Cowok tinggi dengan setelan jeans dan kemeja kotak-kotak itu mendesah lalu memungut beberapa lembar yang terlempar di genangan air yang ada. Lembaran makalah yang akan dia presentasikan hari ini basah. Cowok itu mengacak rambutnya kesal. Mata coklatnya melirik ke arah gadis yang meringis kesakitan. Ada goresan merah di kaki gadis itu. Membuat cowok itu mendesah, tidak tega.

"Lo bisa jalan nggak? Butuh gue gendong?" tawarnya melihat sekelilingnya. Memastikan tidak banyak orang yang memperhatikan mereka. Sedangkan gadis itu mengomel.

"Gara-gara lo kaki gue berdarah,"

"Itu saos stroberi. Nggak usah lebay deh. Gara-gara lo juga makalah gue basah," sungut cowok itu, menahan marah.

Shanum menunduk, kali ini dia merasa bersalah, "Maaf, gue nggak sengaja. Mending lo print lagi,"

"Basi!" Cowok itu berdecih kemudian berjongkok lagi. Kali ini lebih dekat.

"Lo mau apa?" tanya Shanum curiga.

"Lo diem bentar. Jangan berisik, ntar kalo lo teriak satu kampus ngira gue ngapa-ngapain lo lagi," kata cowok itu dengan sebelah tangan merogoh saku celananya. Mengeluarkan plaster luka berwarna biru

Shanum terdiam, melihat cowok itu mengguyur luka tersebut dengan sebotol air dari tas dan memplasternya. Sedikit perih meski cowok itu nampaknya sudah berusaha sangatbhati-hati. Cowok itu mengulurkan sebelah tangannya guna membantunya berfiri. Dan dengan perasaan ragu, Shanum menerimanya.

"Thanks!" Shanum berucap lirih.

"Lo perlu ke poliklinik habis ini," ujar cowok itu memberi saran.

Shanum bertanya, "Poliklinik dimana?"

"Lo maba?" tanya cowok jakung itu dengan sebelah alis terangkat. Namun anggukan gadis itu sudah menjadi jawaban.

"Save nomer gue nanti gue arahin. Soalnya gue harus cepet nge-print dan bentar lagi kelas gue juga mulai," katanya berapih melihat wajah cantik yang swdikit pucat di sana. Membuatnya penasaran, "Nama lo siapa?"

"Shanum. Kakak namanya siapa?" Dengan polos gadis itu menjawab dan bertanya kepadanya. Dia sempat terkekeh, memamerkan deretan gigi putihnya. Tampak begitu legit.

"Bagas," jawabnya menahan tawa. Sebab gadis lucu tersebut.

Mereka bercakap-cakap sebentar sebelum akhirnya Shanum yang memutuskan untuk pergi lebih dulu. Dengan kaki yang terseok-seok dia berjalan menuju ke sebuah bangunan bewarna putih bertuliskan Poliklinik Universitas Galaksi yang ternyata jaraknya cukup jauh. Beberapa pasang mata menatapnya iba.

Dia masuk dan disambut oleh aroma obat yang menguar dan menusuk indra penciumannya. Seorang pegawai berseragam putih menyambutnya. Wanita dengan polesan lipstik yang terlalu merah dan seragam yang begitu ketat.

"Ada yang bisa saya bantu?" ujarnya formal dengan senyuman.

"Kaki saya habis jatuh," jawab Shanum, memperlihatkan luka di kakinya.

"Silahkan berbaring di sini. Saya periksa dan saya obati," titahnya dibalas anggukan oleh gadis itu.

Shanum dipinta naik ke atas ranjang hitam yang terlihat nyaman kemudian dokter tersebut melakukan beberapa pengecekan dan bertanya beberapa hal. Lukanya tergolong luka ringan sehingga hanya butuh antiseptik dan perban. Lantas luka di hatinya bisakah dilakukan perawatan yang sama? Bisakah mengering dalam hitungan hari?

TAS [4] SHANUM (END)Where stories live. Discover now