Chapter 39

79 17 0
                                    

Malamnya, Alden kembali termenung di balkon kamarnya. Alden tidak sendiri, dia ditemani oleh kumpulan asap yang keluar dari bibirnya.

Alden bukan perokok aktif, tetapi dia bukan juga tidak pernah merokok. Dia akan merokok kalau sedang merasa gundah. Masalahnya tidak akan lari-lari dari kata kerja ataupun tugas kuliah. Menjadi seorang pewaris Miller Corp sekaligus mahasiswa bukanlah perihal yang mudah bagi Alden. Terkadang dia merasa lelah dan berpikir untuk berhenti kuliah saja.

Tapi, bukan masalah itu yang menyebabkan Alden harus berurusan dengan benda beracun itu. Ini masalah lain, yang Alden sendiri masih tidak percaya akan perkataan Gemi.

"Lo tau Al, lo itu suka sama 'dia'.

Alden yang mendengarnya langsung tertawa sinis. Tetapi sesaat kemudian dia menatap tajam ke arah Gemi.

"Bercandaan lo gak lucu!"

Sekarang giliran Gemi yang tertawa sinis. "Gue gak bercanda kali. Gue serius, kalau lo itu suka sama 'dia'. Kalau gak suka, lo gak bakalan sekesal itu lihat dia jalan sama orang lain. You jealous, brother. Because, you love her. Lo gak suka kalau 'dia' dekat dengan cowok lain, bukan? Karena lo takut 'dia' mulai lupakan lo dan mencari kebahagian lain," jelas Gemi panjang lebar. Tetapi hanya ditanggapi diam oleh Alden.

Gemi menatap sahabatnya prihatin. Dia tau, kalau sahabatnya ini sudah menyadari perasaannya sendiri terhadap cewek yang baru saja diceritakan.

"Ya, lo benar Gem." Alden menatap Gema sendu. "But, i can't do it. Gue udah janji sama Almarhummah ibu gue buat gak cari pacar sebelum Mona menikah."

"Tapi kan Mona udah punya Brand, Alden!" Gemi menatap sahabatnya tidak percaya.

"Gue gak bisa punya hubungan spesial sama cewek lain, Gem. Tolong jangan persulit soal ini," Alden menjambak rambutnya frustasi. "Gue gak bisa."

"Terserah lo, Al. Kalau lo masih kaya gini, mendingan lo tinggalin 'dia' dari pada lo terus-menerus kasih harapan palsu sama 'dia'. Biarin dia bahagia bersama dengan orang lain."

Setelah mengatakan itu, Gemi pergi meninggalkan Alden. Dia harus memberikan waktu kepada Alden untuk berpikir jernih.

***

Alden tidak tau kenapa langkahnya membawa raganya ke kamar Mona. Dia menatap Mona yang sedang tertidur nyenyak. Sepertinya, adik satu-satunya itu kelelahan akibat pergi bersama Brand. Mengingat itu, Alden terkekeh miris.

Kehidupan Mona tidak seperti yang orang lain bayangkan. Cantik, anak orang kaya, anak gadis satu-satunya, punya abang dan tunangan yang sangat sayang padanya. Sempurna, bukan?

Namun kesempurnaan itu, tertupi dengan rahasia yang selama ini mereka rahasiakan dari orang lain. Kecuali keluarga Brand, yang sudah tau apa yang menimpa keluarga terkaya tersebut.

Monalisa Cantika Miller, positif mengidap kelainan jantung saat masih kecil. Mengingat itu, Alden kembali merasa menyesal.

Semenjak Mona lahir ke dunia, Alden merasa senang saat tau kalau ia punya adik yang begitu menggemaskan. Tapi itu tidak berlangsung lama, semenjak umur Mona 5 bulan, Alden merasa tersisihkan. Dia merasa, kalau kedua orang tuanya lebih sayang Mona dibandingkan Alden.

Pernah suatu hari, bocah 5 tahun itu menagih janji ayahnya untuk bermain bola di taman. Alden kecil begitu senang saat ayahnya menyempatkan diri untuk bermain bola dengannya. Tetapi, setelah 2 jam menunggu, ayah Alden tak kunjung datang. Sampai, sang sopir membujuk tuan kecilnya itu untuk segera pulang, karena ada masalah di rumah.
Sesampainya di rumah, Alden tidak melihat kedua orang tuanya, bocah 5 tahun itu menangis sambil mencari ayah dan bundanya.

💦AFTER RAIN💦 (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang