31

15.2K 761 102
                                    

Arvin melajukan mobil diatas rata-rata. Setelah kecelakaan kemarin, Arvin tidak menggunakan sepeda motor lagi untuk bepergian tetapi menggunakan mobil. Ngomong-ngomong mengenai motor, motor hitam Arvin sudah tak ada dirumah lagi. Dalam artian dijual.

"Jangan ngebut-ngebut, Arvin!" Seru Lerin duduk dibangku samping supir ketakutan.

Arvin tak mengindahkan perintah Lerin. "Ini itu masih normal."

"Normal apa-nya, ini udah diatas normal." Lerin memegang sabuk pengaman sambil memejamkan mata kuat.

"Sok tau."

Lerin menendang-nendang kaki sebal. "Ihh, aku bukan sok tau. Tapi emang tau."

Arvin membuang nafas lalu mengurangi kecepatan laju mobil. "Jadi ke mall nggak?" Tanya-nya menoleh sebentar kesamping.

"Jadi dong." Jawab Lerin semangat.

"Kalo jadi, kunci tuh mulut." Jengkel Arvin, menambah kecepatan.

Tidak ada angin atau badai, Lerin memeluk lengan Arvin-sedang menyetir. "Makasih, Arvin sayang."

Arvin berdehem mengiyakan. Tidak kaget lagi, jikalau Lerin memanggil dirinya sayang. Bahkan Cewek berambut kuning kecoklatan itu secara terang-terangan sering mengungkapkan perasaannya pada Arvin.

Ketika Lerin mengatakan cinta dan sayang pada-nya, Arvin diam tidak merespon dengan kata-kata atau gerakan. Tetapi dalam hati, Arvin selalu berkata jika ia hanya menganggap Lerin sebagai sahabat atau kakak-nya. Tidak lebih dari itu.

"Arvin, nanti beliin baju baru ya." Lerin bergelayut manja dilengan Arvin.

"Iya, beli sepuas lo. Borong semua kalau perlu."

Lerin berteriak kegirangan. "Yeay! Makasih Arvin, sayang."

Cup!

*****

Satu jam sudah berlalu, Arvin mengelilingi mall berjalan tanpa arah. Sebenarnya, Arvin malas nemani Lerin jalan. Lerin sama seperti banyak perempuan, ingin ini dan itu. Kalau tidak diturutin ngambek.

Selama satu jam belanja. Lerin sudah mendapat tiga pasang baju, satu sepatu dan terakhir tas mahal keluaran terbaru.

"Arvin, bantu bawa dong." Lerin menenteng paper bag belanjaan di kedua tangan-nya.

"Ogah, bawa sendiri." Arvin menolak mentah-mentah. "Gue udah bayarin tuh, belanjaan lo."

Lerin memanyunkan bibir. "Yaudah kalau gitu, beliin aku kalung ya."

Arvin berdehem mengiyakan. Mereka berjalan menuju toko perhiasasan.

Dari luar etalase, Lerin melihat takjub beragam model kalung dengan liontin berbeda-beda. "Vin, itu bagus ya." Jari telunjuk-nya menekan bagian atas kaca etalase menunjuk kalung dengan liontin berbentuk hati bewarna biru.

Arvin mengikuti arah telunjuk jari Lerin, lalu mendehem.

"Bagus ya?" Lerin bertanya antusias.

Arvin mengagguk malas. Tapi memang benar, kalung yang ditunjuk Lerin cukup bagus liontin-nya.

Lerin tersenyum manis. "Beli in, ya." Pinta-nya memasang wajah memohon.

"Ambil aja." Arvin tak mempedulikan Lerin, mata cowok itu tak sengaja melihat kalung perak dengan liontin bentuk elips berukuran kecil.

ARLEEN [END]Where stories live. Discover now