32 - Penawaran Pura-Pura

5.7K 315 40
                                    

Straight from the heart, through my blood. 

Into my veins and I'm all about you. In my mind, your picture stays. My body can't handle what my heart feels. Didn't use to love you, my heart did.Try to deny it but I just can't. Maybe it's just meant to be and now I'm blinded. But I can't give up for love 

Yours Forever - The Overtunes

***

Sasha mengerjapkan matanya berkali-kali saat Sissy membangunkannya dan mengatakan Iqbaal sedang menunggunya di ruang tamu. Ia melirik ke jendela kamarnya dan mendapati langit biru yang cerah dengan pohon-pohon hijau. Ia masih di Air BnB tempatnya menginap selama di California.

"Iqbaal siapa, Kak?" tanya Sasha kebingungan.

"Ya, Iqbaal yang mana lagi selain yang itu." Sissy beranjak berdiri, "Buruan gih, udah nunggu lama anaknya." Sissy melangkah ke luar kamar.

Sasha mengucek matanya, masih berpikir ini mimpi karena perkataan Sissy tadi terlalu absurd. Tapi ia mengikuti Sissy ke arah ruang tamu juga. Iqbaal sedang duduk di sana mengobrol dengan Rifat, Om Irfan, dan Mama.

"Iqbaal?" ucap Sasha kebingungan.

"Hai, Sha." Senyum Iqbaal sumringah saat menyapanya.

"Nah, ini anaknya akhirnya bangun tidur juga. Kemalaman, sih, jalan-jalannya semalam." Kata Mama mengingatkan semalam Sasha dan kakak-kakaknya jalan-jalan menyusuri downtown sampai dini hari. Mama mendekati Sasha dan merapikan rambut Sasha yang masih berantakan karena baru bangun, "Itu Iqbaal-nya udah lama nunggu."

Sasha masih berdiri mematung di sudut ruangan sambil berusaha mencerna kenapa Iqbaal ada di sini. Di California, Amerika, yang jaraknya beribu-ribu kilometer dari Indonesia. Rifat, Om Irfan, dan Mama sudah meninggalkan mereka berdua.

"Hey, bengong aja. Masih ngantuk, ya?" Iqbaal mendekati Sasha sambil tersenyum lebar, "Sini duduk dulu biar sadar." Iqbaal mengambil tangan Sasha dan menuntunnya ke sofa tempat mereka tadi duduk.

"Eh," Sasha kemudian sadar dia baru saja bangun tidur, belum sisiran, belum ganti baju, dan belum sikat gigi. Ia buru-buru menutup mulutnya, "Aku ganti baju dulu." Sasha buru-buru kembali ke kamarnya untuk mengganti baju, sikat gigi, dan memakai liptint sedikit supaya tidak terlihat terlalu pucat. Kemudian ia kembali ke ruang tamu menemui Iqbaal yang terlihat sedang main ponselnya sedari tadi.

"Padahal kamu tetap cantik, lho, pakai piyama juga," kata Iqbaal manis.

Pipi Sasha bersemu merah. Selain karena malu, juga karena udara LA sungguh dingin pagi ini, "Kok kamu bisa ada di sini, sih?"

"Kan pengen ketemu kamu," sambil tersenyum jahil.

"Hah? Ini kan jauh banget dari Jakarta."

Iqbaal tertawa gemas, "Aku kan kemarin-kemarin lagi syuting di New York, Ya."

Sasha terdiam mengingat, "Eh, iya. Kamu lagi di New York, ya. Terus kamu sekarang lagi liburan di LA juga?"

Iqbaal menggeleng, "Nggak. Aku kemarin lagi di Florida sama Ibu Bapak. Aku kabur buat ketemu kamu."

"Hah! Yang bener kamu?"

Iqbaal mengangguk, "Susah, lho, buat minta ijin Ibu buat ke sini. Aku tadi berangkat pakai first flight. Nanti malam balik lagi ke Florida."

"Gila kamu!"

"Hahaha. Kan pengen ketemu kamu, Ya."

"Iya, tapi nggak senekat ini juga kali. Jaraknya nggak dekat, kan."

"Nggak papa." Iqbaal melirik waktu di jam tangannya, "Aku lapar, nih. Temenin aku makan, yuk. Hari ini jalan bareng aku, ya."

"Ih, apaan. Aku ada acara sama keluargaku."

"Aku tadi udah minta ijin ke Mama kamu. Katanya nggak papa kamu jalan bareng aku kalau kamu mau."

Sasha menggigit bibir bawahnya, ragu untuk mengiyakan rencana Iqbaal. Tapi ia juga kasihan karena Iqbaal sudah menempuh perjalanan jauh untuk menemuinya. Lagian ia tahu sebenarnya ia memang bisa tidak ikut acara hari ini karena agenda perjalanan mereka masih menyusuri seputar LA saja.

Akhirnya Sasha mengangguk walau tetap tidak yakin dengan keputusannya menemani Iqbaal hari ini. Tapi ia ingat janjinya ke diri sendiri untuk mau jadi teman buat Iqbaal.

"Kita naik Uber aja, ya, ke downtown." Kata Iqbaal setelah berpamitan dengan keluarga Sasha. Ia membuka aplikasi Uber di ponselnya dan memesan kendaraan untuk mereka. Tidak lama kemudian sebuah mobil datang untuk menjemput mereka.

"Temenin aku makan dulu ya, Ya. Laper banget, nih. Ngejar pesawat dari subuh." Kata Iqbaal sambil memegang perutnya.

"Kamu bilang apa sama Ibu buat ke sini?" tanya Sasha penasaran.

"Aku bilang mau ketemu kamu." Kata Iqbaal dengan muka datar.

"Hah? Terus Ibu gimana?"

"Ya marah, lah. Tapi, kan, aku udah beli tiketnya. Jadi akhirnya mereka ngijinin juga dengan masih kesal. Hehehe." katanya menceritakan seolah-olah itu hal yang mudah, padahal hampir saja terjadi perang dunia ketiga semalam ketika memberitahu Ibu dan Bapak mengenai rencana gilanya.

"Parah kamu."

"Kapan lagi aku bisa nge-date sama kamu di US, Ya. Dulu kan kamu janji ke graduation aku, tapi nggak jadi." Kata Iqbaal sambil menatap mata Sasha serius.

Sasha memalingkan wajahnya menatap jalanan yang indah dengan pohon-pohon tinggi dan langit yang biru seperti lukisan. Ia malas mengingat hal itu lagi. Awal mula dari semua kerumitan ini.

"Aku nggak mau bahas itu, kok," Iqbaal menepuk punggung tangan Sasha lembut, "Aku mau nge-date sama kamu hari ini. We've never had a proper date, so I would like to have one with you today."

"Date? Bukannya kita udah sepakat kalau kita cuma temenan aja, Baal?" Sasha menatap Iqbaal kebingungan.

Iqbaal tersenyum lembut sambil mengambil tangan Sasha dan mengelusnya lembut, membuat hampir saja Sasha kena serangan jantung karena jantungnya berdetak cepat sekali, "Seharian ini pura-pura jadi pacar aku, yuk. Nanti kalau di akhir hari kamu suka, kita terusin pura-puranya biar jadi beneran."

"Maksud kamu?"

"Aku lagi kasih kamu proposal penawaran buat jadi pacarnya Iqbaal Ramadhan, Lia. Tapi sebelum kamu bilang iya, kamu boleh test drive dulu seharian ini ngerasain pacaran sama aku gimana, baru nanti kamu bisa kasih jawabannya."

Mata bulat Sasha terbelalak mendengar pernyataan Iqbaal barusan. Ini beneran atau nggak, sih? Atau dia lagi main-main? "Kamu lagi becanda, ya?"

Iqbaal tertawa kecil sambil mengacak-acak rambut Sasha kegemesan, "Aku nggak pernah main-main sama kamu, Lia. Aku serius."

"Kamu nembak aku?" tanya Sasha polos.

"Belum." Iqbaal menggeleng jahil, "Nanti malam baru nembaknya. Sekarang baru percobaan aja dulu."

Sebelum Sasha sempat menjawab dengan pertanyaan-pertanyaan lainnya, supir Uber telah menyampaikan bahwa mereka sudah sampai ke tempat yang dituju sehingga mereka harus turun.

Iqbaal turun duluan dari mobil, kemudian ia meraih tangan Sasha untuk membantunya turun, "Kita mulai ya pura-pura pacarannya, Ya." Kemudian ia menggandeng tangan Sasha menyusuri jalanan di downtown.

LA tidak pernah secerah dan seindah ini sebelumnya. Walau masih tidak mengerti dengan apa yang akan dilakukan Iqbaal hari ini, tapi Sasha menyukainya. Pipinya bersemu merah, selain karena udara dingin, juga karena perasaan menggelitik di perutnya.

It's gonna be a good day here in California, isn't it?

***


Tentang RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang