3

19.7K 1K 44
                                    

Di sinilah—diatas gundukan tanah Aileen menangis. Aileen tidak menyangka orang tuanya lebih dahulu meninggalkannya, walaupun sekarang Aileen sudah sah menjadi istri Arvin Putra Ravindra.

Ya, tadi pagi sebelum Rahma meninggal—Arvin telah mengucapkan janji suci didepan penghulu serta kedua orangtunya dan Almh Rahma—bunda Aileen.

“Bunda, kenapa bunda tinggalin Aileen sendiri hiks...hiks....hiks....”  Aileen memeluk makam Rahma, ia tak peduli bajunya kotor—terkena tanah basah, karena habis turun hujan.

Mona berjongkok memegang bahu Aileen. “Aileen nggak sendiri kok, disini ada kami sebagai pengganti orang tua kamu. Kamu bisa anggap papa dan mama sebagai orangtua kandung kamu.” Ujarnya.

“Sekarang kita pulang ya, nak. Kamu pulang kerumah Arvin, mulai sekarang kalian tinggal dirumah baru kalian.” Lanjut Mona.

Aileen tak menjawab, ia memilih menangis dengan memeluk makam bundanya.

Tidak mendapatkan respon dari Aileen, tanpa meminta persetujuan—Mona mengangkat bahu Aileen untuk membantunya berdiri. Badannya lemah tak bertenaga, matanya merah karena menangis. Betapa rapuhnya anak ini.

“Kita pulang ya, nak.” Ajak Mona ikut meneteskan air mata karena tak tega melihat kondisi Aileen.

Mona memapah Aileen berjalan sampai parkiran pemakaman. “Arvin, Aileen ikut mobil kamu ya.” Kata Mona, mengamati anaknya yang terlihat santai dan tak peduli.

“Nggak bisa! Kalau dia ikut aku, nanti mobilku kotor.” Arvin menatap Aileen jijik. “Liat tuh, bajunya kotor semua.”

“Arvin, jaga ucapan kamu!” Tegur Tegar sangat tegas.

“Aku bisa pulang sendiri dan aku nggak butuh belas kasih dari kalian.” Ketus Aileen menyentak tangan Mona yang berada di bahunya.

PLAK!

Satu tamparan, mendarat dipipi Aileen—membuat cewek itu jatuh karena tidak bisa mengimbangi.

“LO NGGAK TAU TERIMA KASIH BANGET SIH! UDAH UNTUNG GUE TAMPUNG LO!” Marah Arvin.

“Arvin! Mama nggak pernah ajarin kamu buat kasar sama perempuan.”  Mona kecewa dengan Arvin, bisa-bisanya anak itu main tangan dengan perempuan.

Mona menghampiri Aileen lalu memeluknya erat. Ia menangis seperti Aileen, sebagai perempuan Mona dapat merasakan apa yang dirasakan Aileen sekarang.

Tegar mendekati anaknya, tatapan-nya begitu tajam. Ia marah melihat kelakuan Arvin. “Siapa yang ajarin kamu kaya gitu? SIAPA?” Ujarnya mencengkram baju Arvin.

Bugh!

Tegar memberi bogeman dirahang Arvin, ia tidak peduli dia anaknya atau bahkan darah dagingnya sendiri. Kesalahan Arvin tidak dapat ditoleransi baginya, ia kecewa dengan anaknya.

Tegar memang keras mendidik anak, karena ia ingin anaknya menjadi orang yang bertanggung jawab, jujur, tegas dan disiplin nantinya. Tegar tidak apapa anaknya bodoh asalkan sikap itu muncul dalam diri Arvin.

Tegar kembali mencengkam kerah baju Arvin. “Papa nggak pernah ajarin kamu seperti itu. Kamu pengecut nak, pengecut!

“Berani sesama laki-laki, bukan sama perempuan!” Tegas berbicara tegas didepan wajah Arvin. “Dimana sikap gantle kamu? DIMANA?”

Arvin tidak berani melawan papanya jika sudah seperti ini. Lebih baik ia diam dari pada harus mendapat bogeman lagi dari papanya.

“Jawab pertanyaan papa, JAWAB!”

“Papa! Papa udah!” Mona melerai perkelahian antara ayah dan anak itu. “Nggak baik marah-marah di sini.” Katanya masih dalam posisi memeluk  Aileen yang sudah di ajaknya berdiri.

ARLEEN [END]Where stories live. Discover now