code: X - 19

4.6K 273 27
                                    

a.n

tengok cerita deela di sebelaaaah. yah, bahasanya berat sih. wkwkwk

EINFORLUTED dan CL[EX]ED jangan lupa!!

---------------

Tanpa kawan-kawannya sadari... Di sebuah kamar besar nan luas dalam menara code: X Maztfferta Famiglia, Exeon tengah berdiri di balkon, seorang diri. Matanya menerawang memandang gelapnya hutan yang mengitari puri Maztfferta. Kilat sendu, tercabik, tersiksa, jijik menghiasi manik hitam kebiruan tajam itu. Raut wajahnya berduka. Hatinya teriris tiap mengingat apa yang dia lakukan pada Arch beberapa jam yang lalu.

Sesungguhnya dia... Tak menginginkan menyiksa pemuda itu berlebihan. Dia sangat tak ingin!

Namun di satu sisi dia tahu... Jika dia tak melakukan hal ini... Maka dia akan menangis tanpa henti di penghujung cerita. Dia sudah dapat membayangkan apa yang akan terjadi dikemudian hari; dan apa yang akan terjadi itu dia yakini dapat membuat gadis mungil yang ingin dia lindungi menangis menjerit-jerit. Oh, tangisannya adalah hal yang paling tak ingin dilihat oleh sang Carten code: X. Karena itulah dia...

Mendesah berat, Exeon memejamkan matanya, membiarkan angin dingin malam menamparnya. Sesak dalam dadanya kembali membuncah. "Maaf..." bisiknya lirih dengan perasaan bersalah menghantuinya. Tentu saja dia tak bisa mengelak kala bayangan apa yang telah dia lakukan kembali menelannya... Dia hanya pasrah...

Exeon melangkah, dia mendekati Arch yang tergelantung di udara di atas kolam piranha berjari-jari 1 meter. Dia melihat kilat benci di mata Arch lewat matanya yang menyempit. Kilat yang sudah biasa dapatkan dari orang yang tertinggal, orang tersisa yang masih hidup ketika seluruh kawannya telah dia habisi. Dia hentikan langkahnya tepat di tepi kolam tanpa melunakkan pandangannya untuk Arch. Dia justru semakin memberikan tatapan muak pada pemuda tak berdaya yang tengah tergantung di udara itu.

"Wah, wah... Akhirnya kau menunjukkan wajah aslimu, Exeon Maztfferta." ejek Arch sembari mendecih kasar dari posisinya, membuat rantai bergemerincing dari atas sana karena sentakan pelan tubuhnya. Kesempatan untuk memprofokasi Carten yang tak pernah mengunjunginya sampai lima hari sejak insiden itu membuatnya melupakan segala sakit siksaan yang dia terima. Dia sangat berambisi membuat Exeon marah sekarang. Pasalnya dia begitu ingin melihat sekali lagi mata bengis yang dulu memandangnya dari atas tumpukan mayat kawan-kawannya di wajah itu. Wajah yang dia dapati selalu santai dan penuh senyuman selama dia ada di puri Maztfferta.

Namun sayang, Exeon tak menjawab profokasian ini. Dia tahu Arch ingin mengomporinya, membuatnya lepas kendali. Karenaya saat ini, Exeon hanya berdiri tanpa melakukan apa pun. Tapi jangan salah, otaknya tengah berputar, memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Manik hitam kebiruannya menilik ke segala sisi bahkan sisi terpencil sekali pun dari ruangan ini, mencatat kemampuan segala titik jika dia melakukan sesuatu dan memperkirakan apa efek yang akan dia terima.

Tapi sayang, Arch hanya melihat ketenangan di wajah tampan itu. Tenang tanpa terbebani. Hal ini membuat Arch emosi, setelah menggeretakkan giginya dengan kesal, Arch berkelakar, "Kenapa diam, the bloody prince of Maztfferta Famiglia? You want to torture me, don't you? Just do it. I'll make you know you can't get anything from me!" dia merasa sok dan yakin Exeon tak akan mendapatkan apa pun darinya.

"We will see..." jawab Exeon tenang dengan tangan merubah pegangan pada pedangnya. Sebuah seringaian terbentuk, membuahkan wajah sadis yang siap menikmati penderitaan. Dia sudah memutuskan dengan cara apa akan memberikan siksaan untuk orang sombong di depannya.

[ code: X ]Where stories live. Discover now