25

2.6K 358 53
                                    

Suasana yang gelap dan hening menyambut kedatangan nya di apartemen nya sendiri.
Suara dentingan jam pun seolah memberinya ucapan selamat datang atas kepulangan nya.

Hari ini Taehyun memutuskan untuk kembali pulang ke apartemen nya. Meskipun awalnya dokter Yoongi melarangnya pulang dengan alasan bahwa kondisi nya belum benar-benar pulih.

Namun Taehyun tetap lah Taehyun.
Namja itu begitu keras kepala bahwa ia bilang ia sudah lebih baik. Berulang kali ia berkata bahwa ia benar-benar ingin pulang.

Melihat pasien nya yang terus merengek seperti itu, membuat dokter itu mau tak mau harus menuruti keinginan Taehyun.

"Ingat untuk selalu minum obat mu dengan teratur."

"Jangan kelelahan."

"Jika merasa sakit, cepatlah datang kesini. Jangan menahan nya."

"Makan yang banyak dan tidurlah dengan cukup."

Begitulah kira-kira pesan yang di berikan Dokter Yoongi pada Taehyun.
Namun ada satu kalimat yang membuat hati Taehyun terasa tersentuh dan sesak secara bersamaan.

"Taehyun-ah. Berjanjilah padaku untuk sembuh. Aku akan benar-benar bahagia jika kamu mau terus berjuang sedikit lagi. Taehyun-ah Hwaitingggggg."

Setelah itu Taehyun berjalan untuk menyalakan saklar lampu. Lalu Setelah lampu menyala, ia tak melihat siapapun. Ia tak melihat appa nya yang sedang duduk sambil membaca koran atau melihat eommanya yang sibuk menyiapkan makanan untuk nya.

Ah Taehyun lupa. Dia kan hidup sendirian.

Meskipun Taehyun sadar bahwa ia sudah sangat lama hidup sendirian. tapi tetap saja, hal seperti itu selalu saja terbayang di pikiran nya.

"Appa, eomma. Aku memang semakin dewasa. Namun sering kali aku kesusahan menahan tangisan ku ketika mengingat kalian. Terkadang dadaku terasa sangat sakit ketika  merindukan kalian. Aku pun merasa berkeping ketika melihat anak lain yang masih bisa memeluk hangat orang tua nya."

Akan bohong rasanya jika Taehyun tak iri ketika melihat anak seusianya tertawa bersama kedua orang tua nya, saling bercengkrama satu sama lain atau berjalan beriringan sembari bergandengan tangan.
Bohong rasanya jika ia tak cemburu melihat orang-orang bisa di temani orang tua nya saat pengambilan raport. Ia hanya bisa menatap nanar pemandangan itu, ketika orang tua yang lain saling memuji anak nya yang mendapat nilai tinggi.

Lantas Taehyun? Siapa yang akan memujinya ketika dia adalah satu-satu siswa dikelas yang mendapat nilai sempurna? Tentu saja hanya dirinya sendiri.

Terkadang, hal yang sederhana menurut orang lain itu sangat rumit bagi Taehyun.

"Meskipun kalian bilang bahwa aku adalah namja yang kuat, namun pada kenyataannya aku ini cengeng. Aku masih anak kalian yang akan menangis ketika kesakitan. Meskipun aku sering menahan nya,  namun aku sadar bahwa itu hanya akan membuatnya berkali-kali lebih menyakitkan."

"Dulu saat aku kecil, ketika aku menangis, maka kalian akan ikut bersedih. Saat aku disakiti, kalian yang merasa marah.
Kenapa kalian seromantis itu?
Hatiku ini separuh milik kalian. Dan setelah kalian pergi, aku selalu merasa patah berkali-kali."

Kehilangan orang tua memang tidak sesederhana kedengarannya. Itu adalah patah hati yang senyata-nyata nya patah.

Taehyun mendudukkan dirinya yang masih lemas itu di sofa. Pandangan nya menatap setiap sudut ruangan tersebut.

Rapi. Itulah kata pertama yang terlintas di pikiran nya. Meskipun telah ditinggalkan berhari-hari namun tempat indah masih saja tapi dan wangi.

Setelah itu dia menatap satu per satu Poto dirinya dan sahabat nya yang menempel di dinding.
"Apa aku harus mencopot semua photo-photo ini juga. Seperti aku mencopot semua photo keluarga ku? Melihatnya saja sudah membuatku merasa sakit."

Our Dreams || TXT [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang