BAB 10

959 101 26
                                    

Bau obat-obatan begitu terasa saat mereka baru memasuki terowongan menuju kamar khusus sang raja dirawat.

Menapaki satu persatu lantai marmer yang memantulkan suara derap langkah kaki terburu-buru. Clinton, sang pangeran yang tersisa berjalan dengan perasaan yang tak karuan. Ia terus berdoa semoga kakeknya tidak kenapa-napa. Kalau pun sudah dekat, ia benar-benar belum sanggup untuk saat ini.

Sampai di depan pintu ruangan rawap inap Denial, Clinton menatap beberapa dokter yang baru saja keluar dari ruang itu.

"Jangan khawatir." Hanya kalimat itu yang ia dengar, Clinton tertunduk lesu saat para dokter itu berlalu di hadapannya.

Sebuah tangan hangat menguatkannya. Ia tersenyum kembali, mengingat ada seseorang yang lebih rapuh di bandingnya yang terus mencoba memberinya kekuatan.

Tiba-tiba tangan itu terlepas, Clinton memandang heran ke arahnya. Gadis itu tersenyum penuh ketenangan,

"Aku nunggu di sini. Kamu masuk aja ke dalam. Kalian butuh privasi." ujar gadis itu meyakinkan Clinton bahwa ia tidak apa-apa.

Clinton mengangguk paham. Ia mengerti bahwa memang akan ada pembicaraan pribadi yang akan disampaikan kakeknya. Entah lah apa itu, yang ia harap, bukan pembicaraan tentang masa depan Lanzwirs.

Lelaki itu berjalan pelan menuju pintu, menguatkan dirinya untuk apa pun yang terjadi, semua akan baik-baik saja.

"Raja mudaku."

Sambutan pertama yang ia terima. Clinton tertahan di pintu utama. Ia tahu itu memang panggilan biasa kakeknya, tetapi panggilan kali ini membuatnya khawatir.

👑👑👑

Charisa memang memejamkan matanya sembari menunggu pangeran itu tengah berbicara pada kakeknya. Matanya memang terpejam, tetapi tidak dengan jiwanya yang ikut tidur.

Setelah didengarnya derap langkah kaki seseorang yang sebelumnya bertanya apakah ia masih tertidur pada penjaga di sampingnya, Clinton berjalan pelan meninggalkannya.

Charisa merasa masih banyak hal yang dirahasiakan lelaki itu. Entah lah apa, yang jelas begitu banyak hal yang ditutupinya. Untuk itu lah ia kemari, menemani sembari mencari tahu.

Ia perlahan membuka matanya, menatap para penjaga yang terus mengawasinya. "Aku mau ke toilet, tolong jangan ikuti aku." ucapnya kaku.

Charisa mengingat langkah kaki tadi, menghafal dengan gerakannya yang membelok ke arah kiri. Dengan penuh hati-hati ia mengikuti dari belakang saat dilihatnya punggung sang pangeran tidak terlalu jauh darinya.

Langkah kaki itu membawanya pada tangga yang menurun ke bawah. Bentuknya seperti spiral, untungnya tangga yang kelihatannya agak tua itu tidak dalam keadaan licin. Ia menengok sampai bawah, tidak akan dipilihnya langkah saat ini, kalau ia melakukannya sudah pasti ia akan ketahuan.

Di sepanjang jalan tadi, Charisa mengucap syukur tidak ada yang mencurigainya. Satu pun para perawat atau pun dokter tidak ada yang menatap kehadirannya. Ternyata memang benar, lelaki itu diperhatikan sedangkan wanita itu diacuhkan.

Gadis itu menengok kembali ke bawah, pangeran Clinton sudah tidak ada di tangga. Ia pun bergegas menuruni tangga dengan penuh hati-hati, meski tangga itu tidak licin, tetapi kalau ia salah langkah maka mungkin saja ia akan terjatuh.

"Tempat apaan nih?" gumamnya setengah berbisik.

Sebuah terowongan panjang lagi, yang menghadap ke barat rumah sakit. Terowongan yang hanya diterangi lampu kuning kecil. Ia tahu, ini adalah bagian terbawah rumah sakit. Charisa hanya tidak menyangka, bagian atas rumah sakit begitu mewah, setelah ia melewati tangga spiral tadi ia langsung berubah fikiran.

IRREPLACEABLE (Completed √)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang