35

19.1K 798 81
                                    

Arvin melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. Sekarang cowok itu tahu, kemana tempat yang akan dituju. Yaitu rumah sakit.

Arvin menduga, dirumah sakit itulah Aileen dibawa. Karena hanya rumah sakit itu yang jaraknya paling dekat dari rumah.

Sesudah memarkirkan mobil pada tempatnya, Arvin keluar langsung menuju resepsionis rumah sakit. Tepat dugaan, Aileen memang dirawat dirumah sakit ini. Arvinpun langsung menuju kamar inap Aileen.

Arvin berdiri, tepat didepan pintu kamar inap no 205. Seperti informasi yang didapat, Aileen Hiesya dirawat di kamar no 205. Untung saja Arvin ingat nama belakang Aileen, meskipun mengingat satu kata saja. Setidaknya cowok bermata elang itu, bisa menemukan dimana Aileen berada.

Tangan Arvin terulur mendorong pintu didepan-nya. Dengan sekali dorongan pelan, pintu itu terbuka—menampakkan seorang perempuan terbaring diatas ranjang rumah sakit.

Diruangan itu tidak ada orang, hanya terlihat Aileen saja. Lalu kemana si Rey, Rey itu? Apa dia pulang? Atau keluar sebentar? Tetapi mengapa Aileen dibiarkan sendiri disini! Aish, mengapa Arvin jadi mempedulikan Aileen!

Arvin menutup pintu, lalu melangkah pelan—sampai berada di samping ranjang, tempat Aileen terbaring.

Belum sempat memegang rambut Aileen, pintu ruangan terbuka—melihatkan sosok laki-laki berhoodie hitam.

“Ngapain lo kesini?” Rey berjalan mendekat dengan tatapan sengit.

Arvin berusaha bersikap santai. “Bukan urusan lo.” Balasnya tak kalah sengit.

“Jelas itu urusan gue! Aileen udah gue anggap sebagai saudara kandung gue. Dan setiap hal yang berurusan dengan Aileen, itu juga menjadi urusan gue.” Ujar Arvin tersenyum sinis.

Arvin tertawa sumbang. “Posisi suami, lebih tinggi daripada posisi saudara.”

“Suami? Siapa? Elo?” Tanya Rey, tertawa meremehkan.

“Iyalah.” Jawab Arvin sombong. “Gue kasih tau ya, gue sama Aileen itu udah sah dimata agama.”

“Tapi belum dimata negara.” Timpal Rey tersenyum miring. “Karena kalian belum cukup umur bukan?”

“Jangan sok tau jadi orang!”

“Gue emang tau, Arvin.”

“Buktinya apa? Gue sama Aileen cuman nikah siri?”

“Mana surat nikah kalian? Ada nggak?” Mendengar penuturan Rey, Arvin merasa dirinya telah di skakmat oleh cowok dihadapannya.

“Mana? Ada nggak?” Tanya Rey lagi.

Tak mau terlihat mati kutu, Arvin membalas perlontaran Rey. “Ada enggak-nya surat nikah gue, nggak penting juga kan buat lo.”

“Kalau lo mau ngusir gue dari sini, dengan senang hati gue angkat kaki dari tempat ini. Tapi, gue pesan sama lo—”Arvin menggantungkan ucapan-nya. Ia melahkah mendekati Rey, menepuk bahunya pelan. “Tolong jaga, bini gue baik-baik.”

Setelah mengucapkan itu, Arvin melangkah pergi-meninggalkan ruangan Aileen.

*****

Arvin memukul setir mobil keras. Setelah pergi dari ruangan Aileen, entah kenapa perasaan-nya terasa uring-uringan sendiri. Gila. Ya, saat ini Arvin hampir menyerupai orang gila. Teriak-teriak sendiri sambil memukul setang kemudi, kadang juga menjambak rambutnya.

“Agrhhhhh.....”

Drrtttttt.... Drrtttttt......

Arvin merogoh kantung celana, mengambil benda pipih bewarna hitam. Tanpa melihat siapa sang penelfon, Arvin langsung menggeser tombol hijau dilayar hp.

ARLEEN [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt