2

21.1K 985 31
                                    

Terlihat perempuan paruh baya—terbaring lemah diatas brankar dengan beberapa alat bantu terpasang ditubuhnya. Dengan langkah pelan,  Mona dan Arvin berjalan mendekat Rahma yang mengetauhi kedatangan mereka.

Mona menggenggam sebelah tangan Rahma. “Maafin saya mb.” Air mata Mona menetes begitu saja, melihat keadaan Rahma. “Maafin saya yang membuat mb seperti ini.”

Rahma sedari tadi melihatkan senyumannya, meskipun sedikit sulit. “Tidak apa.” Ucapnya lemah.

“S-saya minta maaf, karena suami mb meninggal karena kejadian ini.” Genggaman tangan Mona semakin erat, menggenggam jari-jari Rahma. Ia menunduk, tak berani menatap wajah Rahma begitu pucat. Mona juga tak sanggup melihat kekecewaan yang ada dari perempuan itu.

“Mungkin semua sudah menjadi takdir.” Rahma berucap sangat pelan, seperti tidak memiliki tenaga. “Tapi s-saya b-boleh m-minta sesu-atuuu.”

“Sesuatu apa tante?” Arvin bertanya antusias, ia memegang lengan kanan Rahma.

Entah mengapa Rahma merasa lega sediikit lega, mungkin dari ini Rahma bisa menitipkan putrinya ketika tuhan memanggilnya untuk pergi.

Rahma tersenyum tipis kepada Arvin. “Tante mau minta apa sama Arvin?” Tanya Arvin lagi. Mungkin dari permintaan Rahma, Arvin bisa menebus semua kesalahan yang ia lakukan pada Rahma dan keluarga.

“T-tante mau k-kamu me-nikah dengan anak tan-te dihadapan tante.” Itulah yang Rahma harapkan dari Arvin, ia hanya ingin anaknya memiliki tempat berlindung ketika dirinya pergi nanti.

“T-tante hanya ingin ka-mu men-jaga anak tan-te, m-melindungi anak tan-te dan s-selalu me-menyangi dia.” Rahma menatap lekat Arvin, berharap anak itu menerima permohonan terakhirnya. “Dia ti-dak punya siapa-siapa k-kecuali ka-mi."

“T-tante mohon, nak.”

Mengetahui permintaan Rahma, Arvin diam mematung. Ia bingung harus menolak atau menerimanya permintaan itu, permintaan yang begitu berat untuknya.

Jika Arvin menerimanya, ia harus merelakan masa remajanya untuk menikah muda. Jika menolaknya, rasa bersalah pasti akan terus menghantuinya kapan saja.

Arvin melirik kearah Mama, meminta bantuan pada sang mama. Tetapi Mona hanya membalasnya dengan tersenyum tipis—menandakan setuju dengan jawaban pilihan Arvin.

Arvin menarik nafasnya dalam lalu membuangnya secara perlahan. “Iya, Arvin bersedia menikahi anak tante.”

Rahma meneteskan air mata bahagia. “T-terima kasih.” Ucapnya. “T-tante min-ta k-kamu j-jangan pernah sa-kiti anak tan-te." Pesan Rahma.

Arvin mengangguki. “Iya, tan. Arvin janji, Arvin akan sayangi dan lindungi anak tante. Arvin janji.” Janji Arvin.

Jika seseorang telah mengucapkan janji, maka orang itu harus ditepati sesuai ucapannya. Akankah Arvin dapat menepati janjinya pada Rahma kelak?

Ceklek!

Pintu terbuka. Gadis cantik, bertubuh sedang, tidak terlalu tinggi dengan rambut hitamnya sebatas punggung—berdiri diambang pintu dengan mata memerah dan air mata yang turun dari kelopak mata indahnya.

“Bunda.... ” Gadis bernama Aileen, berlari menuju brankar bundanya yang tak tertutup tirai.

Aileen memeluk bundanya. “Bunda, maafin Aileen” Ucapnya menangis terisak. “Gara-gara aku bunda jadi seperti ini, hiks... hiks... hiks...”

Rahma mengusap rambut putrinya yang sudah tumbuh dewasa. Ia tidak tega jika harus meninggalkan anaknya sendiri, tetapi sekarang ia lega karena Arvin bersedia  melindungi anaknya sebagai pengganti dirinya dan suaminya.

ARLEEN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang