EXTRA 1

820 64 18
                                    

“105 is the number that comes to my head when I think of all the years I wanna be with you.”

👑👑👑

Deru hamparan ombak menyertainya. Mengikuti setiap jejak kaki yang mendekati, menemani dikeheningan yang telah terjadi sejak beberapa menit yang lalu. Mengulang kembali segala memori yang membekas di dalam hati, tidak terkecuali pemuda itu yang masih setia menunggunya untuk mendengarkan apa yang akan dibalasnya.

Segalanya berlalu begitu saja setelah bertahun-tahun. Keadaan membaik, pun juga ikatan yang terjadi di antara mereka, hanya saja…

👑👑👑

“Mencari aku?”

Hembusan nafas gadis itu terhenti, jantungnya berdegub kencang setelah dua jam berlalu ia berdiri paling depan di antara kerumunan orang-orang yang juga sedang menantikan orang-orang tersayang mereka tiba.

“IYA!” Gadis itu berteriak girang, tidak perduli dengan tatapan aneh dari orang-orang di sekitar mereka yang menatapnya heran.

Gadis dengan warna rambut kecoklatan itu tersenyum lebar seraya memeluk erat lelakinya. Menumpahkan segala kerinduan yang telah lama mereka lalui. Sebuah ikatan lama yang belum ada kepastian tidak menggoyahkan cinta mereka. Hanya ada sebuah janji tak terucap, perasaan yang tak tersampaikan, dan cinta yang selalu ada.

“Neth.. kamu nangis?” Deven tertegun, sesaat ia merasakan ada yang basah mengenai kemeja putih yang dikenakannya.

Ditariknya pelan tubuh gadis itu, tangannya terangkat untuk menangkup kedua pipi gadisnya, untuk melihat lebih jelas apakah pertanyaannya tadi benar.

Anneth terdiam sebentar, lalu mendahului Deven dengan mengusap lebih awal air mata yang sempat merembes tadi. Sesudahnya ia kembali mengukir senyum lebarnya, “Aku senang, tadi itu air mata bahagia.”

Deven mengangguk, lalu cairan bening itu pun terlihat disudut matanya. Anneth yang melihat itu ikut tersenyum haru dan lagi, mendahului Deven dengan mengusap air mata lelakinya sebelum lelaki itu sadar kalau ia juga merasakan apa yang dirasakannya.

“Kenapa berdiri di depan sih? Aku kan nyari ke belakang, untung kenal.” Ucap Deven sembari mengusap rambut Anneth,

Anneth mengerucutkan bibirnya, lalu beralih menggandeng lengan lelakinya. “Sementang makin tinggi, malah nyari barisan belakang. Udah tahu aku adalah orang pertama yang paling menunggu kamu, udah jelas pasti ada di garis terdepan.”

Lagi, senyum Deven tidak luruh sejak melihat gadisnya berdiri paling depan sementara ia mencarinya di garis belakang. Bahkan selama ini, senyumnya selalu tercurahkan pada gadis itu. Meski begitu, ada gadis lain juga yang membuatnya tersenyum.

Kepalanya mendongak ke sekitar, mencari-cari seseorang yang sudah lima tahun tidak ia temui. Anneth yang sadar akan gelagat tunangannya itu pun mengusap lengan Deven, “Looking for her?”

Deven tersenyum tipis, lalu mengangguk. “Dia di mana?”

“Besok kita ada agenda, sebaiknya kamu istirahat aja dulu. Lagipula temen-temen udah nungguin kamu, termasuk kedua orang tua kamu.” Anneth mengalihkannya, dan Deven sadar akan itu.

Lelakinya itu baru sadar kalau kedatangannya kali ini hanya ada putri Anneth yang menunggunya. Biasanya setiap kali kedatangannya akan ada banyak rombongan—Yah seperti kedua sahabatnya, pangeran Alde dan pangeran Friden juga pasangan mereka—begitulah kehebohan yang bisa dibayangkan.

IRREPLACEABLE (Completed √)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang