18 - Video Call

6.8K 304 20
                                    

Even ten years from now

If you haven't found somebodyI promise, 

I'll be around

Tell me when you're readyI'm waitin'

When You're Ready - Shawn Mendes

***

Waktu sudah menunjukkan pukul 2 pagi ketika Iqbaal baru saja video call Agy dan Rinrin untuk membahas mengenai album terbaru Svmmerdose yang akan segera mereka keluarkan. Sudah hampir sebulanan ini mereka intens setiap malam video call, ditambah lagi sekarang lagi masa ujian. Kalau bisa kepala Iqbaal sudah meledak karena terlalu penuh dengan banyak hal yang harus dilakukan.

Sebulan ini ia seperti robot, setelah diskusi dengan Agy dan Rinrin, biasanya ia melanjutkan belajar untuk ujian keesokan harinya, lalu tidur sebentar, dan kemudian sahur dengan makanan yang telah ia beli di hari sebelumnya. Baru setelah itu ia lanjut tidur lagi. Lelah banget.

Untungnya besok weekend dan tidak ada ujian sama sekali. Kepalanya hampir saja meledak memikirkan banyak hal. Ia menutup laptopnya, naik ke atas tempat tidur, dan memakai headphonenya. Ia butuh mendengarkan musik supaya lebih santai. Ia memasang playlist di Spotify-nya. Kemudian scrolling Instagramnya, menemukan banyak sekali tag atau mention foto dan video dirinya dan Sasha. Seketika ada perasaan rindu mengalir. Sejak ia tiba di Melbourne sampai saat ini tidak pernah sekalipun mereka berkomunikasi. Tidak sedikit pun. Pernah sih Sasha like foto langit Melbourne di IG Iqbaal, tapi saking bingungnya kenapa tiba-tiba Sasha like fotonya setelah lebih dari setahun tidak melakukannya, bahkan ketika mereka sedang sama-sama promo Dilan 1991 pun tidak, akhirnya ia tidak melakukan apa-apa. Diam bengong menatap satu like yang tidak pernah ia duga akan terjadi lagi.

Tapi hari ini ia kangen sekali, melebihi hari-hari sebelumnya. Ia rindu dengan suara Sasha yang menggemaskan dan mampu membuatnya tersenyum. Ia rindu sekali ketika Sasha ngambek dan wajahnya bertekuk, kecantikannya jadi bertambah berkali-kali lipat.

Iqbaal otomatis memencet nomor telepon Sasha yang sudah ia hapal di luar kepala karena berkali-kali ia berusaha untuk menelepon tapi nyalinya tidak pernah berani. Kali ini di antara kelelahan luar biasa dan rasa rindu yang tidak terbendung lagi, ia membiarkan jarinya menekan nomor Sasha. Di Jakarta sudah jam 2 pagi. Mungkin Sasha juga sudah tidur dan teleponnya tidak akan pernah diangkat.

"Iqbaal?" terdengar suara yang sudah ia hapal setengah mati di kepalanya.

There's no going back, Baal. Katanya pada diri sendiri. Ia duduk di atas tempat tidurnya, "Hai, Sha." Katanya berusaha menyebut dengan nada yang riang.

"Kenapa telepon?" tanya Sasha dengan nada kebingungan. Wajar saja sih, ini sudah jam 11 malam di sana.

"Kamu belum tidur? Video call aja mau nggak?" Yah, siapa tahu mau, kan. Setelah mendengar suara Sasha, kayaknya kurang, deh. Ia ingin melihat wajahnya. Sasha tidak menjawab. Ia tahu Sasha pasti kaget dan bingung tiba-tiba ia menelepon dan minta video call seakan-akan yang kemarin terjadi itu tidak pernah ada, "Kangen nih lihat muka kamu. Video call, ya." Bujuk Iqbaal.

"Ya udah. Aku matiin dulu teleponnya."

Nggak lama kemudian, Iqbaal menelepon kembali Sasha dengan mode video call. Sasha mengangkat teleponnya. Ia tampaknya sedang berada di kamarnya yang lampunya sudah dimatikan, tapi ada lampu kecil di sebelah tempat tidur yang dinyalakan sehingga wajahnya tetap terlihat. Sasha memakai baju piyama berwarna putih dengan motif polkadot berwarna pink. Tanpa make up sama sekali dan perempuan ini tetap secantik bidadari.

Tentang RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang