. Dia menggeleng dan menarik nafas dalam mencoba menetralkan tawanya.

"Kamu kenal mas Azka?" tanyanya. Aku hanya mengangguk.

"Dia kakak tingkatku." Jawabku tanpa dia tanya.

"Kamu tau, kamu orang kesekian ribu yang bilang aku mirip dengan mas Azka. Jelas saja kita mirip, kita dilahirkan dari rahim yang sama. Cuma berselang 5 menit aku lahir setelah mas Azka."

"Jadi kalian kembar?" tanyaku polos. Dia terkekeh pelan lalu mengangguk.

"Iya kembar. Triplet lebih tepatnya."

"Kembar 3?" tanyaku tak percaya. Dia lagi-lagi mengangguk. Dia sangat berbeda dengan kak Azka. Lebih banyak tersenyum.

"Aku sempat mengira kamu tadi kak Azka."

"Namaku Raqi, Azraqi Saila Fasal Abdullah. Panggil aja Raqi. Kamu?"

"Saya Arsyila Romeesa Farzana. Kak Raqi bisa panggil aku Syila. Kalian ternyata sangat berbeda. Aku tadi sempat mengira kak Raqi itu Kak Azka." Kataku jujur. Saat itu kami telah duduk disalah satu bangku yang tak jauh dari incident kecerobohanku tadi. Kak Raqi duduk didepanku.

"Dan itu sebabnya tadi kamu sempat bengong lama banget?" tebaknya tepat. Aku mengangguk malu.

"Dan kamu pasti berfikir kalau mas Azka telah berubah jadi ramah?" tebaknya lagi. Aku terkejut mendengarnya. Tapi aku mengangguk.

"Diantara kami bertiga, mas Azka lah yang paling dingin. Hanya sama bunda dan Ina sifat itu tak berlaku."

"Ina?"

"Iya... Azrina Salsabila Mashel Abdullah. Dia adik kami yang terakhir. Triplet yang terakhir lebih tepatnya." Apa Ina yang dimaksud adalah Kak Ina yang sering mengisi kajian

"Apa dia yang sering mengisi kajian-kajian dan seminar?"

"Ya... kamu mengenalnya?"

"Iya... aku selalu mengikuti kajiannya kalau tidak ada halangan. Aku gak percaya bahwa Kak Azka punya adik se humble kak Raqi dan selembut Kak Ina." Kataku yang langsung ku tutup mulut emberku. Bagaimana bisa aku bicara seolah-olah kak Azka tak pantas menjadi kakak mereka. Kak Raqi terkekeh lagi. Apa sebegitu mudahnya bagi Kak Raqi tersenyum. Bahkan hal itu sangat sulit dilakukan oleh saudara kembarnya.

"Kenapa? Kamu mau bilang kalau Mas Azka itu terlalu menyeramkan untuk jadi kakak kami?" tanya nya. Aku langsung menggeleng cepat sebelum dia semakin salah faham. Dan mengadu pada Kak Azka. Bisa mati aku kalau Kak Azka sampai tau.

"Kamu gak perlu takut gitu. Sudah jadi rahasia umum kalau mas Azka itu galak. Udah banyak juga yang bilang kalau mas Azka itu terlalu dingin menjadi kakakku dan Ina."

"Emang." Celetukku. Haduh ini mulut kenapa gak bisa direm sih. Lagi-lagi Kak Raqi terkekeh.

"Tapi bagaimanapun Mas Azka itu kakak yang paling hebat buat kami. Dia sangat bijak dan penyayang. Kata Bunda, mas Azka itu duplikatnya ayah waktu masih muda."

"Kak Raqi jangan bilang ini ke kak Azka ya? Aku gak mau kena omelannya karena membicarakan dia dibelakang. Bisa ngomel siang malem. Belum lagi omongan-omongan pedesnya." Kataku lagi. Dan sekali lagi Kak Raqi tertawa. Bahkan sangat keras. Dimana yang lucu sih sebenarnya?

"Iya-iya... ah iya kamu kesini ada perlu apa?" kata Kak Raqi mengingatkanku bahwa aku sedang menunggu sahabatku. Dimana dia? Pasti dia sudah kelimpungan mencariku karena hpku mati.

"Ah iya aku sampek lupa. Aku kesini mau ketemu sahabatku Kak. Dia kuliah dijurusan Teknik Informatika. Dia pasti kebingungan nyari aku deh karena hpku gak bisa dihubungi." Kataku bingung.

"Teknik Informatika? Semester berapa?"

"Semester 2 kak. namanya Zia... Zia Mahveen Faaiza. Kakak kenal?"

"Kalau Zia sih aku kenal. Kebetulan kita satu UKM. Kamu bisa pakek hpku buat menghubungi dia." Katanya sambil menyerahkan hpnya. Aku menerima ragu-ragu. Belum sempat aku menghubunginya, orang yang aku cari muncul dihadapanku dengan tatapan kesal. Mati kamu Syila.

"Syila... dicariin kemana-mana juga taunya kamu disini. Hpmu kemana? WA, BBM, LINE, telpon gak ada yang aktif semua? Lama-lama tak buang juga hpmu. Punya hp tuh di gunain bukannya cuma jadi pajangan aja. Dan blablabla." Omel Zia panjang banget. Sampek-sampek aku gak ada kesempatan buat membela diri. Ku lirik Kak Raqi yang sedang menahan tawanya. Sepertinya Zia masih belum ngeh kalau ada orang lain selain aku dan dia.

"Gak nyangka ternyata kamu cerewet juga ya Zi." Komentar Kak Raqi saat Zia selesai ngomel. Dia nampak terkejut. Nah kan diem deh tuh mulut. Kenapa juga ekspresinya itu anak. Kayak salting gitu

"Bang Raqi? Kok ada disitu? Sejak kapan?" tanya Zia salting. Kini giliran aku yang menahan tawa.

"Daritadi... dari sebelum kamu dating malah." Kata Kak Raqi santai. Kini Zia menatapku tajam. Menuntut penjelasan. Lah salah sendiri dateng-dateng langsung ngomel. Kebiasaan.

"Tadi aku gak sengaja nabrak Kak Raqi waktu aku mau BBM kamu kalau aku udah disini. Terus karena incident dari kecerobohanku tadi hpku masuk selokan. Basah dan gak bisa hidup. Makanya kamu gak bisa menghubungiku sama sekali. Gimana bisa ngehubungi, hpnya aja gak nyala. Udah? Apa lagi yang kamu tanyain?" tanyaku sambil menunjukkan hpku yang masih basah.

"Hmm... terus kenapa Bang Raqi masih disini? Kalian?" tanyanya curiga.

"Kami baru kenal tadi Zi. Terus ya kita ngobrol aja. Syila mengira aku kembaranku yang kakak tingkatnya Syila. sekalian nunggu kamu keluar." Kak Raqi menjelaskan.

"Oh." Kata Zia singkat meski masih dengan tatapan tajam.

"Hmm Kamu udah selesai kuliahnya? Kalau udah kita pulang sekarang. Aku mau ngerjain tugas ini." Kataku yang hanya disambut dengan anggukan oleh Zia. Aku dan Zia pun berlalu setelah berpamitan dengan Kak Raqi. Pasti setelah ini aku akan diserang banyak pertanyaan oleh Zia. Aku melihat tatapan tak suka dari sorot mata Zia. Emang apa salahku?  Tbc

The Calyx - Story Of Azka & Arsyila (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang