33 - Santa Monica Date

6.7K 313 49
                                    

It's been three months
Since the day we met and you made it so
Easy to let go
I know it's to soon
But I can't help fall for you
Over and over again

I'm In Love - Reza Dharmawangsa

***

Gue baru mengabari Ibu dan Bapak kalau gue mau ke LA beberapa jam sebelum berangkat. Nggak usah ditanya betapa marahnya mereka. Dari membujuk gue secara halus, lalu suara mulai meninggi, dan mulai memperingatkan gue kalau sampai berani pergi mereka akan marah besar. Gue berusaha untuk meyakinkan bahwa gue nggak macam-macam di sana, nggak ada hal yang akan merugikan gue atau mereka, dan nggak sampai 24 jam kemudian, gue udah balik lagi ke Florida dengan selamat.

Gue cuma butuh satu kesempatan ini buat meyakinkan hati gue dan Lia aja. Kalau ini berhasil gue akan senang, tapi kalau pun nggak gue tidak akan menyesal pernah melakukan ini. Tentu saja sampai gue pergi ke bandara sendirian pun mereka masih marah, tapi mereka cukup tahu seberapa keras kepala gue kalau menginginkan sesuatu jadi mereka mengijinkan gue pergi dengan banyak wejangan yang harus gue patuhi.

Perjalanan Florida-LA membutuhkan waktu hampir 5 jam perjalanan, sama kayak perjalanan dari Jakarta ke Papua. Gue punya 5 jam untuk menentukan apa sebenarnya yang akan gue lakukan dengan Lia ketika sampai nanti. Yang gue tahu gue cuma pengen menghabiskan waktu berdua dengan dia di negara favorit gue. Ini harapan gue 3 tahun lalu ketika gue pikir dia akan datang ke graduation SMA gue. Tapi semua pupus ketika negara api menyerang.

Sekarang semesta berbaik hati menempatkan kami di waktu yang sama. Gue bakal sangat bodoh kalau melewatkan kesempatan ini. Cuma butuh sedikit kenekatan untuk bersama Lia saat ini. Sesuatu yang nggak gue punya tiga tahun lalu karena kebanyakan mikir.

Sesampainya di LAX, gue memesan Uber ke tempat penginapan Lia yang susah payah gue dapat dengan memohon-mohon kepada Kak Irma. Percayalah, gue semacam minta kode rahasia negara cuma untuk tahu di mana Lia tinggal selama di LA. Untungnya semua bujuk rayu gue dan janji untuk nggak bikin nangis Lia selama di LA berhasil membuat gue mendapatkan alamatnya.

Di mobil gue googling tempat menarik apa yang bisa gue kunjungi di LA. Walau gue pernah ke sini sebelumnya, tapi melihat ada banyak rekomendasi gue jadi semakin bingung. Kira-kira Lia suka apa dan ngapain, ya? Ketika gue mendarat di LAX lima jam berikutnya, gue tetap belum tahu apa yang akan gue lakukan dengan Lia. Tapi setidaknya gue udah tidur di pesawat sehingga gue cukup punya banyak energi untuk ngajak Lia ke mana pun yang dia mau. Semoga dia mau.

Hal pertama yang harus gue hadapi ketika membunyikan bel Air BnB tempat Lia menginap adalah meminta ijin dengan orang tua dan kakaknya. Sumpah tangan gue sampai keringat dingin ketika yang membuka pintu adalah Kak Sissy. Gue tahu bagaimana dia sangat protektif dengan adiknya dan gue paham banget. Dulu waktu kecil, Teh Ody yang duluan maju kalau gue lagi diledekin teman-teman sekolah karena gue jadi artis cilik. Sementara gue cuma bisa nangis di pojokan. Iya, gue emang cengeng.

Kak Sissy tampak sedikit terkejut dengan kedatangan gue, tapi gue rasa Kak Irma udah memberitahu dia sebelumnya karena dia mempersilahkan gue masuk tanpa banyak tanya. Gue duduk di ruang tamu depan yang tampak nyaman dengan sofa-sofa besar. Nggak lama kemudian Om Irfan, Mama Ida, dan Kak Rifat masuk menemani gue. Kalau bisa dengar jantung gue udah berdentam kayak petasan saking gugupnya gue harus menghadapi keluarga Lia. Gue nggak bisa menebak bagaimana pandangan mereka ke gue sekarang setelah semua keributan yang kami hadapi sebelumnya.

Kak Rifat yang membuka pembicaraan dengan santai menanyakan kegiatan gue belakangan ini. Mama Ida pun cukup menyambut gue dengan ramah sampai akhirnya gue bisa bernapas lega karena nggak bakal ada pembantaian kayak yang gue takutkan dari tadi. Kak Sissy nggak ikut bicara dengan kami tapi langsung menuju kamar Lia. Gue minta ijin ke keluarga Lia untuk membawanya pergi hari ini dan semoga nggak ganggu rencana liburan mereka. Untungnya liburan mereka cukup santai jadi gue bisa meminjam Lia untuk sehari ini kalau dia mau. Gue paham gue nggak bisa memaksa Lia untuk menuruti kemauan gue kalau dia nggak mau. Semoga aja dia mau karena kalau nggak gue akan luntang-lantung di LA dengan patah hati berkeping-keping tanpa tahu mau ngapain lagi di sini.

Tentang RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang