Mikasa menelan saliva sebelum menjawab. "Temani aku liburan, cepat mandi, kita berangkat sekarang."

"Ha? Alasanmu tidak masuk akal." Mata Jean berputar malas, mencoba melepaskan tangan Mikasa. Hendak kembali ke kamar untuk melanjutkan aktifitas tidurnya.

"Tidak! Cepat mandi, perlu aku mandikan?" Mikasa berusaha menguasai pintu dengan merentangan tangan lebar-lebar.

"Oke. Baik lah, tapi beri aku satu jam untuk tertidur. Aku sangat mengantuk. Hn?"

"Kamu bisa tidur di mobil nanti. Cepat basuh wajahmu dan sikat gigi. Aku tunggu, mengerti?" mata hazel Mikasa menajam. Sampai mengacungkan satu telunjuknnya ke arah Jean. Pria itu menghembuskan napas kasar. Dengan berat hati, dia memenuhi keinginan Mikasa.

Tidak sampai lima belas menit, Jean keluar dari kamar mandi bersama kepulan uap dan rambut basah. Memandang Mikasa duduk di sofa sembari bersedekap, ada sebuah ransel yang nampak terisi penuh di sampingnya. Halis Jean naik, ransel itu miliknya, sebelumnya tidak ada di sana? Apa benda itu memiliki kaki sehingga bisa berjalan sendiri? Jean kian gemas, kali ini apa yang akan Mikasa perbuat.

"Sudah siap? Ayo berangkat, yang lain sudah menunggu."

"Yang lain?" dahi Jean kian berkerut dalam. Seraya tangan menggosok-gosokan handuk ke rambut.

"Keluargaku," jawab Mikasa cepat, kemudian segera bangkit menyambar ransel yang tepat di sisinya. Ransel yang sudah Mikasa siapkan diam-diam selagi Jean membersihkan diri. Mikasa masuk ke dalam kamar Jean tanpa permisi, menggeledah isi lemarinya dan memasukan baju secara random ke dalam tas.

Sedikit banyaknya kata-kata yang Jean serap, Jean tidak bisa menjawab. Lagi-lagi, Mikasa menarik tangannya tanpa menlejaskan apa pun, dan dia hanya pasrah. Mengikuti langkah kaki Mikasa, gadis itu menuntun Jean lebih lembut kali ini keluar dari unit 805. Mereka menuju lobby apartemen, kemudian sesampainya di sana nampak dua mobil terparkir, serta beberapa orang yang juga menunggu. Mikasa dan Jean lantas mendekat dengan berjalan sejajar. Terlebih tangan mereka yang saling berpaut menciptakan spekulasi bagi siapa pun yang melihat. Jean mengamati orang-orang di sana. Nampak kedua orang tua Mikasa, satu orang pria tengah baya berkaca mata, kemudian Eren, dan sesosok perempuan asing berparas cantik. Jean tidak tahu siapa, rambut perempuan itu mencolok berwarna pirang. Jean mengamati Historia lebih lama, sambil sibuk membuat pertanyaan, siapa orang itu? Jean tidak pernah melihatnya.

"Hallo Jean, maaf kami menganggu akhir pekanmu. Mikasa memaksamu untuk bergabung dengan kami. Semoga kamu tidak keberatan," Charlie menyapa lebih dulu. Jean yang sudah memperkenalkan diri kepada pasangan Ackerman itu, menjawab ramah.

"Selamat pagi paman, sebenarnya aku ..." tahu Jean hendak berkata jujur, Mikasa menginjak sepatu Jean keras-keras. Seolah memberi tanda, aku tidak menerima penolakan! Jean melirik wajah Mikasa yang menyeringai sedingin es, bergidik. "Ah ... Sebenarnya aku sangat senang bisa bergabung dengan keluarga Mikasa. Terima kasih." Jean tersenyum miring seraya dalam hati berkata, sakit!

"Charlie, biar aku ikut denganmu. Anak-anak bisa pergi dengan mobil Eren" Grisha mendekati mobil SUV bergaya lama beberapa langkah. Mikasa tentu menolak keras.

"Ayah! Aku ingin satu mobil dengan Ayah."

"Aku setuju, para orang tua harus memberi ruang untuk kalian. Anak-anak kita pergi secara terpisah, ya? Mikasa, Eren, Jean, Historia, silahkan menikmati liburan ini," tutur Agatha seraya tersenyum penuh arti, lalu masuk ke dalam mobil. Charlie serta Grisha menyusul tanpa meninggalkan banyak kata-kata, mobil yang mereka tumpangi akhirnya melaju. Menjauhi Eren, Mikasa, Jean, serta Historia yang tengah mematung bingung.

Eren berdeham sesaat SUV milik Charlie menghilang dari peredaran. Wajah mereka seketika mengeras. Historia tahu jika Mikasa membencinya. Jean juga tahu kisah asmara Mikasa yang rumit. Mereka bisa merasakan ketegangan satu sama lain. Tidak Historia, tidak, Jean tengah berpikir keras untuk menghancurkan ketegangan tersebut. "Hai kamu teman Mikasa? Kenalkan aku Historia," mata perempuan itu menatap Jean teduh. Perempuan bercitra lebih dewasa, nampaknya lebih tua dari Jean dan Mikasa.

"Ya, aku Jean salam kenal," bibir Jean melengkung indah secara otomatis.

Eren berinisyiatif beringsut ke kursi kemudi. Memberi aba-aba bahwa mereka juga harus segera pergi. "Ayo masuk," ajak Historia dengan nada lembut. Dia mendekati kursi penumpang di bagian depan.

Jean terdiam menunggu persetujuan Mikasa, jujur saja dia sangat dilema.

"Kamu punya SIM? Mobil?" tanya Mikasa. Jean yang merasa pertanyaan itu untuknya segera menjawab.

"Ya, belum lama ini. Ada mobil dinas Ayahku di area parkir basement, Kenapa?"

"Kalau begitu kita pergi saja dengan mobilmu, ide bagus, kan? Dengan begini semuanya lebih baik." Mikasa berbalik menghindari tatapan Historia dan Eren. Pendangan Mikasa berkabut, tiba-tiba gelisah.

"Eh? Tunggu ..." Jean menatap mobil Eren dan wajah Mikasa secara bergantian. "Mikasa dengarkan aku dulu. Aku sangat mengantuk sekarang. Aku memang memilki SIM---tapi jika seperti ini aku tidak menjamin keselamatan kita. Jangan egois! Jangan keras kepala! Kamu mau aku kembali lagi ke apartemenku? Aku sangat mengantuk, kamu lupa?"

Mikasa memincing. "Mikasa ... kamu sudah dewasa. Sudah kukatakan berulang kali, tidak usah dipikirkan. Anggap saja dia hanya kesalahan kecil dalam hidupmu, kemudian meredam ego dengan menahan diri. Memaafkan adalah salah satu kunci untuk bahagia---dan kamu sedang di jalan menuju itu---Mikasa tidak akan pernah kalah, apa lagi dengan hal seperti ini. Kamu harus punya harga diri, bahwa perasaan kamu terlalu berharga untuk disakiti. Maka benci lah dia sepuasmu, benci lah dia sebanyak-banyaknya. Tapi bukan berarti tidak memaafkan. Kamu sudah berjanji untuk menantangnya, bukan? Rencana Tuhan lebih indah. Jangan khawatir."

Jean mengelus telapak Mikasa yang masih mengenggamnya dengan lembut, memohon. Satu tangannya lagi mengelus puncak mahkota Mikasa pelan-pelan. Agar Mikasa tidak membuat masalah apa pun. Mikasa berusaha melunak, meski ada pilihan lain yang dia punya untuk menghindari situasi ini---dia tetap mempertahankan tekad---demi Jean, Mikasa rela tersiksa di dalam mobil Eren.



 Mikasa berusaha melunak, meski ada pilihan lain yang dia punya untuk menghindari situasi ini---dia tetap mempertahankan tekad---demi Jean, Mikasa rela tersiksa di dalam mobil Eren

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

Selamat hari Minggu dan kembali beraktifitas lagi besok. Semangat 🖤
Jangan lupa reader setia / sider author ngemis vommentnya yaa. Terima kasih 🖤🖤

Forbidden ColorKde žijí příběhy. Začni objevovat